Tradisi Siraman Gong Sekati; Momen ‘Membersihkan Diri’

Jumat 09-12-2016,17:00 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

Tradisi siraman gong sekati tiap tahun selalu ada sebagai rangkaian peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Lebih dari itu, siraman gong sekati bukan hanya ritual seremoni semata, tapi punya filosofi dan makna. Laporan: MIKE DWI SETIAWATI, Lemahwungkuk PULUHAN warga berdesakan. Berebut mengambil air bekas siraman gong sekati. Ada yang menampung air di botol plastik, jeriken, hingga ember. Istilahnya, warga ”ngalap berkah” dari air bekas siraman gong sekati. Pemandangan itu sudah tak aneh, selalu terlihat pada rangkaian peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Keraton Kanoman. Meski terus berulang setiap mulud, namun antusias warga tidak pernah surut. Tapi, tradisi ini sebetulnya punya nilai lebih dari sekadar ”ngalap berkah.” Tradisi siraman gong sekati punya makna dan filosofi lebih dalam. Di tengah kalut ibu pertiwi saat ini, carut marut permasalahan mulai dari kemiskinan, politik, kebhinekaan, keadilan hukum, hingga bencana alam, tradisi siraman gong sekati seolah mengingatkan siapapun untuk sejenak sadar. Sadar bahwa manusia perlu ”membersihkan diri”. Seperti yang disampaikan Patih Keraton Kanoman Pangeran Raja Muhammad Qadiran dan pimpinan ritual siraman gong sekati, Pangeran Syep. Siraman gong sekati ditujukan untuk mensucikan benda-benda pusaka peninggalan leluhur. \"Siraman benda-benda pusaka seperti gong sekati adalah simbol dan syariat. Hakikatnya, kembali pada manusia itu sendiri bagaimana memaknai tradisi ini,\" katanya. Rangkaian siraman gong sekati juga sebagai upaya menjaga benda pusaka yang usianya hampir 7 abad itu. Gong sekati adalah seperangkat media yang digunakan Sunan Gunung Jati dalam menyebarkan ajaran agama Islam di Cirebon. Dari tradisi ini, Patih mengajak masyarakat Cirebon untuk kembali mengingat akan kesantunan dan perjuangan Sunan Gunung Jati melakukan syiar Islam melalui pendekatan seni dan budaya. \"Setidaknya lewat siraman gong sekati ini, masyarakat tergugah dan bangga Cirebon punya tradisi sejak ratusan tahun lalu yang masih dijaga sampai sekarang,\" terangnya. Momen membersihkan diri sebagai filosofi siraman gong sekati, lanjut Patih, dilihat dari rangkaian ritual yang ada. Para nayaga dan abdi dalem keraton untuk menyiram gong sekati dan menyambut Maulid Nabi sebelumnya berpuasa selama 40 hari. Puasa yang dilakukan pun tidak seperti pada umumnya. \"Kalau orang puasa di bulan Ramadan misalnya, pas waktu berbuka boleh makan apa saja. Kalau ini puasanya ngalus, jadi gak sembarang makan,\" tuturnya. Patih berharap, ritual siraman gong sekati menjadi momen membersihkan diri agar terhindar dari perbuatan keji dan munkar. \"Selamat di dunia dan akhirat, terhindar dari musibah dan fitnah,\" harapnya. (*)    

Tags :
Kategori :

Terkait