CIREBON - Nelayan pesisir Cirebon bingung dengan peraturan Kementerian Kelautan dan Perikanan terkait larangan alat tangkap ikan. Karena bantuan kompensasi alat tangkap ikan juga belum didapatkan para nelayan. Terlebih, kalaupun ada penggantian alat tangkap ikan, apakah sesuai dengan kebutuhan nelayan atau tidak. Sehingga pemerintah jangan hanya diam, setelah bantuan didistribusikan kepada para nelayan. \"Lihat dulu dengan bantuan alat tangkap itu, hasilnya bagaimana nelayan? Jangan sampai karena tidak ada hasil, terus balik lagi memakai alat tidak ramah lingkungan,\" sebut Muhammad, nelayan Mundu Pesisir. Muhammad mengaku, nelayan di Kecamatan Mundu mayoritas menggunakan alat tangkap garok. Dengan alat tangkap itu, mereka bisa menangkap rajungan. Bicara masalah hasil, lanjut dia, sebenarnya tidak berpengaruh dalam pemakainan alat tangkap. \"Pakai alat garok juga kalau musimnya lagi sepi, kadang dapat Rp 10.000 juga masih untung,\" cetusnya. Menurutnya, nelayan pernah menggunakan jaring. Namun, dengan alat tangkap itu, nelayan tidak mendapatkan hasil. \"Kalau sudah begini, kembali lagi ke urusan perut. Kalau gak dapet-dapet gimana mau makan,\" ucapnya beralasan. Sementara dengan alat tangkap garok yang dinilai merusak lingkungan itu, penghasilan nelayan cukup berkembang. Rata-rata kalau sedang musim bagus, bisa mendapatkan Rp 100 ribu per hari. Atau mendapatkan rajungan 50 kg hingga 70 kg. Sebenarnya untuk penggunaan garok, kata Muhammad, tidak terlalu merusak lingkungan. Hanya saja, memang diakui garok merusak alat tangkap lainnnya. \"Sebenarnya kalau merusak lingkungan enggak juga. Mereka saja yang iri mengatakan garok merusak lingkungan, sehingga akhirnya dilarang,\" tukasnya. Dia juga menyambut positf adanya bantuan alat tangkap ramah lingkungan. (jml)
Nelayan Masih Bingung dengan Peraturan Menteri Kelautan
Kamis 17-11-2016,07:05 WIB
Editor : Husain Ali
Kategori :