4 Desa Selalu Banjir, Kerugian Miliaran Tiap Tahun

Selasa 15-11-2016,15:30 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

WALED - Meski belum menelan korban jiwa, banjir bandang akibat luapan Sungai Ciberes dan Cisanggarung setiap musim hujan, membuat kerugian materi yang begitu besar. Banjir merusak lahan pertanian, hewan ternak hingga pemukiman penduduk. Belum lagi, dampak psikologis warga yang was-was saat turun hujan. Mereka selalu khawatir, jika hujan turun luapan sungai menerjang pemukiman. Meski durasi banjir tidak terlalu lama. \"Kemarin saja empat jam sudah surut lagi,\" tukas Casta, warga Blok Kliwon Desa Ambit kepada Radar, Senin (14/11). Dia mengatakan, setiap tahun saat musim hujan, banjir selalu menerjang rumah-rumah penduduk yang berada di dekat Sungai Ciberes. Bahkan, ada yang sampai membuat tembok pagar roboh. Ketinggian banjir mencapai satu meter lebih. Banjir akibat luapan aliran sungai yang tidak tertampung. \"Sungainya tidak diurus, akibatnya saluran airnya semakin sempit dan dangkal, padahal dulu lebar. Jadi, kalau hujan lebat tidak tertampung dan meluap ke pemukiman,\" sebutnya. Maka dari itu, tak heran jika warga selalu waspada dan waswas saat terjadi hujan, meskipun hujan itu terjadi di wilayah Kuningan. Itu menjadi pertanda buruk bagi warga empat desa di kecamatan yang menjadi korban pertama meluapnya aliran Sungai Ciberes, yakni Desa Ciuyah, Desa Ambit, Desa Gunungsari dan Mekarsari. \"Apalagi kalau di dua daerah hujan semua, Kuningan hujan, di sini (Cirebon, red) hujan, sudah tidak ada harapan lagi. Pasti banjir,\" katanya sedikit mengeluh. Bagaimana tidak mengeluh? Warga hingga malam hari harus terjaga apabila hujan turun. Hal ini mengingat hujan saat malam hari bisa membuat potensi banjir. Banjir biasanya mulai menyapa warga sejak sore hingga tengah malam. Bahkan pernah banjir menerjang dini hari. Kalau sudah begini, mereka pun harus terjaga. \"Was-was terus, biasanya warga sudah pada tahu kalau hujan lebat dan lama pasti sudah pada ngungsi,\" tukasnya lagi. Mereka, kata Casta, ada yang mengungsi ke tempat yang aman, dan juga ke rumah saudara yang cukup jauh dari aliran sungai. Tak hanya raga yang diungsikan, barang-barang di rumah juga ikut pula diungsikan. Belum lagi dampak setelah banjir, berupa lumpur-lumpur yang mengotori rumah hingga jalan. \"Banjir biasanya sih surut cepet, empat jam. Biasanya warga udah pada tahu mencar sendiri-sendiri, nyari tempat yang aman. Ada hujan besar pasti keluar,\" ucapnya lelah. Dia pun meminta pemerintah agar bisa mengantisipasi agar banjir bandang tidak terjadi setiap tahun. Dia berharap agar luapan sungai akibat adanya pendangkalan dan penyempitan aliran sungai bisa segera diatasi. \"Kecil salurannya, harusnya ada pengerukan pakai beko. Pemerintah jangan bangun pinggir-pinggir senderan sungai saja, salurannya ikut distabilkan. Kalau tidak segera dikeruk, banjir terus,\" pintanya. Camat Waled, H Abdullatif menegaskan, pihaknya sudah sering melakukan komunikasi dengan Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung (BBWS-CC) untuk melakukan pengerukan sedimentasi yang berada di Sungai Ciberes. Sebab ini yang menjadi pangkal utama permasalahan banjir yang terdampak ke warga Waled dan sekitarnya. \"Sungai sudah tidak mampu menampung lagi, karena sedimentasi tinggi. Kita sering hearing, namun belum ada action,\" cetusnya. Menurutnya, penanganan banjir ini harus dilakukan oleh semua steakholder, terutama di tingkat provinsi dan pusat. Karena wilayah Sungai Ciberes ini berada pada kewenangan BBWS dan PSDA. Ada empat desa yang kerap menjadi langganan banjir di Kecamatan Waled oleh sungai Ciberes, yakni Desa Ambit, Ciuyah, Gunungsari, dan Mekarsari. Sementara untuk sungai Cisanggarung biasanya meluap ke Waled Kota. Namun dampak banjir tidak terlalu signifikan. \"Empat desa itu, yang luapan dari Sungai Ciberes yang sering terjadi,\" kata Camat Abdullatif. Akibat banjir, dia menghitung pada tahun 2015 lalu, total kerugian mencapai Rp1,5 miliar. \"Meskipun korban jiwa sampai sekarang belum ada, tapi kerugian materi cukup besar pertahun. Setiap kali banjir, tahun kemarin saja Rp1,5 miliar. Tahun ini masih belum separah tahun lalu, tapi ini kan baru awal musim hujan, karena puncaknya bisa di bulan Desember sampai Januari,\" ucapnya. Lebih dari itu, Abdulatif mengkahwatirkan dampak psikologis warga. Dia khawatir banjir bandang yang selalu menerjang saat hujan lebat ini, menjadi trauma bagi warganya, terutama anak-anak. Mereka harus waswas dan tidak nyaman apabila hujan terus-menerus turun. \"Yang lebih saya khawatirkan ini dampak pskiologis. Warga jadi waswas terus saat hujan,\" jelasnya. (jml)      

Tags :
Kategori :

Terkait