Ajax Belajar dari Kekalahan Manchester United buat Musim Depan

Jumat 26-05-2017,19:35 WIB
Reporter : Husain Ali
Editor : Husain Ali

SOLNA – Kekalahan dua gol tanpa balas Ajax Amsterdam atas Manchester United dinihari kemarin (25/5) begitu menyebalkan. Sebab, sudah 21 tahun sejak terakhir kali klub berjuluk De Godenzonen tersebut menembus partai puncak kompetisi Eropa, tepatnya Liga Champions 1995-1996, sebelum ditundukkan Juventus via adu penalti 2-4. Namun, Peter Bosz berpendapat, kekalahan ini masih bisa dimaklumi. Itu jika menengok skuad Ajax musim ini. Dengan rata-rata usia para pemain 22,22 tahun, skuad Bosz boleh dikatakan merupakan generasi termuda yang pernah menembus final kompetisi Eropa. Ketika Ajax era Louis van Gaal menjadi kampiun Liga Champions 1994-1995, rerata umur pemain adalah 22,80 tahun. Dari komposisi tim musim ini, pemain tertua dipegang oleh gelandang bertahan asal Denmark, Lasse Schone, yang bakal genap berusia 31 tahun per Minggu nanti (28/5). Apalagi, berdasarkan statistik Opta Johan, rata-rata starting Ajax (22 tahun 282 hari) adalah yang termuda yang pernah bermain di pertandingan final kompetisi mayor Benua Biru. Matthijs de Ligt menjadi pilar termuda Ajax yang bermain melawan United kemarin. Bek 188 sentimeter itu baru berusia 17 tahun. Menurut editor Zonal Marking, Michael Cox, kekalahan Ajax terjadi karena Bosz terlalu kukuh untuk menerapkan strategi Total Football Johan Cruyff, yang kemudian dimodifikasi dengan Juego de Posicion Pep Guardiola semasa masih membesut Barcelona. Bosz tidak memikirkan anti-strategi jika Jose Mourinho, manajer United, memilih sepak bola pragmatis. Sesuatu yang dipelajarinya dari eks bosnya, Louis van Gaal. Dalam kolomnya di The Guardian, Cox menuliskan, Ajax hanya menikmati dominasi mereka selama 10 menit pertama, sebelum kemudian Paul Pogba menjebol gawang Andre Onana di menit 18, dan digandakan oleh Henrikh Mkhitaryan, tiga menit setelah paro kedua dimulai. Mou, jelas Cox, memberikan instruksi agar para penggawa Setan Merah, sebutan United, fokus kepada pergerakan beberapa pemain utama Ajax. Dari sektor flank, Juan Mata dan Mkhitaryan mengawasi dua fullback Ajax, Jairo Riedewald dan Joel Veltman. Marouane Fellaini hanya bertugas untuk memotong umpan-umpan milik Schone. Strategi ini sukses membuat tim dengan warna kebesaran Merah-Putih tersebut mati kutu. Mereka dipaksa hanya melakukan dribel dari sisi lapangan tanpa mendapat dukungan dari tengah. ”Akibatnya, Kasper Dolberg hanya mampu melakukan satu sentuhan sebelum diganti David Neres di menit 62,” tutur Cox. Bosz mengatakan, pencapaian Ajax hingga mampu menantang United dinihari kemarin merupakan hal yang luar biasa. ”Sebab, pada dasarnya mereka tidak dipersiapkan untuk final ini,” terang Bosz kepada AFP. ”Mereka masih bocah,” lanjut pelatih 53 tahun tersebut. Eks arsitek Maccabi Tel Aviv dan Vitesse itu berujar, para pemain muda tersebut bakal belajar dari kekalahan tersebut, dan menjadi lebih solid lagi di musim depan. ”Mereka telah belajar mengecap rasa pedih dari final,” kata Bosz seperti dilansir Voetbal Centraal. ”Aku yakin, jika kami mempertahankan gaya permainan kami, Ajax bakal diperhitungkan di kompetisi Eropa,” jelasnya. Ucapan Bosz itu diyakini oleh De Ligt dan Veltman. ”Perjalanan kami baru saja dimulai. Kami tetap harus menegakkan kepala, dan terus berkembang pasca hari ini (kemarin),” urai De Ligt kepada Football Oranje. ”Kami menunjukkan hasil positif dengan sepak bola yang kami usung. Aku yakin, cepat atau lambat kami bakal meraih trofi,” imbuh Veltman. (apu)

Tags :
Kategori :

Terkait