The Class of ’92 Memilih Bisnis

Jumat 27-01-2017,15:00 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

BICARA soal Sir Alex Ferguson, maka tak bisa lepas dari salah satu karya terhebatnya, The Class of \'92. Itu terdiri dari Ryan Giggs, David Beckham, Phil Neville, Gary Neville, Nicky Butt, dan Paul Scholes. Mereka dibina sejak level junior dan kemudian menjadi tulang punggung Manchester United. Sayangnya, di antara para bintang itu, belum ada yang bisa menunjukkan jati diri sebagai pelatih hebat. Bahkan, usia kepelatihan Gary Neville hanya seumur jagung bersama Valencia. Kemudian Phil Neville dan Giggs juga levelnya hanya sebagai asisten. Kemudian, ada Butt yang menjabat sebagai Kepala Akademi United. Untuk saat ini, bisa dibilang hanya Butt yang masih bergelut di sepak bola. Sisanya, kalau tidak menjadi pundit, ya memiliki bisnis. ”Orang mungkin berkata bahwa saya memilih menjadi pundit, ketimbang jadi pelatih. Tidak benar itu, saya lebih memilih berbisnis daripada melatih,” kata Gary Neville sebagaimana dikutip The Sun. Gary dipecat Valencia setelah hanya bertugas selama empat bulan. Lepas dari Los Che, julukan Valencia, menjadi pundit atau berbisnis sama-sama menguntungkan. Dari kontraknya dengan Sky Sports saja, Gary sudah mendapatkan gaji per tahunnya GBP 1,5 juta (Rp25,2 miliar). Dalam berbisnis, pria 41 tahun itu bersama rekannya sesama The Class of \'92 yang lain berbisnis hotel. Namanya Hotel Football, yang letaknya di seberang Old Trafford. Bukan hanya itu, dia juga punya rencana membangun hotel bintang lima dan plaza di pusat kota Manchester. Selain bisnis hotel, Gary dan rekan-rekannya dari The Class of \'92 juga mempunyai 50 persen saham di klub kasta keenam Liga Inggris, Salford City. ”Lima tahun ke depan ini, saya akan fokus di sana. Entah itu proyek bersama Salford, pendidikan, dan juga proyek perhotelan,” tutur pria yang jadi asisten Roy Hodgson selama menangani timnas Inggris, 2012-2016 lalu. Sikap yang sama juga ditegaskan Beckham. Di London, Becks –begitu dia disapa– memang punya akademi sepak bola. Tapi, bukan jalur kepelatihan pilihannya di saat sudah pensiun seperti saat ini. ”Saya pernah kerja dengan orang-orang hebat, brand-brand yang hebat pula. Ini yang membuatku berpikir mencari sesuatu yang beda,” beber Becks sebagaimana dikutip Sports Daily. Dia mengucapkannya saat ditanya apakah juga akan mengikuti rekan-rekannya di The Class of 92 terjun di kepelatihan dan pundit. ”Lima tahun lalu, saya berkata ke tim saya, dan berkata saya ingin membangun brand, membangun perusahaan. Karena saya rasa di sanalah passion saya. Bukan jadi pelatih,” tambahnya. Bisnis sudah bisa mendatangkan gelimang uang bagi Becks. Tahun lalu, salah satu perusahaan barunya Seven Global LLP mencatat keuntungan di angka GBP 8,6 juta (Rp114,7 miliar) hanya dalam waktu tujuh bulan. Perusahaan lainnya, DB Ventures, mampu mencatat laba GBP 3,8 juta (Rp63,9 miliar). Perusahaan sepatu miliknya, Footwork Productions juga mendapatkan keuntungan GBP 11,4 juta (Rp191,9 miliar). Tidak hanya dari bisnis, kontrak pribadi dengan brand-brand seperti Adidas, H&M, Kent dan Curwen dilaporkan bernilai GBP 5,5 juta (Rp92,5 miliar). Situs berita OK! pada akhir Desember lalu menyebut kekayaan Becks ada di angka GBP 280 juta (Rp4,7 triliun). (ren/ham)

Tags :
Kategori :

Terkait