Sertifikasi Khatib Disambut Pro Kontra di Daerah

Rabu 01-02-2017,15:00 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

CIREBON- Kementerian Agama (Kemenag) merancang program sertifikasi khatib. Rencana program sertifikasi khatib itu bahkan sudah disampaikan Menag Lukman Hakim Saifuddin dalam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR, Senin (30/1). Lukman menuturkan saat ini bangsa Indonesia sedang diuji dan arahnya pada disintegrasi bangsa.  Lalu, apa tanggapan para tokoh agama di daerah? Ketua Forum Kota Wali Cirebon Ustad H Dede Muharam Lc mengatakan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin terlalu berlebihan dengan rencana program sertifikasi khatib. Seharusnya, kata Dede, Kemenag bekerja sama dengan MUI mulai tingkat pusat sampai kota/kabupaten, untuk menggelar kegiatan peningkatan kapasitas dan kualitas khatib. Tujuannya agar khatib memiliki kafaah ilmiyah atau kecukupan ilmu dan mampu memahami nilai-nilai agama Islam secara utuh, luas, dan komprehensif. “Kalau ada program peningkatan dari Kementerian Agama dan MUI, saya yakin khatib lebih profesional,” ucapnya kepada Radar, Selasa (31/1). Di samping menguasai syarat dan rukun khutbah jumat, khatib harus mampu mempelajari jamaah dan problematika di daerah masing-masing. Karena itu, Dede Muharam menilai Kementerian Agama perlu melakukan upaya peningkatan kemampuan pada khatib. Bukan pada pengawasan tanpa pembinaan. Kalau mengawasi setelah terjadi “kriminalisasi” ulama dan tokoh-tokoh Islam yang duduk sebagai pejabat negara maupun pemerintahan, hal ini semakin menunjukan pemerintah saat ini memusuhi Islam dan ulama. Jika pengawasan khutbah benar-benar dilakukan, sambung Dede, rezim sekarang lebih buruk dibandingkan orde baru. Pasca reformasi, lanjut owner Andalus City ini, era demokrasi di Indonesia semakin maju dan berkembang. Keterbukaan informasi dan hak menyampaikan pendapat di muka umum tidak dibatasi secara berlebihan. Tapi selama ini masyarakat seolah diberikan ketakutan menyampaikan sesuatu secara terbuka. “Tidak perlu ada sertifikasi khatib. Itu berlebihan,” tegas Dede. Senada disampaikan Drs Otong Hasanudin dari Majelis Tarjih dan Tajdid PD Muhammadiyah Kota Cirebon. Dia  menjelaskan, sertifikasi khatib yang akan diterapkan pemerintah menunjukkan kemunduran. Mubalig berceramah, kata Otong, tidak bisa dibatasi oleh pemerintah. Padahal isi ceramah bisa saja mengingatkan pemerintah. “Jangan sampai pemerintah yang antikritik,” terang otong, kemarin. Pengurus IKADI Kota Cirebon, Komarudin, mengapresiasi pemerintah melakukan sertifikasi khatib jika tujuannya meningkatkan kualitas seorang dai. Tapi jika alasannya karena ada nuansa politik, itu yang patut dipertanyakan. Seorang dai, kata Komarudin, diperbolehkan berdakwah, walaupun hanya satu huruf atau satu ayat. “Mengapa pemerintah justru membuat aturan yang bertentangan dengan agama,” ujar Komarudin. Khatib, masih kata Komarudin, memiliki tanggung jawab yang besar karena pertanggung jawabannya langsung pada Allah SWT. “Tanpa harus diintervensi pemerintah, khatib sudah memiliki tanggung jawab besar terhadap apa yang disampaikan,” terang Komarudin. Ketua At Taqwa Centre Kota Cirebon H Ahmad Yani MAg mengatakan jika sertifikasi khatib dikaitkan dengan isu politik maupun persoalan yang menimpa Habib Rizieq, maka pihaknya tidak setuju. \"Kalau dikaitkan dengan beliau (Habib Rizieq, red) saya sebagai Ketua At Taqwa dan DKM Raya At Taqwa tentu sangat tidak setuju,” tandas Kang Yani- sapaan karib Ahmad Yani, kemarin (31/1). Jika itu tujuannya, Kang Yani mengatakan akan mengundang reaksi. “Saya rasa itu (sertifikasi khatib, red) belum tentu disambut baik oleh tokoh dan masyarakat umum. Karena mereka juga memandang itu hanya akan dijadikan legimitasi pemerintah dengan menyudutkan umat Islam dengan berbagai kepentingan pribadi,\" tegasnya. Namun, sambung Kang Yani, bila sertifikasi khatib ditujukan untuk meningkatkan kompetensi para dai dalam menyebarkan dan mensyiarkan Islam, pihaknya setuju. “Asal hal itu juga mesti ditindaklanjuti oleh lembaga lain untuk mendapat persetujuan dari berbagai tokoh umat Muslim,\" tandasnya. Terpisah, Ketua PCNU Kabupaten Cirebon KH Ali Murtadho MA mengatakan wacana sertifikasi khatib harus dilihat dahulu tujuannya. Apakah mempermudah dalam meningkatkan kesejahteraan para khatib seperti sertifikasi guru yang ada intensifnya. “Kalau seperti itu ya harus didukung,” ucapnya. Tapi, kata Kang Ali -sapaan akrab KH Ali Murtadho- kalau sertifikasi bertujuan membatasi gerak khatib dan mempersulit atau mempersempit dakwah, maka harus dipertimbangkan madharat dan manfaatnya. “Jadi menurut saya biar masyarakat yang menyertifikasi sendiri mana khatib yang layak tampil dan mana yang tidak layak sebagaimana yang sudah berjalan selama ini,” tuturnya. Senada disampaikan Wakil Ketua PCNU H Abu Tolhah Nawawi. Dia mengatakan,  Kementerian Agama harus lebih jelas dalam pensertifikasian khatib. “Jika dipikir lagi, yang namanya sertifikasi khatib itu tidak perlu dilakukan. Yang penting para khatib diarahkan. Jika melihat kondisi di lapangan, sertifikasi itu belum mendesak. Karena pada kenyataannya, masih sangat kondusif, khususnya di Kabupaten Cirebon,” terangnya. Penolakan juga disampaikan Ketua DPW PKB Jawa Barat yang juga mantan Ketua PWNU Jawa Barat, H Dedi Wahidi. Dia sangat tidak setuju dengan gagasan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin yang akan melakukan sertifikasi khatib. Menurutnya, hal tersebut justru akan menghambat para kiai dan ustad untuk mengajak umat Islam meningkatkan ketaqwaan kepada Allahg SWT. “Saya sangat tidak setuju adanya sertifikasi khatib, karena itu gaya orde baru yang sudah usang. Biarkan kiai dan ustadz melakukan ceramah, dan tidak perlu dibatasi dengan menerbitkan sertifikasi khatib,” tandas anggota Komisi X DPR RI ini, Selasa (1/2). Menurutnya, adanya sertifikasi khatib justru dikhawatirkan akan menghambat syiar Islam. Karena khatib yang diperbolehkan ceramah akan dibatasi. Kondisi ini tentu saja sangat tidak menguntungkan. Ketua Dewan Pembina Yayasan Darul Ma’arif Kaplongan Indramayu ini justru setuju dengan kondisi yang ada sekarang ini. Kalaupun ada ustad atau kyai yang ngelantur dalam ceramahnya, kata dia, biarkan undang-undang dan penegak hukum yang mengatur. “Biarkan saja seperti sekarang ini. Kalau ada yang ceramahnya sudah ngelantur atau bisa menghasut dan lain sebagainya, biarkan aturan yang bicara,” tandasnya.  (ysf/abd/via/sam/oet)

Tags :
Kategori :

Terkait