Sejuta Dukungan Reformasi Polri

Senin 23-08-2010,07:00 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

JAKARTA - Citra Polri yang coreng moreng membuat gabungan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan sejumlah tokoh menggalang petisi penyelamatan Polri di gedung Mahkamah Konstitusi (MK) kemarin (22/8). Dalam waktu lima hari hingga Kamis (26/8), mereka menargetkan sejuta orang mendukung petisi tersebut untuk kemudian diserahkan pada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dalam petisinya, mereka meminta SBY mengambil tindakan luar biasa yang berani, tegas, dan menyentuh akar persoalan. Yakni, mencopot petinggi kepolisian yang terlibat praktek mafia peradilan rekayasa proses hukum, membersihkan tubuh Polri, dan membenahi struktur Polri agar Indonesia memiliki polisi jujur, profesional, dan bertanggungjawab. Petisi tersebut disampaikan di depan gedung MK kemarin (22/8) sore. Sekitar 75 orang memadati halaman depan MK. Mereka antara lain advokat Bibit-Chandra Taufik Basari, Alexander Lay, eks pejabat pelaksana tugas (Plt) pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Erry Rijana Hardjapamekas, dan sejumlah aktivis dari Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras), Indonesia Corruption Watch (ICW), Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Inisiator petisi Taufik Basari mengatakan, hingga kemarin dukungan terhadap petisi sudah mencapai 540 orang. Dukungan itu datang dari berbagai kalangan. Antara lain, mantan Ketua PP Muhammadiyah Syafi?i Maarif, penulis perempuan Djenar Maesa Ayu, eks Panglima TNI Endriartono Sutarto, ekonom Faisal Basri, sutradara Hanung Bramantyo, wartawan senior Goenawan Mohamad, dan Rais Syuriah PB NU Masdar F Mas?udi. Jumlah itu, kata dia, akan terus bertambah. Sebab, para aktivis akan menggalang dukungan serupa di daerah-daerah. Sejumlah situs jejaring sosial seperti Twitter dan Facebook juga bakal dimanfaatkan untuk menampung dukungan masyarakat. “Kami targetkan sejuta orang mendukung petisi ini. Ini karena kepedulian kita terhadap Polri,” kata lelaki yang karib dipanggil Tobas ini. Kamis (26/8), kata Tobas, pihaknya akan menghitung semua nama yang masuk. Petisi berikut nama para pendukung itu lantas disampaikan ke SBY agar tidak ragu mengambil tindakan. “Kita nanti lihat, apakah SBY akan bertindak selayaknya Presiden melindungi rakyatnya. Jika tidak” Ya, kita lihat saja nanti. Kita tidak bisa membayangkan bagaimana rakyat akan memandang hukum,” katanya. Tobas mengatakan, pembacaan petisi sejatinya hendak digelar di Istana Negara. Namun, karena tak mungkin menggelar aksi, mereka akhirnya mengalihkannya ke gedung MK. Sebelum membacakan petisi sekitar pukul 15.45, para aktivis meletakkan sebuah tanaman plastik kecil yang diletakkan dalam pot mungil. Di antara dahan dan ranting tanaman tersebut, sejumlah kertas berisi pesan keprihatinan masyarakat ditempelkan. Pesan-pesan itu, antara lain, berbunyi Polisi Cegat di Rambu, Jangan Cegat di Belakang Rambu, Tugas Polisi untuk Menertibkan Bukan untuk Memeras, Polisi Manusia Setengah Tuyul, To Polisi: Maem yang Kenyang, Cincang Koruptor, dan Polisi Jangan Bikin Bete Masyarakat, Plis Dong Ah. Sekitar pukul 16.15, mereka lantas berbaris di tangga depan sembilan pilar gedung MK untuk berorasi bergantian. Anggota Dewan Etik ICW Dadang Trisasongko menyampaikan prihatin dengan performa Polri. Lembaga penegak hukum pimpinan Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri (BHD) itu tidak transparan dan kredibel. Itu terbukti dalam penyelesaian kasus rekening gendut yang terkesan “dipetieskan”. “Kita harus ambil bagian terhadap penyelamatan Polri,” katanya. Hal senada diungkapkan pengajar Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Bambang Widodo Umar. Menurut dia, Polri bermasalah secara profesionalitas dan institusi. Dari sisi profesi, Polri telah berbohong dengan menyatakan memiliki rekaman pembicaraan antara Deputi Penindakan KPK Ade Rahardja dan terdakwa Anggodo Widjojo. Sejumlah kasus juga dibiarkan menggantung. Yakni, pengusutan rekening gendut para jenderal polisi dan mafia pajak Gayus Halomoan Tambunan. Secara institusi, kata Bambang, Polri juga bermasalah. “Institusi yang tak lepas dari Presiden. Kalau presiden membiarkan persoalan polisi, rakyat yang akan jadi korban. Apabila hukum dipakai alat kejahatan, rusaklah republik ini,” kecamnya. Wakil Koordinator Kontras Haris Azhar menambahkan, Polri justru lebih banyak terjebak kasus-kasus Hak Asasi Manusia (HAM). Dalam penanganan kasus-kasus yang melibatkan masyarakat miskin, Polri lebih gampang mengedepankan kekerasan yang cenderung militeristik. Karena itu, tak heran bila kasus pelanggaran HAM didominasi aparat kepolisian. Polri, kata Haris, juga kerap ingkar janji. Dalam kasus pembunuhan aktivis Kontras Munir, Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri pernah menyatakan ada bukti baru. Namun, hingga sekarang, bukti baru itu tak pernah dibuka. “Sulit mereformasi Polri dengan tulus,” katanya. Kasus-kasus yang belum tuntas di kepolisian era BHD memang masih berjibun. Yang sangat kentara adalah terkatung-katungnya penuntasan jejaring sindikasi mafia pajak Gayus Tambunan cs. Meskipun sudah masuk ke pengadilan, namun belum ada satupun perwira tinggi yang menjadi tersangka. Padahal, dari semua terdakwa yang dihadirkan di sidang semua menyebut sejumlah nama oknum jenderal. Misalnya kesaksian Kompol Arafat Enanie dan AKP Sri Sumartini yang menyebut ada bagi-bagi uang di ruangan kerja Brigjen Radja Erizman. Radja sendiri sekarang menjabat sebagai staf ahli Kapolri. Selain kasus mafia pajak, publik juga menunggu-nunggu penyelesaian penyelidikan 23 rekening pejabat Polri yang selama ini diklaim tuntas. Padahal, ada beberapa transaksi yang terindikasi ada tindak pidana. Kasus penyelidikan rekening ini juga berkaitan dengan pembacokan aktivis ICW Tama Satrya Langkun dan pelemparan bom Molotov di kantor Tempo. Hingga kini, kedua kasus ini juga belum terungkap, bahkan belum ada satupun tersangkanya. Juga polemik soal adanya rekaman pembicaraan yang disebut-sebut terjadi antara pejabat KPK Ade Raharja dan Ari Muladi. Rekaman ini menjadi kunci, apakah benar ada upaya permintaan suap yang dilakukan oleh pejabat KPK Bibit Samat Riyanto dan Chnadra M hamzah. Belakangan, ternyata Polri mengakui tak memiliki rekaman itu. Polri hanya memiliki call data record atau rekap komunikasi lewat provider telepon seluler tanpa ada isi komunikasinya. Di bagian lain, Mabes Polri menerima kritik dan saran kalangan LSM dengan tangan terbuka. “Kritik adalah bagian dari perbaikan Polri. Tentu kita akan terima dengan senang hati,” ujar Kadivhumas Polri Brigjen Iskandar Hasan. (aga/rdl)

Tags :
Kategori :

Terkait