Teken Aturan Full Day School, Mendikbud: Tak Mematikan Diniyah

Rabu 14-06-2017,14:05 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

JAKARTA- Kemendikbud resmi merilis Peraturan Menteri (Permendikbud) Nomor 23 Tahun 2017 kemarin (13/6). Dengan dikeluarkannya Permendikbud ini, maka kebijakan sekolah selama 5x8 jam seminggu telah resmi berlaku. Dalam permen, disebutkan bahwa hari sekolah berlangsung selama 8 jam sehari selama lima hari dalam seminggu. Atau jika ditotal adalah 40 jam seminggu. Dalam durasi sepanjang itu, peserta didik hanya diberi kesempatan beristirahat selama setengah jam atau 2,5 jam selama seminggu. Namun demikian, sekolah diperbolehkan untuk menambah waktu istirahat sesuai kebutuhan. Mendikbud Muhadjir Effendy bersikukuh bahwa model full day school (FDS) sudah mendapat lampu hijau dari Presiden Jokowi. Bahkan, ia diminta melakukan piloting untuk uji coba terlebih dahulu tahun lalu. “Karenanya, waktu itu dipilih 1.500 sekolah,\" ujar Muhadjir Effendy kemarin (13/6). Untuk implementasi kebijakan tahun ini, sudah ada sekitar 9.300 sekolah di 11 provinsi yang mengajukan. Jumlah ini jauh lebih besar dari terget 5.000 sekolah sebelumnya. “Kebijakan ini tidak dipaksakan. Boleh saja kalau ada yang menolak. Seperti UNBK (Ujian Nasional Berbasis Komputer) saja, ada yang nolak karena alasan komputer,\" jelasnya. Meski, pada akhirnya jumlah peserta UNBK jauh lebih banyak daripada ujian tulis dengan memanfaatkan sumber pendidikan lain. Selain itu, lanjut dia, penentuan mana saja sekolah yang akan menerapkan kebijakan ini bukan dilakukan oleh pihaknya. Tapi, sepenuhnya berada di tangan dinas pendidikan setempat yang paling tahu soal kondisi masing-masing sekolah. Disinggung soal kekhawatiran hilangnya peran diniyah dan kegiatan religi lain akibat kebijakan ini, mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu menampik tegas. Kebijakan ini, kata dia, justru akan mensinkronkan program penguatan karakter antara sekolah dan kegiatan diniyah dan kegiatan keagamaan lain. “Ya kan 8 jam ini bukan berarti isinya full pelajaran. Tidak,\" ungkapnya. Dia mencontohkan hari sekolah yang sudah dilakukan di Kabupaten Siak, Riau. Di sana, pihak sekolah sudah bekerja sama dengan madrasah tempat anak-anak biasa mengaji. Sehingga, usai mendapat mata pelajaran di kelas, langsung digantikan dengan pendidikan keagamaan madrasah. “Modelnya, setelah selesai, mereka ada pemberian makanan oleh pemda. Kemudian, diganti oleh ustad-ustad untuk pendidikan diniyah,\" jelasnya. Beda lagi dengan di Pasuruan, Jawa Timur. Usai kegiatan belajar mengajar di kelas, anak-anak akan diarahkan menuju diniyah untuk memperoleh pendidikan keagamaan. “Saya juga usulkan agar nilai mata pelajaran agama nanti turut mempertimbangkan nilai dari pelajaran di diniyah. Jadi tidak sepenuhnya yang dari sekolah saja,\" paparnya. Sementara, soal permakanan bagi anak di sekolah, Kemendikbud akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah, kementerian kesehatan serta komite sekolah. Sehingga, makanan anak-anak bisa terjamin tanpa harus membebani orang tua siswa. \"Kemenkes kan juga ada program pemberian makanan tambahan bagi anak. Nanti kita maksimalkan. Tapi ya jangan dibayangkan seperti boarding school yang ada dapur dan lainnya,\" ungkapnya. (mia/jun/tau)

Tags :
Kategori :

Terkait