JAKARTA- Kasus aksi teror pelemparan bom di Gereja Oikumene Samarinda terus didalami. Bila sebelumnya tidak ditemukan adanya koneksi dengan ISIS, Polri menemukan fakta baru bahwa Juhanda terhubung dengan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) pimpinan Amman Abdurrahman, penyedia senjata aksi bom Jl Thamrin Jakarta. Seorang penghubung antara Juhanda dan Amman sedang dikejar petugas. Kadivhumas Polri Irjen Boy Rafli Amar membenarkan bahwa ada seseorang yang sedang dikejar Densus 88 Anti Teror karena menghubungkan antara Juhanda dan Amman. Menurutnya, kemungkinan sebentar lagi penghubung ini tertangkap. “Setelah tertangkap, pasti akan kami beritahukan,” jelasnya. Bagaimana bisa Juhanda terhubung dengan Amman, Boy mengaku semua itu masih dalam pemeriksaan. Namun, kelompok tersebut terhubung dalam lapisan-lapisan bawah tanah. “Tidak secara langsung, tapi rekrutan dari satu jaringan. Berlapis-lapis semua,” terangnya ditemui di kompleks Mabes Polri kemarin. Menurutnya, bila terhubung dengan JAD dan Amman, maka kelompok ini juga terhubung dengan ISIS. Namun, sejauh apa keterlibatannya, masih belum diketahui. “Apakah mendanai atau yang lain, belum itu,” tuturnya. Bagaimana dengan 15 saksi yang diduga terlibat dengan pelemparan bom? Boy mengaku belum ada peningkatan status dari semua saksi tersebut. Polisi memiliki waktu 7 hari untuk menentukan status tersebut. “Apakah dinaikkan statusnya atau tidak tunggu seminggu,” ujarnya. Dia menegaskanya, pelemparan bom di gereja tersebut merupakan aksi yang terancang. Bukan merupakan aksi spontan yang dilakukan anggota kelompok teroris. “Kalau saya yakin terancang, kan bahannya banyak,” tuturnya. Saat terjadi pelemparan bom gereja, ternyata juga terdapat pelemparan bom molotov di Vihara di Singkawang. Menurut Boy, kejadian itu masih dalam penelusuran. Namun, kemungkinan besar tidak ada keterkaitan antara kejadian di Samarinda dan Singkawang. “Beda ini,” ungkapnya. Yang pasti, saat ini Polisi telah mengantongi ciri-ciri pelaku dan berupaya mengejarnya. Dalam waktu dekat, diharapkan pelaku yang mengendari sepeda motor saat melakukan aksinya itu bisa tertangkap. “Secepatnya saja,” jelasnya. Dia berharap masyarakat untuk tidak khawatir dengan kedua kejadian tersebut. Kepolisian akan berupaya mengejar semua pelaku untuk memastikan agar kejadian tersebut tidak terulang. “Tentu, tidak boleh lagi terjadi,” jelasnya. Terpisah, Presiden Jokowi juga menyampaikan duka cita atas meninggalnya Intan Olivia Marbun, balita korban bom di Gereja Oikumene Samarinda yang meninggal Senin (14/11). “Tak ada kata yang dapat menggambarkan betapa dalam rasa duka cita saya atas meninggalnya Intan. Itu sudah di luar batas kemanusiaan. Karena ini anak-anak kita,” tuturnya. Aksi terorisme, bagi Jokowi, bukan sekadar persoalan Indonesia saja. Hampir semua negara juga menghadapi ancaman serupa meski dalam bentuk yang berbeda. Karena itu, dia sudah mengistruksi aparat untuk memberi rasa aman kepada masyarakat. SERIUSI UU TERORISME Insiden bom molotov di depan Gereja Oikumene Samarinda diharapkan bisa menjadi momentum untuk segera menuntaskan pembahasan revisi Undang-Undang (RUU) Terorisme. Dengan tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip HAM, keberadaan UU hasil revisi nanti diharapkan bisa menekan kejadian teror sejenis berlangsung lagi. “Pemerintah dan DPR, dalam hal ini Pansus RUU Terorisme, harus membahasnya lebih serius,” desak anggota Komisi III DPR Abdul Kadir Karding di Jakarta kemarin (15/11). Dia mengajak agar sejumlah pro-kontra dan silang pendapat yang masih menyertai pembahasan revisi UU tersebut segera dicarikan titik temu. Karding menggarisbawahi, teror bom Samarinda telah menunjukkan bahwa payung hukum terkait terorisme saat ini belum cukup. Setidaknya itu kalau melihat pelaku teror yang merupakan seorang residivis di kasus sejenis. Pelaku Juhanda pernah terlibat kasus teror bom di Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspitek), Tangerang, pada 2011. “Ini membuktikan bahwa hukuman yang diberikan tidak berefek jera,” kata ketua Fraksi PKB DPR tersebut. Terpisah, Ketua Komisi I Abdul Kharis Almasyhari berharap peran Badan Intelijen Negara (BIN) bisa lebih efektif mencegah aksi terorisme. Selain lewat revisi UU Terorisme, menurut dia, peran BIN bisa lebih ditingkatkan melalui pembaruan dan upgrade peralatan intelijen. Atas hal tersebut, Kharis menyatakan bahwa komisi yang membidangi pertahanan sudah berancang-ancang meningkatkan anggaran BIN dalam APBN 2017. “Saya melihat peralatannya memang masih kurang canggih. Mudah-mudahan ke depan BIN tidak kecolongan lagi,” ujar dia. (idr/JPG)
Juhanda Diduga Disuplay Bahan Bom dari Jakarta
Rabu 16-11-2016,09:00 WIB
Editor : Dian Arief Setiawan
Kategori :