Mendikbud Izinkan Sekolah Tarik Pungutan, Asal…

Jumat 13-01-2017,09:00 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

JAKARTA- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy memberikan lampu hijau kepada sekolah untuk melakukan pungutan. Alasannya, sekolah tak akan maju jika hanya mengandalkan aliran dana dari pemerintah. Namun, keputusan dari mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu dinilai kembali membuka lebar pintu pungli yang berusaha keras dicegah. Muhadjir mengatakan, pihaknya terus berusaha untuk mencegah praktik pungli terjadi di lingkungan lembaga pendidikan. Selain membentuk unit pemberantasan pungutan liar wilayah Kemendikbud, dia juga merancang agar akses pembayaran terkait fasilitas pendidikan bersistem elektronik. Sehingga, semua transaksi yang terjadi di lingkup pendidikan bisa tercatat. “Mulai pengadaan barang hingga pembelian buku akan kami terapkan sistem transaksi online. Sehingga, kasus-kasus (pembayaran untuk masuk sekolah favorit, red) tidak terjadi lagi tahun ini,” tegasnya. Tapi, lanjut dia, pungutan liar tersebut tak berbanding lurus dengan pungutan resmi yang dilakukan sekolah. Menurutnya, praktik pungutan biaya sekolah sah-sah saja dilakukan. Asal, pungutan tersebut tidak memaksa. “Kami menekankan agar ada penguatan pendanaan sekolah dengan semangat gotong-royong,” jelasnya. Dia menambahkan, pungutan tersebut bisa didapatkan dari berbagai sumber. Bukan hanya dari orang tua siswa, namun alumni atau masyarakat sekitar juga bisa menghibahkan uang. Sehingga, kegiatan positif di sekolah bisa bertambah tanpa harus mengandalkan bantuan operasional sekolah (BOS). “Mohon dibedakan antara pungutan liar dan resmi. Kami sudah konsultasi dengan menkopolhumkam terkait hal itu, ternyata tak masalah asal resmi dan untuk pengembangan sekolah,” jelasnya. Namun, Pengamat Pendidikan Abdul Zein menolak keras keputusan Mendikbud. Dia menegaskan, undang-undang sistem pendidikan nasional sudah menegaskan bahwa pemerintah harus menjamin tersedianya pendidikan dasar sembilan tahun yang bermutu tanpa memungut biaya apapun. Itu artinya, tambah dia, siswa yang bersekolah di SD dan SMP harusnya bisa menuntut ilmu tanpa khawatir pungutan. “Pungutan sudah seharusnya dihapuskan dari lingkungan sekolah pada periode wajib belajar. Karena prinsipnya akses pendidikan memang harus merata,” tegasnya. Dia menjelaskan, selama ini pungutan yang ada di sekolah sudah hampir pasti berbuntut kepada praktik pungli yang merugikan siswa kurang mampu. Hanya karena pungutan tersebut, siswa pintar dari keluarga kurang mampu tergeser dengan siswa anak orang kaya. “Dulu kan RSBI (Rintisan Sekolah Berstandar Internasional) dihapus karena ada pungutan. Tapi, nyatanya sampai sekarang pun praktik pungutan hingga Rp400 ribu per bulan pun masih berlangsung,” imbuhnya. Daripada mengizinkan pungutan, Zein menilai bahwa pemerintah harusnya lebih fokus untuk membenahi penyaluran dana pendidikan yang 20 persen dari total APBN. Dengan begitu, pemerintah bakal punya dana cukup untuk memeratakan pendidikan wajib belajar. “Tahun lalu saja, Menkeu menungkapkan ada dana berlebih senilai Rp23,3 triliun untuk sertifikasi guru,” ucapnya. (bil)

Tags :
Kategori :

Terkait