Gawat Nih, Honorer Bakal Libur Gajian Setahun

Jumat 18-11-2016,15:30 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

KEJAKSAN - Peralihan pengelolaan SMA/SMK dari pemerintah kota dan kabupaten ke provinsi membuat para guru honorer di sekolah swasta resah. Mereka yang selama ini mendapatkan insentif Rp300 ribu per bulan, terancam libur gajian sampai 2018. Insentif itu hilang mulai tahun depan, karena sudah tidak dianggarkan di APBD Kota Cirebon. “Kebijakan ini berimbas ke sekolah swasta, banyak dampaknya. Buat guru juga kena,” ujar Ketua Forum Tenaga Honorer Sekolah Swasta (FTHSS) Kota Cirebon, Dede Permana SPd, kepada Radar, Kamis (17/11). Dede mengungkapkan, ada ketimpangan dalam kebijakan alih status ini. Tenaga honorer di sekolah negeri, mendapat anggaran dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Sedangkan honorer di sekolah swasta malah tidak dianggarkan di APBD provinsi. “Yang menjadi pertanyaan kami, bagaimana dengan tanggung jawab moral pemkot  terhadap nasih tenaga honorer swasta SMA/SMK? Mereka akan kehilangan tunjangan,” tegas Dede. Dirinya membeberkan jumlah tenaga honorer di sekolah swasta untuk SMA sebanyak 170 orang dengan rincian tenaga guru sebanyak 127 orang, tenaga tata usaha 43 orang. Kemudian tenaga honorer SMK swasta sebanyak 281 orang dengan rincian guru sebanyak 229 orang dan tenaga TU 52 orang. Atas adanya persoalan ini, Dede mendesak disdik untuk membantu memfasilitasi ke pemerintah provinsi. Jangan sampai, ketika peralihan ini diberlakukan tenaga honorer di sekolah swasta kehilangan penghasilan. Terpisah, Kepala Bidang Pendidikan Menengah Disdik Kota Cirebon Dra Hj Sri Wahyuning Hadi MSi mengatakan, selama ini hanya sekitar 800 lebih guru dan Tata Usaha non PNS tingkat TK, SD, SMP, SMA dan SMK swasta di Kota Cirebon, yang mendapatkan insentif Rp300 ribu perbulan dari APBD Kota Cirebon. Dengan peralihan status SMA/SMK dibawah pengelolaan Provinsi Jawa Barat, insentif dari APBD Kota Cirebon tidak lagi bisa diberikan sejak Oktober 2016. “Itu untuk guru maupun Tata Usaha non PNS di SMA/SMK negeri dan swasta,” katanya. Disdik, ujar perempuan yang akrab disapa Yuni itu, sudah memperjuangkan di setiap rapat dengan provinsi. Namun, hasilnya tetap sama. Provinsi Jawa Barat belum bisa memberikan insentif untuk guru non PNS di SMA/SMK negeri maupun swasta sampai tahun anggaran 2017 ini berakhir. Insentif baru diberikan pada awal tahun 2018. Disdik juga sudah mengusulkan 1.239 guru maupun tata usaha non PNS di sekolah negeri dan swasta, agar mendapatkan insentif dan masuk pendataan Provinsi Jawa Barat. Harapannya, saat provinsi memberikan honor atau uang insentif, data tersebut seluruhnya masuk semua. Sejak 29 September 2016, kata Yuni, seluruh kabupaten kota di Jawa Barat telah menyerahkan pengelolaan SMA/SMK kepada Gubernur Jawa Barat. Berdasarkan hasil rapat di provinsi, pendanaan untuk itu mulai berlaku pertanggal 1 Januari 2017. Tidak hanya non PNS di sekolah swasta, guru dan tata usaha di sekolah negeri yang masih berstatus non PNS belum dianggarkan untuk pemberian insentifnya selama tahun anggaran 2017. “Anggaran untuk seluruh non PNS baru akan dianggarkan tahun 2018. Kita sudah mengusulkan dan berjuang keras. Tetapi provinsi sendiri belum bisa menganggarkan,” katanya. Akademisi IAIN Syekh Nurjati, Dr Sugianto SH MH mengatakan, pengambilalihan pengelolaan merupakan kemunduran dalam otonomi daerah. Dia menyebut pemerintah setengah hati dalam pelaksanaan amanat otonomi daerah. Kemudian, mekanisme pengawasan akan lebih sulit. “Dikelola daerah saja banyak sekolah rusak, gimana provinsi? Makin nggak keliatan aja itu yang jauh-jauh,” tegasnya. (abd/ysf)

Tags :
Kategori :

Terkait