Ada Mafia Tanah di Jalan Lingkar Timur, Oknum Pemdes Diduga Palsukan Dokumen

Kamis 26-10-2017,13:31 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Dedi Haryadi

KUNINGAN - Proyek pembangunan jalan lingkar timur Sampora-Kertawanganunan ternyata menimbulkan masalah terhadap kepemilikan tanah sejumlah warga. Salah satunya dialami Saman (59) warga Desa Sindangbarang, Kecamatan Jalaksana, yang harus kehilangan sebidang tanah seluas 200 bata di Blok Tumenggung, Desa Karangmangu, Kecamatan Kramatmulya, dan diketahui telah berpindah tangan kepemilikan. Hal ini baru disadari Saman saat hendak melakukan pembayaran pajak atas lahan tersebut beberapa bulan lalu di kantor Desa Karangmangu. Pihak desa yang selama ini berbaik hati mengkoordinir pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) milik warga, mendadak tak bisa menunjukkan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) PBB atas tanahnya tersebut. \"Pada tahun 2016 saya masih membayar pajak dan mendapatkan SPPT PBB atas nama saya. Tapi saat saya hendak membayar pajak tahun 2017, ternyata pihak desa tidak bisa menyerahkan SPPT tanpa ada alasan yang jelas. Kemudian saya telusuri mendatangi Kantor Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda) ternyata saya mendapatkan simulasi SPPT tanah saya sudah dibayarkan pajaknya, namun kepemilikannya sudah berubah menjadi Asdi Neri,\" kata Saman saat ditemui di rumahnya. Saman yang merasa tidak pernah menjual tanah tersebut, langsung mendatangi aparat desa untuk menanyakan persoalan hak tanahnya yang tiba-tiba berganti nama. Namun bukan jawaban memuaskan yang didapat Saman, melainkan hujatan dan ancaman dari berbagai pihak yang membuatnya semakin terpojok. \"Saya hanya memperjuangkan hak kepemilikan tanah saya. Saya tidak merasa menawarkan apalagi menjual tanah tersebut kepada siapapun yang bisa dibuktikan dari semua dokumen kepemilikan tanah tersebut masih saya pegang. Namun ternyata kini tanah tersebut telah berpindah tangan yang orangnya pun saya tidak pernah bertemu,\" ujar Saman. Tak ingin persoalan kepemilikan tanahnya tak jelas dan berlarut-larut, Saman pun kemudian memutuskan melanjutkan persoalan tanah ke ranah hukum. Dengan menyewa seorang pengacara dari Cirebon, Saman kemudian mengadukan kemalangan atas hilangnya hak kepemilikan atas tanahnya tersebut ke pihak kepolisian. \"Saya tidak bermaksud mengganggu rencana pemerintah membangun jalan di atas tanah saya, dan saya rela tanah saya digunakan seperti yang lainnya. Tetapi, kenyataannya saya dizalimi. Sudah saya tidak dapat ganti rugi, tanah saya seluas 200 bata pun hilang,\" ujar Saman. Sementara itu, Yaser Arafat SH selaku kuasa hukum Saman mengatakan, pihaknya akan memperjuangkan mengembalikan kepemilikan hak atas tanah kliennya tersebut melalui jalur hukum. Dijelaskan Yaser, pihaknya sudah menelusuri persoalan sengketa tanah tersebut dan menyimpulkan ada dugaan pemalsuan dokumen oleh aparat desa setempat. \"Kami menemukan data SPPT sudah berganti nama dari Saman menjadi atas nama Asdi Neri dari Jakarta. Kami sudah konfirmasi ke Dispenda terkait perubahan kepemilikan tersebut, namun mereka tidak bisa menunjukkan dasar dokumennya. Katanya hanya berdasarkan pengajuan kelurahan/desa setempat. Setelah ditelusuri, ternyata ada surat jual beli tanah di bawah tangan yang isi dan keterangannya diyakini palsu,\" ungkap Yaser saat dihubungi Radar melalui sambungan telepon. Atas dasar temuan tersebut, lanjut Yaser, memutuskan pihaknya membuat laporan kepada Polres Kuningan. \"Alhamdulillah kasusnya sudah berproses dan sudah memasuki tahap penyelidikan dan ada informasi beberapa pihak sudah diperiksa,\" kata Yaser. Yaser menduga, kliennya tersebut menjadi salah satu korban mafia tanah yang muncul seiring proyek pembangunan jalan lingkar Timur Kuningan tersebut. Berdasarkan penelusurannya, ternyata korban permainan mafia tanah tersebut tidak hanya satu hingga dua orang saja tapi juga banyak, namun tidak berani melaporkannya. \"Namun untuk saat ini kami hanya fokus menangani kasus yang dialami Pak Saman. Mungkin ke depan akan muncul korban-korban lain melapor ke polisi,\" pungkas Yaser. (fik)

Tags :
Kategori :

Terkait