Petani Bawang Merugi, Tengkulak Untung Besar, Ini Sebabnya

Jumat 13-10-2017,21:09 WIB
Reporter : Husain Ali
Editor : Husain Ali

CIREBON - Harga bawang merah di tingkat petani, merosot tajam. Kondisi ini karena para petani belum bisa menguasai harga dari hulu sampai hilir. Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Cirebon R Cakra Suseno mengatakan, persoalan harga di tingkat petani bukan hanya terjadi pada petani bawang saja. Namun juga berlaku pada petani tebu maupun petambak garam. “Petani kerap kali menjerit, saat harga di tingkat petani anjlok. Sementara di tingkat pasar meroket. Ini yang kerap kali dihadapi petani. Untuk menyelesaikan masalah ini, maka perlu ada formulasi yang diciptakan pemerintah,\" ujar Cakra kepada Radar Cirebon.  Politisi Partai Gerindra itu menjelaskan, sistem penjualan bawang hingga harga merosot tajam, karena petani tidak menguasai pasar. Akibatnya, petani mengalami kerugian. Kalaupun untung, kata Cakra, keuntungannya hanya 30 persen. Sementara 70 persen dikuasai pedagang yang ada di pasar dan tengkulak. Padahal, yang mempunyai risiko paling besar dari hasil panen bawang adalah petani. \"Ketika terjadi serangan hama, pengaruh cuaca dan terjadi bencana, petani yang rugi. Sementara yang untung tetap mereka para pedagang pasar dan tengkulak. Cost produksi petani dari awal tanam sampai panen dengan keuntungan pelaku pasar sangat jomplang,\" terangnya. Menurutnya, agar petani bawang tidak rugi, perlu peran pemerintah. Salah satunya membuat sentra bawang atau pasar bawang di satu wilayah tertentu. Sehingga, harga bawang bisa dikendalikan oleh petani itu sendiri. Namun sayangnya, hukum pasar di Indonesia masih belum jelas, karena banyak yang bermain. \"Sistem pertanian kita itu salah. Kalau di luar negeri hasil panen sampai penjualan di tingkat pasar dikelola petani. Sehingga tidak ada kata rugi bagi petani. Tapi, sistem itu belum bisa diterapkan di Indonesia, karena kita belum mampu, mengingat perlu dukungan anggaran yang besar,\" jelas Cakra. Dia menilai, langkah pemerintah pusat dengan memberikan subsidi kepada petani melalui pupuk, bibit, alat-alat pertanian, kurang tepat. Jika melihat kondisi saat ini yang mengakibatkan banyak petani menjerit dari hasil panen lantaran merugi. \"Lebih baik subsidi itu yang diberikan pemerintah pusat dialihkan untuk subsidi membeli hasil panen petani. Contohnya, di petani harga bawang seumpama Rp 7 ribu/kg. Pemerintah memberikan subsidi Rp 2-3 ribu/kg-nya. Artinya, pemerintah harus mengakomodasi hasil proses penjualan bawang di tingkat petani,\" paparnya. Disinggung soal keinginan petani agar pemerintah melalui Bulog membeli hasil panen petani bawang, Cakra menjelaskan, Bulog hanya fokus pada beras. Karena penyalurannya jelas dan sesuai Instruksi Presiden (Inpres). Sementara daging, bawang, gula, jagung sifatnya penugasan. \"Memang Bulog tidak bisa membuat gudang khusus bawang karena persoalan anggaran. Di samping itu, bawang cepat menyusut dan membusuk. Tapi, apa pun yang menjadi masalah petani di Kabupaten Cirebon saat ini, menjadi PR kami dari komisi II untuk menindaklanjuti dan mencari solusi, agar mereka tidak rugi secara berkesinambungan,\" pungkasnya. Terpisah, aktivis Cirebon Timur Adang Juhandi mengatakan, seharusnya petani mulai dilibatkan dalam proses pascapanen. Salah satunya dengan memberikan fasilitas agar petani bisa langsung mendistribusikan hasil panennya ke pasar. “Sistem ini sebenarnya bukan sistem baru. Pemerintah juga sudah sering sampaikan, namanya system on farm. Jadi, petani dilibatkan dalam proses pascapanennya. Cuma memang saya yakin tidak mudah, mengingat terlalu banyak pemainnya. Ada pengepul, ada tengkulak, bandar besar dan lain-lain,” bebernya. Karena itu, pemerintah seharusnya sudah turun dan membantu membeli bawang milik petani. Karena jika hasil panen kali ini langsung dilepas ke pasar, maka kerugian para petani akan semakin besar. (sam/dri)

Tags :
Kategori :

Terkait