Serunya Berburu Barang Bekas di Pasar Loak Jl Pulasaren

Senin 31-07-2017,16:50 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Dedi Haryadi

CIREBON- Siapa bilang barang bekas pakai tak lagi berguna? Dengan kondisi seadanya, banyak yang menjadi pelanggan setianya. Dari alat rumah tangga sampai mesin industri. Yoga Iswara sedang kegirangan. Ia baru saja menemukan sebuah kamera analog Canon FTB dari salah seorang penjaja barang bekas. Tak perlu merogoh kocek dalam, pehobi fotografi itu mendapatkan barang buruannya dengan harga yang pas. Secara fisik memang sudah tak mulus-mulus amat. Beberapa bagian body yang terbuat dari magnesium alloy sudah agak menguning. Maklum, kamera legendaris itu dirilis tahun 1970-an. Tapi, lain luar lain pula dalamnya. Seluruhnya masih berfungsi, bahkan saat diisi film dengan iso 200, tangkapan gambarnya jernih. Hanya ada minus jamur di lensanya. Pengalaman yang dirasakan Yoga, boleh jadi dialami juga oleh Joko Suyudi (60). Ia baru saja menuntaskan transaksi sebuah bor keluaran Makita. Alat itu dibelinya sekadar untuk memperbaiki perabot rumah yang perekatnya menggunakan semacam pasak. “Sekali coba belum yakin. Coba lagi, kok mesinnya masih halus. Ya sudah saya beli,” ucapnya. Yoga dan Joko merupakan contoh para pembeli pasar loak yang mendapatkan barang buruannya. Asal pintar memilih, pintar nawar, dijamin tak bakal menyesal. Kehadiran pedagang barang bekas di Jl Pulasaren memang menyajikan banyak cerita. Apa saja yang bisa diperjualbelikan dan memiliki nilai rupiah, pasti tersedia. Entah bagaimana awalnya, kemunculan pasar loak di kawasan itu tumbuh begitu saja. Peminatnya juga tidak pernah berkurang. Setiap harinya selalu ramai, apalagidi akhir pekan. Andi Suwandi (46) bahkan sudah 15 tahun menikmati rezeki dari berjualan barang seken. Ia menjual peralatan elektronik. Meski bekas, hingga kini ia mengaku masih banyak pelanggan setia yang datang. Baginya, pelanggan sudah cukup menjadi saksi bahwa barang yang dijualnya bukan abal-abal. “Kadang ada orang lewat, mampir untuk lihat-lihat. Kalau sudah cocok, biasanya beli,” ujar Andri di lapaknya. Meski bekas, berbagai peralatan seperti kipas angin, mesin ketik, blender hingga mesin pompa air, masih dalam kondisi prima. Sebelum dijual, Andi kerap menyortir barang yang diterimanya. Kalau ada kerusakan, biasanya langsung diservis. “Pokoknya pas dijual itu ya kondisinya sudah siap pakai,” tuturnya. Dari berdagang di emperan, ia telah menghidupkan perekonomian keluarga. Dalam sehari ia bisa meraup untung Rp450 hingga Rp500 ribu tergantung ramai atau tidaknya pembeli. Usaha barang loak menurutnya cukup menjajikan mengingat modal dan nilai jualnya yang punya selisih lumayan. Belakangan ini, Andi mengaku, para pembeli kian ramai. Itu tidak lepas dari kian beragamnya barang-barang yang dijual. Bahkan ada juga pedagang yang menjajakan alat-alat pertanian, perlengkapan cuci motor, kompresor angin sampai sepeda. Tapi, ia tak memungkiri, berjualan loak seringkali diidentikan dengan barang curian dan pasar gelap. Padahal, para pedagang menerima barang-barang bekas dari para pemiliknya. Lain dengan dulu, di mana pedagang seringkali berkeliling untuk mencari barang-barang layak jual. Lain lagi dengan warga Jalan Perjuangan RT/05 RW/10, Yanto. Ia sudah 12 tahun berjualan sepeda bekas berikut aksesorinya. Selain menjual, ia juga menerima jasa perbaikan. Setiap harinya disibukkan ia disibukan dengan”pasien-pasiennya”. “Sudah lama di sini, jual sepeda bekas sama alat-alat gir, rantai, stangnya. Tapi lebih banyak pendapatan masuk dari nyerpis sepedanya,” paparnya. Berjualan sepeda sembari membuka layanan servis ternyata membuat pelanggannya merasa dimudahkan. Ada yang membeli sepeda untuk anak usia 3 tahun. Setelah anaknya beranjak dewasa, langsung tukar tambah dengan sepeda yang lebih besar. Dari proses seperti ini, Yanto seringkali mengantongi uang lebih. Pasar loak memang membidik segmen menengah ke bawah. Terutama masyarakat dengan daya beli setengah dari harga yang dijual di toko. (myg)

Tags :
Kategori :

Terkait