JAKARTA - Siapa yang bakal menjadi gubernur DKI Jakarta Periode 2017-2022 bakal ditentukan besok (19/4). Dua paslon yang lolos putaran kedua akan berebut suara dari sekitar 7,3 juta pemegang hak pilih. Pemerintah menjamin pemungutan suara putaran kedua bakal berlangsung dengan aman. Pemilih bisa menggunakan haknya dengan tenang. Kemarin Presiden Jokowi menggelar pertemuan mendadak dengan Wapres Jusuf Kalla dan stakeholder keamanan dalam negeri. Yakni, Menkopolhukam Wiranto, Kepala BIN Budi Gunawan, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, dan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. Pertemuan tidak dilangsungkan di ruang tertutup. Melainkan di beranda belakang Istana Merdeka yang menghadap langsung ke halaman dalam kompleks Istana Kepresidenan. Meski berlangsung dalam suasana yang terkesan santai, pembicaraan sekitar setengah jam itu membahas persoalan serius. Yakni, memastikan tidak ada gangguan apapun selama proses pemungutan dan penghitungan suara besok. Khususnya, gangguan terhadap pemilik suara yang akan menggunakan hak pilihnya di Tempat pemungutan Suara (TPS). Presiden mengatakan, hak pilih warga negara dijamin oleh konstitusi dan tidak bisa diganggu gugat. “Saya mengajak seluruh warga, semua warga yang memiliki hak untuk memilih, gunakan hak pilih itu tanpa ragu,” ujarnya usai pertemuan. Masyarakat pemegang hak suara di pilkada DKI dipersilakan menggunakan hak pilih sesuai keinginannya. Menurut Jokowi, dia sudah memerintahkan kepada jajaran pengamanan, baik Polri maupun TNI untuk menjamin kelancaran dan keamanan proses pemungutan serta penghitungan suara. “Semua warga harus dapat melaksanakan haknya tanpa gangguan, tanpa intimidasi dari pihak manapun,” lanjut mantan Gubernur DKI Jakarta itu. Karena itu, dia yakin pelaksanan pemungutan suara besok bakal berjalan tertib. Sehingga, bisa dihasilkan gubernur dan wakil gubernur yang memang dipilih oleh rakyat. Jika sudah demikian, maka apa pun hasilnya itu yang terbaik untuk Provinsi DKI Jakarta. Kapolri menuturkan, pihaknya bakal all out mengamankan pemungutan suara besok. Dia sudah menginstruksikan jajarannya untuk mengantisipasi gerakan massa ke Jakarta jelang hari H pemungutan suara. Kapolda Metro Jaya telah mengeluarkan Maklumat bersama KPU dan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta untuk melarang pengerahan massa. Terutama yang berpotensi mengintimidasi pemilih baik secara fisik maupun psikis. Intimidasi dalam pencoblosan itu bisa berupa banyak hal. Seperti, gerakan massa dari luar Jakarta untuk kampanye atau mengawasi pencoblosan. Menurutnya, keberadaan massa yang begitu besar di TPS itu bisa membuat intimidasi baik psikis dan fisik. “Keberadaan massa saat pencoblosan bisa memengaruhi prinsip kebebeasan dan kerahasiaan pemilih,” ujarnya. Karena itu, perintah juga disampaikan kepada para kapolda di Jawa dan beberapa di Sumatera untuk mengeluarkan maklumat yang sama. Bila ada pengerahan massa menuju Jakarta dengan tujuan politik, jajaran polda diminta mengecek betul apa tujuan mereka. Termasuk kemungkinan massa membawa senjata tajam. Bila terbukti ada pengerahan masa yang terkesan intimidatif, maka polri dengan kewenangan diskresinya bisa melakukan pengakan hukum. “Bahkan dalam bahasa yang lebih tegas, kami bisa amankan yang bersangkutan paling tidak 24 jam,” lanjutnya. Apalagi, bila terbukti mereka membawa senjata tajam, melakukan kekerasan, atau tindak pidana lain. Proses hukum sudah menanti. Menurut Alumnus Akpol 1987 itu, masyarakat di luar Jakarta tidak perlu ikut mengawasi pencoblosan di ibu kota. Sudah ada mekanisme pengawasan dalam proses pungut hitung suara di DKI Jakarta. Selain pengawas TPS yang ditunjuk Bawaslu, ada saksi paslon, pengamat independen, dan media massa. Dari sisi pengamanan, 65 ribu petugas bakal dikerahkan untuk menjamin kelancaran proses tersebut. Terdiri dari 20 ribu polisi, 15 ribu tentara, dan 30 ribu linmas. Secara kuantitas, jumlahnya lebih besar dari putaran pertama. ”Kalau ke Jakarta hanya untuk jalan-jalan silakan, tapi kalau untuk pilkada tidak boleh ,” ujarnya. Tito menegaskan, larangan pengerahan massa itu berlaku untuk semua, tanpa terkecuali. Tidak hanya untuk kelompok tertentu, seperti rencana tamasya Al Maidah. Khusus Tamasya Al Maidah, pihaknya sudah mendapatkan laporan bahwa niatnya adalah untuk mengawasi TPS agar tidak terjadi kecurangan. Peserta juga akan mencatat bila ada kecurangan yang terjadi. Dia juga sudah mengonfirmasi kekuatan massa, tidak akan sampai 1,3 juta seperti yang diisukan. \"Tidak semua TPS juga (yang diatangi). Hanya beberapa TPS tertentu yang dianggap berpotensi rawan kecurangan,\" tambahnya. Sementara Kadivhumas Mabes Polri Irjen Boy Rafli Amar menuturkan, untuk pengamanan ada dua fokus utama yang dilakukan. Yakni, pengamanan jalannya pencoblosan putaran kedua dan pengamanan ibukota. Jadi, Polri tidak hanya fokus untuk pilkada, namun juga berupaya menjaga ibukota agar tidak terjadi gangguan keamanan. ”Harapannya pencoblosan lancar dan ibukota juga aman,” paparnya. Dia menuturkan, jumlah personel gabungan Polri, TNI dan Linmas mencapai lebih dari 60 ribu orang. Harapannya, untuk satu TPS bisa dijaga satu personel Polri. ”Berbeda dengan sebelumnya yang satu personel Polri menjaga dua atau tiga TPS,” jelasnya. (byu/idr/far/sam/ydh)
Besok, Ahok atau Anies? Presiden Jamin Jakarta Aman
Selasa 18-04-2017,12:35 WIB
Editor : Husain Ali
Kategori :