Pelonggaran Impor Bikin Produsen Tekstil Resah

Kamis 19-10-2017,20:31 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Dedi Haryadi

SURABAYA – Kebijakan pemerintah yang membuka keran impor bagi pedagang pemegang izin angka pengenal importir umum membuat industri tekstil resah. Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan, meski diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 64 Tahun 2017 langkah tersebut sangat memberatkan pabrikan di sektor hulu. Sebabnya, nantinya pedagang pemegang izin angka pengenal importir umum dibolehkan mengimpor kain, benang, dan serat. Terhadap kebijakan tersebut, pihaknya menilai pemerintah tidak konsisten dalam meningkatkan kinerja industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Disebutkan, Permendag ‎No 64 Tahun 2017 adalah hasil revisi dari peraturan sebelumnya yang tertuang dalam Permendag No 85 Tahun 2015. “Padahal Permendag 85 Tahun 2015 yang boleh impor hanya produsen sebagai bahan baku dan tidak boleh diperjualbelikan,” kata dia. Menurut Redma, langkah penutupan praktik impor borongan oleh Satgas Penertiban Impor Berisiko Tinggi (PIBT) sepanjang kuartal III/2017, sudah mendongkrak permintaan kain benang dan serat di pasar dalam negeri secara signifikan. Industri TPT nasional mulai kembali bergairah dari sektor hulu ke hilir‎, termasuk IKM yang memproduksi kain tenun dan kain rajut. “Dalam tiga bulan terakhir penjualan naik rata-rata 30 persen sehingga utilisasi naik 5-10 persen. Akan tetapi, kalau Permendag 64 ini mulai jalan, para produsen ini akan kembali tertekan,” ujarnya. Data Kementerian Perindustrian (Kemenperin), utilisasi industri tenun dan rajut pada 2016 hanya mencapai 52 persen. Padahal kemampuan produksi produsen kain tersebut sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan industri garmen, termasuk industri kecil dan menengah (IKM) konveksi. Redma mengatakan, tujuan Permendag 64 Tahun 2017 demi menolong IKM hanya alasan kelompok pedagang yang selama ini menikmati untung melalui impor borongan. Kebijakan terbaru tersebut dapat menimbulkan gangguan terhadap pasar, terutama dialami oleh sektor hulu tekstil. “Kain yang tidak bisa diproduksi di dalam negeri boleh untuk impor, asal yang impor produsen bukan pedagang,” kata dia. (sb/han/jek/JPR/pojoksatu)  

Tags :
Kategori :

Terkait