Jejak Kota Tua Tionghoa di Desa Jamblang (1)

Minggu 11-06-2017,23:35 WIB
Reporter : Husain Ali
Editor : Husain Ali

CIREBON – Etnis Tionghoa tersebar di wilayah Kota/Kabupaten Cirebon. Hal itu dibuktikan oleh sejarah panjang antara pribumi dan etnis tionghoa yang menyatu dalam satu ikatakan pernikahan. Asimilasi inilah yang kemudian melahirkan banyak keturunan etnis Tionghoa di wilayah Kabupaten Cirebon. Salah satunya, di Desa Jamblang, Kecamatan Jamblang. Bahkan, Jamblang kerap kali disebut sebagai kota tua tionghoa. Sejarah mencatat, daerah Jamblang menjadi pusat perdagangan bagi etnis Tionghoa. Namun, pusat perdagangan itu kini sudah tidak hidup lagi terhitung sejak tahun 1998. Demikian disampaikan tokoh Tionghoa Kecamatan Jamblang, Tek Hian (59), saat ditemui di Vihara Dharma Rakita, Sabtu (10/6). “Hubungan erat yang terjalin antara pribumi dan etnis Tionghoa itu kemudian melahirkan tongki (keturunan, red),” ujar Tek Hian. Namun, kata Tek Hian, keturunan tionghoa di Desa Jamblang ini sudah tidak lagi melakukan aktvitas peribadatan di Vihara Dharma Rakhita. Sebab, mayoritas mereka kini memeluk agama Kristen katolik. “Di sini memang mayoritas etnis Tionghoa. Tapi, rumah pemujaan sudah tidak lagi difungsikan sebagaimana mestinya. Bahkan, sepinya kelenteng sudah sepi sejak tahun 1985,” tuturnya. Selain itu, saat ini etnis Tionghoa yang tinggal di Jamblang tinggal puluhan orang. Tak sedikit dari mereka yang pindah domisili. Meski tidak ada lagi etnis Tionghoa di Desa Jamblang sembayang di Vihara Dharma Rakhita, kata Tek Hian, tamu dari berbagai berbagai Kota/Kabupaten Cirebon kerap kali mengunjungi klenteng ini. Sebab, kelenteng ini merupakan warisan leluhur tertua yang ada di Cirebon. “Tidak ada cacatan bahwa kelenteng ini dibuat tahun berapa. Tapi, rumah pemujaan ini mulai dipugar sejak tahun 1785 yang proses pembiayaanya dengan urunan dari penduduk Desa Jamblang dan sekitarnya,” kata pria yang tinggal di Blok Tanjankan Lebak, Desa Jamblang, itu. Berdasarkan cerita lain, Kelenteng Jamblang dibangun bersamaan dengan pembangunan Masjid Sang Cipta Rasa di Kasepuhan. Dia mengungkapkan, jejak sejarah keberadaan etnis Tionghoa bukan hanya itu saja. Keberadaan makam cina Kutiong dan bangunan kuno peninggalan etnis Tionghoa masih berdiri kokoh. Tepat di sebelah keleteng terdapat bangunan tua yang dibangun pada tahun 1905. “Untuk bangunan tua seperti rumah-rumah itu kurang terawat. Tapi, kontruksi bangunan masih kokoh. Terkecuali kelenteng. Sebab, kelenteng terus dipelihara. Sehingga bangunan pun masih kokoh. Alat-alat yang ada di keleteng pun peninggalan zaman dulu,” pungkasnya. (sam)

Tags :
Kategori :

Terkait