LONDON – Chelsea diingatkan sakitnya jadi pecundang. Setelah 96 hari melalui masa-masa indahnya bulan madu, maka Kamis dini hari kemarin WIB (5/1), Chelsea tumbang di White Hart Lane, London. Tottenham Hotspur yang menyudahi rentetan kemenangan Chelsea di Premier League. Chelsea memutus tren 13 laga selalu menang beruntun di Premier League dengan kekalahan dua gol tanpa balas. Ya, ini noda pertama formasi 3-4-3 Antonio Conte setelah tiga bulan menghantui tiap lawannya. Noda pertama formasi yang menghasilkan 23 gol dan kebobolan empat gol. \'\'Ini jadi pengingat, dengan sistem apapun Anda bermain, Anda tetap mempunyai kekurangan. Tottenham menemukannya malam ini (kemarin WIB),\'\' sebut Jimmy Floyd Hasselbaink, mantan pemain Chelsea dalam ulasannya di ESPN. Lantas, celah manakah yang jadi penyebab kekalahan pertama 3-4-3 Conte ini? Tepat seperti dugaan Conte sebelum laga, Mauricio Pochettino –nahkoda Spurs– memang meng-copy formasi 3-4-3-nya. Pochettino jadi pelatih kedua yang meng-copy formasi 3-4-3 saat melawan Chelsea. Bedanya, Ronald Koeman gagal memaksimalkan 3-4-3 itu ketika Everton dihajar Chelsea 0-5 (6/11). London Evening Standard menyebut, kegagalan memenangi perang sayap adalah kunci pertama runtuhnya dominasi Chelsea. Marcos Alonso dan Victor Moses yang jadi kunci serangan sayap Chelsea, kalah saingan dengan Kyle Walker-Danny Rose sebagai dua sayap Spurs. Walker-Rose lebih seimbang kemampuannya. Alonso bahkan jadi titik lemah di flank kiri. Squawka mencatat, hanya 61 persen passing suksesnya. Dia juga tidak mampu memenangi satu tekel pun. Beberapa momen dia kehilangan bola dan gagal menyamai kecepatan pemain Spurs yang tampil direct di laga ini. Terutama Walker. Kedua gol Dele Alli di menit ke-46 dan 54 pun diawali dari posisi Moses itu. Bak gayung bersambut, kolaborasi Moses dan Cesar Azpilicueta pun gagal mengawal Alli di sisi kanan. Dua gol heading Alli, dua kali dia gagal menutupnya. Catat, dua gol heading kemarin jadi kali pertama Chelsea bobol dari sundulan. Statistik Whoscored menunjukkan, sisi kanan Chelsea paling tidak dominan pada saat menyerang dengan hanya 28 persen. Matinya sayap itu yang menyebabkan support bola bagi Pedro Rodriguez dan Eden Hazard. Jarang Hazard minim kontribusi seperti di laga kemarin. Main 90 menit, hanya dua kali tembakan yang semuanya off target. Tidak jauh berbeda dengan Pedro. Dia bahkan hanya mampu melakukan satu kali tembakan. Pertarungan seakan sudah selesai begitu lini tengah Chelsea juga gagal untuk keluar dari tekanan Spurs. Jika melihat formasinya, 3-4-3 Spurs lebih condong ke 3-4-2-1. Tidak seperti 3-4-3 Chelsea yang dua di belakang Diego Costa lebih melebar, dari 3-4-3 Spurs lebih masuk ke dalam. Alli dan Christian Eriksen tidak melebar. Kepadatan di lini tengah itu yang menyulitkan suplai bola ke Diego Costa. Jangan lupa ada Victor Wanyama dan Mousa Dembele yang memenangi perang di lini tengah. Dengan energi, keuletan dan akselerasinya, Dembele mengobrak-abrik kolaborasi Nemanja Matic dan N\'Golo Kante di lini tengah. Sementara, Wanyama dengan lima tekel dan dua intersepnya kokoh jadi pagar di depan back three Spurs, Jan Vertonghen, Toby Alderweireld, dan Eric Dier. Nah, begitu semua sisi yang jadi kekuatan Chelsea itu sudah dimatikan, maka tidak sulit bagi Harry Kane, Alli dan Eriksen mengancam Thibaut Courtois. Dikutip situs resmi klub, Conte menyebut permainan sejatinya berimbang. Kalau melihat statistik, timnya bahkan lebih sering mengancam gawang Hugo Lloris, 11 shots dan hanya dua on target. \'\'Mereka (Spurs) mendapatkan gol pada momen yang pas, lalu kami di momen terburuk,\'\' kata pelatih Italiano itu. Terkait dengan identiknya proses dua gol, Conte menilai itu hal yang biasa terjadi dalam sebuah laga. Hanya, dia meminta pemainnya belajar dari kekalahan ini. \'\'Ini masih proses, kami baru memulainya lima bulan lalu. Dengan waktu yang ada, kami akan terus improve, kami akan improve,\'\' lanjut mantan pelatih Timnas Italia itu. ESPN menyebut, taktik Pochettino ini bisa menjadi blueprint klub Premier League lainnya yang ingin menang atas 3-4-3 Chelsea. Well, Conte, apakah setelah ini Anda akan mencari formasi baru selain 3-4-3? Pelatih kelahiran Lecce, Italia, 47 tahun yang lalu itu hanya tersenyum. \'\'Ketika Anda mengubah banyak formasi, dan menggunakan sistem berbeda, maka itu tandanya Anda tidak berupaya memaksimalkan formasi itu. Tiap hari kami mencoba meningkatkan sistem ini, dan mencoba mencari solusi yang berbeda. Baik dengan atau tanpa bola. Kini kami harus bangkit, dan kembali berjuang,\'\' sebutnya. (ren/mid)
Premier League, Bulan Madu Sudah Berlalu
Jumat 06-01-2017,08:03 WIB
Editor : Harry Hidayat
Kategori :