BOS Masih Dapat,  Siswa Titipan Terancam Tak Dapat Ijazah

Jumat 04-08-2017,12:05 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

  CIREBON – Pembatasan rombongan belajar (rombel) di semua sekolah, berimbas pada siswa yang masuk dari jalur ”belakang” Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Lantaran tak terdaftar dalam rombel resmi, mereka kesulitan dapat Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan terancam tak masuk daftar pokok pendidikan (dapodik). Masalahnya, dapodik adalah sistem pendataan skala nasional yang terpadu dan merupakan sumber data utama pendidikan nasional. Besar kemungkinan siswa tambahan ini tak bisa ikut ujian nasional (UN) dan mendapatkan ijazah. “Saya khawatir dengan pendataan siswa. Dapodik itu terpusat di Kemendikbud (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan),” ujar Kepala Dinas Pendidikan, Jaja Sulaeman, Kamis (3/8). Menurut dia, sampai saat ini belum ada solusi mengenai dapodik. Kemendikbud besar kemungkinan hanya mendata siswa yang masuk melalui jalur online. Sedangkan siswa titipan belum dipastikan. Karena itu, Disdik khawatir bila sampai lulus datanya tidak masuk, berakibat buruk pada siswa titipan itu sendiri. Diantaranya tidak mendapatkan ijazah dan sulit untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi. Sedangkan untuk persoalan anggaran BOS bagi siswa titipan, masih bisa ditangani dengan solusi yang ada karena itu masih ada ranah kebijakan daerah. Salah satunya dengan menambah besaran BOS kota. Sejauh ini, BOS untuk tingkat SMP hanya Rp1.450.000/anak/tahun. Dari jumlah itu, bantuan dari pemerintah pusat Rp1 juta, sisanya Rp450 ribu berasal dari APBD Kota Cirebon. “Kalau siswa titipan mengandalkan BOS Kota, jumlahnya hanya Rp450 ribu. Masih kurang untuk kegiatan operasional sekolah,” ucapnya. Dengan adanya persoalan ini, jumlah BOS pusat dan kota minimal sama. Untuk BOS SD, dari pemerintah pusat Rp800 ribu. Sedangkan dari Kota Cirebon hanya Rp200 ribu setiap anak pertahun. Padahal, anggaran BOS itu untuk kegiatan operasional. Termasuk menggaji guru honorer yang membantu proses belajar mengajar. Terlebih, tahun 2019 nanti guru PNS hanya setengahnya saja. Pada sisi lain, moratorium masih berlaku. “Masalah ini sudah kita sampaikan ke Komisi III DPRD. Kita sampaikan juga ke ketua DPRD yang memaksa walikota membuka kuota titip menitip,” tuturnya. Lebih dari itu, Jaja punya kekhawatiran lain. Keberadaan siswa titipan berpengaruh pada pendidikan karakter. Padahal, 50 persen pendidikan itu karakter. Ketika siswanya penuh, ruang belajar tidak nyaman, guru lelah, upaya pembentukan karakter menjadi tidak maksimal. Sementara itu, Sekretaris Daerah, Drs Asep Dedi MSi mengatakan, persoalan PPDB selalu sama setiap tahun. Aksi titip menitip tidak kunjung berhenti. Karena itu, ia berharap ke depan ada formulasi khusus yang menutup peluang titip menitip. “Ini sudah merusak dunia pendidikan. Masa depan anak tergadaikan sejak dini,” ucapnya. Dengan aksi titip menitip, secara tidak langsung mengajarkan anak untuk berbuat curang dengan menghalalkan segala cara. Hal ini akan membekas pada pribadi anak tersebut. Karena itu, Asep berharap disdik dan tenaga pengajar di SMPN Kota Cirebon, agar lebih menekankan pendidikan karakter kepada seluruh siswa. Khususnya yang baru masuk tahun ini. Menurut Asep, sistem zonasi sudah berjalan baik. Hal itu merupakan amanat dari pemerintah pusat. Saat penutupan PPDB, pria berkacamata itu menilai pelaksanaan tahun ini berjalan baik sesuai harapan. Namun, gelombang pemaksaan terjadi setelahnya. Padahal, siswa baru sudah masuk hari belajar sekolah. Pemaksa kehendak ini merupakan rangkaian. “Ini berangkat dari desakan orang tua, lalu ada pihak menjadi makelar PPDB. Mereka berkoordinasi dengan dewan sebagai bentuk aspirasi, menekan pemegang kebijakan tertinggi dan akhirnya berhasil menjebol kuota PPDB yang selama ini terjaga,” sesalnya. (ysf)  

Tags :
Kategori :

Terkait