Borok KPK Terkuak, Giliran Novel Baswedan dan Johan Budi Diseret

Rabu 26-07-2017,23:45 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

JAKARTA - Borok-borok yang terjadi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali terkuak. Ini mulai adanya dugaan suap terhadap pimpinan antirasuah, serta pengancaman saat proses pemeriksaan oleh penyidik KPK. Hal itu berdasarkan keterangan Muhtar Ependi, orang dekat mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar, serta Yulianis yang diketahui anak buah mantan Bendahara Partai Demokrat M Nazaruddin. Muhtar merupakan terpidana perkara memberikan kesaksian palsu dan mengerahkan saksi untuk memberikan keterangan tidak benar dalam sidang Akil. Saat diundang Pansus Hak Angket KPK DPR RI, dia mengutarakan, penyidik KPK Novel Baswedan melakukan pengancaman kepada dirinya saat melakukan penyelidikan kasus suap sengketa pilkada di MK. \"Ancaman pertama dari Novel pada 23 Oktober 2013. Penggeledahan pertama, saya belum ditetapkan sebagai saksi. Ancaman itu berbunyi \'kalau Pak Muhtar tak mau kerja sama, saya akan penjarakan Pak Muhtar 20 tahun dengan 4 pasal memberatkan\',\" ucap Muhtar yang menirukan kata-kata Novel Baswedan kala itu di Komplek Parlemen, Senayan, Selasa (25/7). Tidak hanya itu, Muhtar juga mengaku diancam akan dimiskinkan sebagaimana mantan Kakorlantas Mabes Polri Irjen Pol Djoko Susilo. Bahkan Novel juga mengatakan dengan nada keras \'jangankan polisi, presiden pun bisa dirinya tangkap\'. \"Demi Allah, demi Rasulullah, isteri saya saksinya,\" tandas dia. Muhtar merasa ancaman Novel terbukti. Dia akhirnya dipenjara selama lima tahun. Namun, hukumannya terus ditambah dengan kasus-kasus lain yang tak diketahuinya. \"Ancaman terbukti dilakukan beliau (Novel, red), saya dipenjara lima tahun bukan pasal koruptor karena itu pidana umum. Dikenakan empat pasal,\" aku Muhtar yang kini kembali menyandang status tersangka suap pengurusan sengketa Pilkada Kabupaten Empat Lawang dan Kota Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel) di MK itu. Muhtar juga mengaku penambahan pasal-pasal hukum terhadap dirinya diterima saat sudah menjalani hukuman tiga tahun penjara. Novel terus menerapkan pasal demi pasal kepadanya. \"Yang anehnya, setelah tiga tahun saya menjalani proses pesantren hukuman di Sukamiskin (LP Sukamiskin Bandung, red), saya ditetapkan pasal yang aneh. Perkara sama, Akil Mochtar, saksi sama, aku dengar berubah tanggal. Ini taktik Novel Baswedan supaya saya dipenjara 20 tahun. Mereka juga menyiarkan ke media, bila saya tersangka dengan pasal 12C, yaitu hakim menerima hadiah atau janji. Saya tahunya dari media ditetapkan sebagai tersangka,\" urainya. Muhtar menambahkan, saat Ramadan 2016 lalu, ada orang yang mengaku utusan dari Johan Budi Sapto Prabowo, mantan Juru Bicara (Jubir) dan Wakil Ketua KPK mendatanginya di LP Sukamiskin. Orang tersebut menawarkan karena mau Lebaran dan agar ada tunjangan hari raya, maka harta miliknya dibagi dua. \"Harta Pak Muhtar bisa kita kembalikan apabila Pak Muhtar mau tanda tangan harta itu dibagi dua. Hak jual harus diserahkan ke mereka (utusan Johan Budi, red),\" katanya. Namun, Muhtar menolak karena merasa itu harta halal dan bukan dari korupsi. Pansus kemudian mencecar apa benar yang disebut Muhtar soal utusan Johan Budi. Tanpa ragu, Muhtar berani menjamin bahwa apa yang dikatakannya adalah benar. \"Utusan Johan Budi, namanya lupa saya tapi nomor HP-nya ada di saya. Kalau saya ngarang, dosa pak!\" ungkapnya. Menurut Muhtar, utusan itu bukan orang KPK. Tapi, kepada Muhtar mengaku asli orang Jogjakarta dan Jakarta. \"Ada tiga orang datang, yang dua orang Jakarta,\" tandasnya. Di tempat terpisah, Johan Budi membantah pernyataan Muhtar yang menyebut dirinya pernah meminta bagian dari uang sitaan lembaga antirasuah. Johan justru bertanya balik kapan Muhtar mengeluarkan pernyataan itu. Sebab, dia tidak tahu mengenai apa yang dituduhkan tersebut. \"Saya baru dengar ini. Apalagi orang memakai nama saya ya saya tidak tahu. Tapi yang pasti, saya nggak tahu soal ini,\" ujar pria yang kini menjabat Jubir Presiden itu. Johan mengaku tidak kenal dan tak pernah bertemu Muhtar. Lagipula, mekanisme pengembalian uang sitaan di KPK harus melalui ketetapan pengadilan. \"Nggak bisa dinegosiasi begitu, itu kan kewenangan ada di penyidik. Apakah harta ini disita atau tidak. Yang kedua diputuskan nanti juga diproses di pengadilan. Main deal-deal nggak bisa,\" tegasnya. Karena tidak pernah berurusan dengan Muhtar, Johan mempertanyakan siapa orang yang disebut Muhtar sebagai orang suruhannya. \"Saya nggak pernah berurusan dengan Muchtar. Kalau ada orang mengaku saya suruh itu, ya kamu cek aja itu siapa namanya,\" pungkas dia. Usai mendengarkan keterangan Muhtar, Wakil Ketua Pansus Hak Angket KPK Masinton Pasaribu mengatakan, pihaknya akan terus melakukan pemanggilan kepada para saksi yang mengetahui secara jelas adanya penyimpangan di lembaga anrtirasuah selama ini. \"Dari keterangan dua orang yang kita panggil, sudah mulai terkuak borok yang ada di KPK selama ini. Kemungkinan besar masih banyak dan kita akan terus melakukan pemanggilan,\" ujarnya kepada wartawan di Komplek Parlemen, Senayan, kemarin. Diamini Wakil Ketua Pansus Hak Angket KPK lainnya, Taufiqulhadi. Dia juga mengutarakan hal lainnya soal Fraksi Gerindra memutuskan untuk menarik diri dari keterlibatan di Pansus Angket. \"Saya sudah sampaikan, jangankan tinggal enam fraksi. Tinggal satu fraksi saja kita jalan terus,\" tukasnya. Setelah Gerindra hengkang dari keanggotaan Pansus Angket KPK, kini enam fraksi masih kukuh melanjutkan langkah politik itu. Semuanya dari partai pendukung pemerintah antara lain PDI Perjuangan, Golkar, PKB, PPP, Nasdem dan Hanura. (aen/fat/boy)

Tags :
Kategori :

Terkait