Mau Nata PKL Cuma Sampai di “Niat”

Jumat 13-01-2017,14:00 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

KEJAKSAN – Keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) menjadi salah satu masalah kota metropolitan seperti Cirebon. Karena itu, SKPD terkait menjadi tumpuan menyelesaikan persoalan ini. Kota Bandung, Banyuwangi dan Kota Surabaya menjadi daerah yang dinilai berhasil dalam menata PKL di wilayahnya. Untuk Kota Cirebon dengan luas 37 ribu kilometer, keberadaan lahan di pusat kota menjadi kendala utama. Kepala Bidang Koperasi UKM Dinas Perdagangan Koperasi dan UKM (Disdagkop) Kota Cirebon Drs Saefudin Jupri mengatakan, niatan untuk menata PKL sudah dilakukan sejak lama. Hal ini dibuktikan dengan pendataan secara masif di seluruh titik kota pada tahun 2014 lalu. “Data itu yang kita gunakan. Hanya saja penataan terkendala lahan,” ucapnya kepada Radar, Jumat (13/1). Pria yang akrab disapa Jupri ini memahami pertumbuhan PKL di Kota Cirebon yang termasuk pesat. Pasalnya, Kota Cirebon menjadi pusat perdagangan jasa di wilayah Jawa Barat bagian timur. Juga, menjadi penyangga wilayah ibukota dan sekitarnya. Jumlah penduduk di Kota Cirebon pada malam hari sekitar 380 ribu orang. Tetapi pada pagi sampai sore hari mencapai lebih dari 1 juta orang. Berdasarkan pendataan yang dilakukan tahun 2014 silam, banyak PKL yang bukan berasal dari warga Kota Cirebon. Jika menerapkan kebijakan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, ibukota Provinsi Jawa Timur itu hanya membolehkan warga setempat yang berjualan menjadi PKL. “Di Surabaya seluruh elemen bertindak dan bersikap tegas. Kami menuju ke arah itu,” tegasnya. Hanya saja, untuk menempatkan PKL di tempat baru membutuhkan lahan yang cukup luas. Keberadaan lahan untuk relokasi PKL tersebut yang sulit didapatkan di Kota Cirebon. Karena itu, lanjut Jupri, pihaknya berkoordinasi dengan SKPD terkait mencari lahan yang dinilai layak untuk tempat relokasi. Setidaknya, Disdagkop telah memiliki proyeksi tempat untuk penataan kedepan. Yaitu wilayah kawasan Bima, lahan di Jalan Cipto Mangunkusumo dan Taman Krucuk. Beberapa masukan dari SKPD lain memberikan gambaran di lapangan Kesenden dan Kebon Pelok Harjamukti. Hanya saja, saat ini menunggu legalitas administrasi lahan yang harus bersertifikat dan milik Pemkot Cirebon. Untuk PKL yang berjualan diatas trotoar, Disdagkop sudah mengingatkan agar tidak menempati hak pejalan kaki. Peringatan dan teguran yang sama disampaikan pula oleh Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang (DPUPR). Dengan lokasi yang strategis, lapangan Kebon Pelok dan lapangan Kesenden menjadi alternatif lahan untuk sentra PKL. Untuk itu, dibutuhkan kerjasama dan koordinasi lintas sektoral agar menghasilkan kebijakan terbaik. Termasuk pelibatan komunitas PKL untuk menyadari kondisi Kota Cirebon secara utuh dan penuh. Kepala Disdagkop Kota Cirebon Ir Yati Rohayati menjelaskan, penataan PKL menjadi salah satu fokus kegiatan yang dilakukan sepanjang tahun 2017 ini. Untuk yang berada di Jalan Cipto Mangunkusumo, peran aktif swasta seperti yang dilakukan CSB Mall turut membantu meringankan beban ketersediaan lahan. Yati Rohayati berharap, pihak swasta lainnya turut membantu penataan PKL kaitan dengan ketersediaan lahan. “Sulit mencari lahan kosong di Kota Cirebon yang milik Pemkot Cirebon. Kalau mau, mungkin bisa dengan pembebasan lahan. Tetapi itu butuh anggaran yang cukup besar,” ucapnya. (ysf)    

Tags :
Kategori :

Terkait