Nenek Kartini, Selamat setelah Memeluk Batang Pohon yang Hanyut

Selasa 24-01-2017,12:00 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

Musibah banjir bandang yang terjadi di hampir delapan desa di Kecamatan Cibingbin, Kabupaten Kuningan, mungkin tak akan bisa dilupakan Kartini. Perempuan berusia 60 tahun itu nyaris kehilangan nyawa ketika banjir datang mendadak. Laporan: Agus Panther, Kuningan MINGGU sore (22/1) seperti biasa, Kartini, warga Desa Citenjo, Kecamatan Cibingbin, Kabupaten Kuningan, tengah berada di dalam rumah usai melaksanakan Salat Ashar. Kedua cucunya yang menemani selama ini sedang bermain di luar rumah. Kartini tidak menyangka jika hari itu bakal kedatangan tamu tak diundang, yakni banjir bandang. Sekitar pukul 16.30, Kartini baru menyadari jika ada air yang mulai masuk ke rumahnya. Awalnya dia tak mempedulikan adanya air yang masuk ke rumahnya karena menganggapnya sudah biasa. Terlebih rumahnya hanya berjarak sekitar seratus meter dari sungai Cijangekol. Namun makin lama, air tersebut kian membesar. Menyadari kemungkinan adanya banjir, Kartini lantas keluar rumah. Dia kaget melihat air deras mendatangi rumahnya. Dia berusaha untuk menyelamatkan diri. Sayangnya, air bah lebih cepat menerjang tubuh ringkihnya. Di tengah kesadarannya, Kartini melihat sebatang kayu yang mengapung di atas air sungai yang terus membesar. Tangannya lantas meraih batang kayu tersebut dan dipeluk erat. Selain memegang batang kayu, rupanya dia juga berhasil meraih kandang yang terbawa banjir. Selama beberapa menit, Kartini terombang-ambing di tengah derasnya banjir bandang. Sampai akhirnya dia terdampar di jalan yang tidak terlalu jauh dari rumahnya. Kartini mengaku selama terbawa banjir, dia melihat banyak kayu-kayu yang terbawa banjir. Bagi Kartini, kejadian tersebut tidak mungkin dilupakannya seumur hidup. “Nenek sangat ketakutan ketika melihat gulungan air dari arah sungai menuju rumah. Tadinya saya keluar rumah mau mencari kedua cucu yang sedang bermain, malah terbawa arus sungai,” ceritanya. Kartini mengatakan, ketika terbawa arus sungai, jantungnya berdegup kencang. Dia hanya bisa berdoa untuk diselamatkan sambil memeluk erat batang kayu serta kandang yang ikut terbawa arus. Pikirannya masih mengingat kedua cucunya yang belum ditemukan ketika banjir terjadi. Beruntung arus sungai membawanya ke pinggiran hingga terkapar di jalan desa. Dia tak bisa membayangkan jika terbawa arus ke tengah sungai yang sedang meluap. “Alhamdulillah saya selamat. Batang pohon yang saya pegang dan kandang menjadi penopang tubuh ketika terbawa banjir. Rumah saya dengan sungai hanya berjarak sekitar 100 meteran. Ketika air sungai meluap, saya masih berada di dalam rumah,” ujarnya. Meski rumahnya tidak mengalami kerusakan yang terlalu parah, namun Kartini kehilangan semua harta bendanya. Mulai dari ternak peliharan sampai barang elektronik. Yang tersisa hanya magicom. Namun yang membuat gembira, kedua cucunya diselamatkan tetanganya dalam kondisi selamat. “Soal harta benda masih bisa dicari. Saya senang ketika mendengar kedua cucu saya selamat. Kejadian banjir ini tidak mungkin saya lupakan seumur hidup. Puluhan tahun tinggal di sini, baru kali ini merasakan banjir yang begitu hebat dan dasyhat,” ungkapnya. Kartini juag terus memeluk kedua cucunya. Dia terus menangis mengingat kejadian yang hampir merenggut nyawanya. Kartini bersyukur masih diselamatkan Allah SWT dari musibah banjir bandang yang menimpa desanya. Kartini berharap, pemerintah membantu memperbaiki rumahnya yang mengalami kerusakan akibat banjir bandang. “Saya sudah tidak punya apa-apa. Semuanya habis terbawa banjir. Mudah-mudahan pemerintah memperhatikan rakyatnya dengan membantu perbaikan rumah,” harap dia. Besarnya air bah yang menerjang Desa Citenjo juga diungkapkan Ny Toto, warga yang tinggal di Dusun III. Dia mengaku melihat datangnya air bah yang naik terus hingga sedada orang dewasa. Dia bersama warga lainnya langsung meninggalkan rumah mencari lokasi yang aman untuk mengungsi sementara. Ny Toto mengaku tak menyangka jika banjir bandang akan menerjang desanya. “Saat kejadian, hujan di desa kami tidak terlalu besar. Tapi pas sore harinya, terdengar suara bergemuruh disusul meluapnya Sungai Cijanegkelok. Di dusun tiga, ketinggian air sampai sedada orang dewasa,” katanya seraya membersihkan lantai rumahnya dari lumpur. Pengakuan serupa dilontarkan Nana Oneil, warga lainnya. Dia mengatakan, ketika peristiwa banjir bandang, dia berupaya menyelamatkan keluarganya. Terlebih ketinggian air lebih dari satu meter. Nana tak menyangka jika Sungai Cijangkelok akan meluap dan menimbulkan banjir besar. “Banyak cerita bagaiamana warga menyelamatkan diri dari banjir bandang. Ditambah lagi malamnya aliran listrik dimatikan oleh PLN. Terpaksa semalaman tidak memakai lampu penerang. Gelap gulita. Banjir juga meninggalkan lumpur yang cukup tebal,” imbuhnya. (*)

Tags :
Kategori :

Terkait