Ciptakan Wadah Kreatif Anak Muda Era Global

Sabtu 13-05-2017,04:05 WIB
Reporter : Husain Ali
Editor : Husain Ali

MANUSIA sebagai insan berakal memiliki beberapa fase proses kehidupan, yakni lahir, menjalani kehidupan, lalu mati. (Gesta Bayuadhy, 2015). Dalam menjalani kehidupan ini, manusia mengalami satu fase yang akan menentukan arah hidupnya yaitu remaja atau anak muda. Pada fase anak muda, dia dikenalkan dengan berbagai hal-hal baru bukan hanya dari keluarga, namun lingkungan sekolah, lingkungan bermain dan lingkungan lainnya. Sehingga apa yang dia diserap, apa yang ditangkap, tentu itulah yang akan dibawa dalam mengarungi kehidupan selanjutnya. Dalam tulisan ini, saya mencoba untuk mengurai dan berusaha sedikit untuk menawarkan solusi atas permasalahan yang dihadapi anak muda. Yang utama adalah globalisasi yang memengaruhi tumbuh kembang anak muda, melalui budaya luar. Budaya masuk dengan jalan teknologi yang canggih seperti smartphone, laptop, televisi, dan lainnya. Tentu bila tidak dapat memaksimalkan kecanggihan teknologi secara positif, akan berdampak negatif bagi anak muda. Sehingga budaya luar mudah masuk dan diserap anak muda, tanpa memfilter budaya-budaya tersebut. Hal ini juga dipengaruhi tidak adanya wadah untuk merefleksikan kekreatifan anak muda yang sangat tinggi. Sehingga menunjang anak muda berontak dan melakukan hal-hal buruk yang menurut mereka baik seperti geng motor, tawuran, dan berbagai hal lainnya. PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP ANAK MUDA Globalisasi adalah sebuah fakta yang tidak bisa diingkari, revolusi teknologi, transportasi, informasi, dan komunikasi menjadikan dunia ini tanpa batas. Kita bisa mengetahui sesuatu yang terjadi di belahan dunia mana pun dalam hitungan detik melalui internet, televisi, dan lain-lain (Jamal Ma’mur Asmani, 2013). Di sinilah perlunya anak muda memahami secara maksimal dampak dari globalisasi tersebut. Jika dilihat dari sudut kebangsaan, anak muda adalah tonggak penerus kepemimpinan bangsa di masa depan. Apa yang terjadi jika anak muda saat ini banyak melakukan hal-hal negatif? Tengok kasus bom bunuh diri yang telah terjadi di Indonesia akhir-akhir ini. Pelaku bom bunuh diri Tamrin Jakarta pusat 14 Januari 2015 adalah seorang pemuda berusia sekitar 30-35 tahun. Bahkan beredar antara usia 16 sampai 40 tahun. Lima tahun silam tepatnya pada Jumat 15 April 2011, pelakunya adalah M Syarif, seorang pemuda berusia 32 tahun. (Marzuki Wahid, Blakasuta 2015). Hal ini diakibatkan kurangnya pemahaman agama, dan pengaruh orang lain yang mendokrin pemuda tersebut. Sehingga pahaman radikalisme ini terjadi pada anak-anak muda yang menggebu-gebu dalam mencari ilmu agama, namun mereka salah jalan dalam mencari ilmu tersebut. Menurut Menteri Agama yaitu Lukman Hakim Saefudin menyatakan bahwa aksi terorisme berakar dari pikiran yang kalut dan pemahaman agama yang kusut (Agus SB, 2016). Sehingga nilai-nilai karakteristik negeri ini yang penuh toleransi, damai, sopan, dan santun seakan-akan lenyap oleh pengaruh radikalisme tersebut. Selain pelaku bom bunuh diri, anak muda banyak melakukan hal-hal yang berdampak buruk pada dirinya, seperti tawuran pelajar, geng motor, pergaulan bebas atau seks bebas, pemerkosaan, dan berbagai hal lainnya. Belum lama, selasa 24 Mei 2016, penulis melintasi Jalan Pemuda Kota Cirebon melihat puluhan siswa dari beberapa sekolah di Cirebon di jalanan saling melempari batu. Beberapa warga sekitar mengalami ketakutan dan enggan melintasi jalan tersebut. Ironis kondisi negeri ini yang semakin kacau, terutama di Cirebon yang dahulu hingga sekarang dikenal sebagai daerah plural dan menebar toleransi. Namun, apa yang terjadi belakangan pada usia pelajar di Cirebon kondisinya sangatlah memprihatinkan. Apa yang terjadi dengan Cirebon jika kondisi anak mudanya seperti ini? Tawuran tak henti-hentinya melanda beberapa siswa. Entah karena dendam atau kebencian, mereka seakan tertutup dari hati nuraninya untuk menyayangi dan melindungi sesama makhluk hidup terutama sesama manusia. Tak hanya tawuran siswa, geng motor semakin merejalela di jalan-jalan kota dan bisa menelan korban siapa saja yang mereka lihat baik perempuan maupun laki-laki, baik tua maupun muda. Tak terhitung berapa korban yang sudah terjatuh karena ulah geng motor. Pelakunya tak lain adalah anak-anak muda dan didominasi kalangan siswa. Selain itu juga, terutama di Cirebon, banyak terjadi penyimpangan sosial seperti penyalahgunaan narkoba, seks atau pergaulan bebas, yang sekan-akan hal itu lumrah bagi kalangan anak muda. Justru hal tersebut adalah akar-akar dari permasalah di negeri ini. CIPTAKAN WADAH KREATIF ANAK MUDA Anak muda sebagai insan berakal, tentunya harus bisa memaksimalkan potensi diri melalui kreativitas yang positif. Dari permasalahan yang terjadi di Indonesia terutama di Cirebon, penulis menuturkan bahwa permasalahan ini berawal dari tidak adanya wadah untuk mengapresiasi kreativitas anak muda. Di mana anak muda memiliki potensi yang sangat tinggi apabila diberi ruang yang poisitf. Sebaiknya seluruh elemen baik masyarakat, para pendidik, pemerintah, dan seluruhnya harus bekerja sama untuk menciptakan wadah-wadah kreativitas bagi anak muda. Hal ini pula yang dilakukan Yayasan Fahmina dalam menanggulangi berbagai kasus yang terjadi pada anak muda, dengan menciptakan wadah kreatifitas seperti Pemuda Lintas Iman (Pelita), Sekolah Cinta Perdamaian (Setaman), Respect and Dialogue (Ready). Di mana yang penulis lihat, di sinilah anak muda diperkenalkan kepada nilai-nilai kebangsaan, kebhinekaan, toleransi, cinta damai, kasih sayang, dan lain sebagainya. Pemerintah seharusnya menciptakan ruang untuk belajar bagi anak-anak jalanan, memberikan tempat mereka untuk belajar, dan mengemban ilmu pendidikan. Selain itu juga adanya berbagai wadah kekreaifisan tentunya akan menumbuhkan karakter pada anak muda tersebut. Krisis moral dan karakter yang melanda negeri ini tentu bisa diatasi dengan menciptakan wadah-wadah kreativitas yang positif bagi anak muda. Dan, dari situ kita mencoba untuk memberikan pendidikan karakter yang berusaha menciptakan akhlak pada setiap anak muda, moralitas, adab, sopan santun, dan nilai-nilai luhur yang telah diwariskan. Selain itu juga, kritik terhadap pendidikan formal yang selalu mengedapankan keilmuan dibandingkan pendidikan karakter. Tentunya memengaruhi terhadap perkembangan sang anak yang selalu terfokus pada keilmuan dan memudarnya nilai-nilai luhur yang arif dan bijaksana. Menurut KH Hasyim Muzadi bahwa Indonesia masih menyimpan sistem pendidikan yang menyeimbangkan antara keilmuan dan pendidikan karakter sang anak yaitu melalui pendidikan pesantren yang di dalamnya sarat akan spiritualitas, nilai dan budaya luhur yang baik. Sebagai lembaga asli produk nusantara, pesantren menunjukkan ciri khas “gotong royong” yang merupakan tradisi masyarakat Indonesia (Lanny Octavia, dkk, 2014, Hlm. 7-8). Nilai-nilai lainnya yang dikembangkan oleh pesantren adalah kemandirian, kerjasama, cinta tanag air, kejujuran, kasih sayang, rendah hati, sopan santun, kedamaian, kesabaran, musyawarah, kesetaraan, dan toleransi. Di sinilah pentingnya wadah kreativitas berkaca kepada apa yang telah dilakukan pesantren. Jadi setiap wadah kreativitas baik itu bidang musikalisasi, jurnalistik, olehraga, keagamaan, seni lukis, dan lain sebagainya harus bisa menumbuhkan karakter-karakter yang berbudi luhur guna menciptakan anak muda yang berguna bagi nusa, bangsa, dan agama. Karena posisi anak muda sangatlah strategis. Merekalah yang akan meneruskan kepemimpinan bangsa ini. Penulis berharap semua elemen baik pemerintah, para pendidik, masyarakat, anak muda untuk bekerja sama dalam menghadapi revolusi globalisasi agar berdampak positif bagi anak muda dan seluruh masyarakat. Karena begitu kuat pengaruh teknologi transportasi dan teknologi informasi pada tumbuh kembang manusia, terutama anak muda. Di sinilah kita perlu menciptakan wadah kreatif anak muda guna menciptakan nilai-nilai luhur, dan mengurangi prilaku penyimpangan sosial. Harapannya, Indonesia ini tetap utuh dengan keberagamannya, dengan menjaga semboyan Bhineka Tunggal Ika . Bukan hanya dimaknai, namun diamalkan di kehidupan sehari-hari. Salam Perdamaian! (*) *) Pegiat Setaman Kabupaten Cirebon dan Mahasiswa Filsafat Agama IAIN Syekh Nurjati Cirebon.

Tags :
Kategori :

Terkait