Musim Kemarau, Tanaman Bawang di Losari Kering

Kamis 14-09-2017,10:35 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Dedi Haryadi

CIREBON- Kemarau membuat para petani di Kabupaten Cirebon kelimpungan. Mereka harus menanggung kerugian akibat gagal panen. Dan yang paling miris adalah kondisi para petani bawang. Untuk setiap hektare lahan yang gagal panen, harus menanggung kerugian tak kurang dari Rp50 juta. Kepala Desa (Kades) Mulyasari, Kecamatan Losari, Amin, mengatakan seluruh lahan pertanian bawang di desanya mengalami gagal panen. Hal tersebut dikarenakan cuaca ekstrem dan serangan hama tanaman. “Kemarau tahun ini hampir seluruh lahan pertanian gagal panen. Yang paling parah terkena dampaknya adalah petani bawang. Kerugiannya luar biasa besarnya, miliaran rupiah kalau dikalkulasikan,” ujarnya saat ditemui Radar Cirebon. Umumnya, tanaman bawang mulai menunjukkan gejala-gejala terserang penyakit saat memasuki usia tanam satu bulan. Ciri-cirinya, diawali dari daun tanaman yang perlahan-lahan mati dan berwarna coklat kusam. Lalu  beberapa hari kemudian langsung mati kering tak bisa diselamatkan. “Kita juga mau berusaha, pakai obat dan kita semprot rutin, cuma kondisinya begitu. Kalau dipaksakan kerugian bisa lebih besar lagi,” imbuh pria yang juga memiliki beberapa hektare tanaman bawang yang juga gagal panen. Untuk menghindari kerugian yang lebih besar, para petani pun terpaksa meninggalkan lahan pertanian dan membiarkan bawang-bawang tersebut mati tanpa bisa dinikmati hasilnya. “Tahun kemarin tak begini, sekarang parah. Sebenarnya petani bawang selalu menyediakan air, apalagi sudah bisa pompanisasi. Cuma karena cuaca ekstrem dan hama. Panasnya terlalu ekstrem. Jadi air yang ada seperti gak mempan, tanah dan tanaman langsung kering,” ujarnya. Total luas lahan pertanian di Desa Mulyasari yang digunakan untuk pertanian bawang tidak kurang dari 20 sampai 25 hektare dari luas lahan yang ada. Dari jumlah itu, sebagian besar tidak bisa diselamatkan. “Yang kasihan itu kalau yang modal awalnya harus pinjam ke bank. Dengan kondisi ini, hampir dipastikan tidak bisa membayar kredit,” bebernya. Dia pun meminta pemerintah segera turun tangan, membantu petani agar tidak mengalami kerugian yang lebih besar. “Kalau bisa ada dukungan kredit lunak untuk modal. Sekarang banyak juga petani yang utang ke bank untuk modal awal. Ini yang kasihan dan perlu diperhatikan,” katanya. Sementara salah satu petani, Kadina (50) mengatakan pihaknya harus menanggung kergian yang tidak sedikit akibat kondisi gagal panen kali ini. Tak ada satu pun lahan bawangnya yang bisa dipanen. Hampir seluruhnya kering. Saat bawang dicabut, umbinya kecil-kecil dan kering serta tidak layak jual. “Saya bingung. Ruginya tidak sedikit. Saya tanam tidak sedikit, tinggal dikalikan saja ruginya berapa. Tapi mau bagimana lagi, risiko bertani bawang ya begini. Kalau hasil ya untung, kalau rugi ya bisa bangkrut,” akunya. Sementara itu, secara umum tidak kurang dari sekitar 1.000 hektare sawah di Kabupaten Cirebon mengalami kekeringan. Selain karenakan sulitnya mendapatkan pengairan, juga akibat belum optimalnya pengairan dari Waduk Jatigede. “Kalau angka tepatnya saya lupa ya. Tapi ada di kisaran seribuan hektare yang kekeringan,” ujar Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon DR H Ali Effendi MM kepada Radar. Namun demikian Ali mengungkapkan, seribuan hektare sawah yang mengalami kekeringan tersebut masih pada tahap ringan hingga sedang. “Kekeringan yang terjadi tidak parah sekali ya, masih ringan dan sedang. Artinya, kekeringan ini masih tetap mendapatkan air, walaupun sedikit. Sehingga tidak total tidak ada airnya,” tutur mantan Kadis Kelautan dan Perikanan ini. Pihaknya memastikan hingga saat ini tidak ada lahan pertanian yang mengalami gagal panen. Tetapi, Ali juga tidak menampik di beberapa area persawahan sudah sulit mendapatkan pasokan air. “Memang karena kemarau, sehingga banyak sawah yang sulit mendapatkan air. Pasokan air dari berbagai saluran irigasi pun mulai berkurang, bahkan hingga sedikit air yang mengairi sawah,” ujarnya. Begitupun air dari Waduk Jatigede belum berfungsi secara optimal di Kabupaten Cirebon. Pasalnya, berbagai saluran tengah dalam pembangunan dan perbaikan. Sehingga untuk tahun 2017 ini belum bisa optimal mendapatkan air dari Waduk Jatigede. Untuk saluran pengairan dari Waduk Jatigede, pihaknya pun sudah melakukan komunikasi dengan BBWSCC. “Kita sudah komunikasi dengan BBWS. Insya Allah untuk tahun depan (2018, red) pasokan air dari Jatigede akan bisa optimal,” tuturnya. Sementara itu, delapan kabupaten/kota di Jawa Barat darurat kekeringan. Meskipun saat ini belum dirasa terlalu parah. Gubernur Jabar Ahmad Heryawan mengatakan, situasi tersebut terjadi karena dampak musim kemarau. Tercatat sedikinya selama 60 hari tidak ada hujan. ”Darurat kekeringan mungkin di beberapa daerah saja. Darurat itu di Ciamis, Cianjur, Indramayu, Karawang, Kuningan, Sukabumi, Banjar dan Tasikmalaya,” katanya di Gedung Sate, Bandung. Dia menilai kondisi kekeringan di Jabar masih relatif biasa. Namun, di delapan kota/kabupaten tesebut dirasakan cukup parah. Pria yang akrab disapa Aher itu mengatakan Pemprov Jabar telah menyiapkan sejumlah langkah antisipasi untuk membantu daerah yang mengalami kekeringan. Salah satunya menurunkan bantuan pompanisasi. (dri/den/JPG)

Tags :
Kategori :

Terkait