Waduh, Guru PAUD Masih Dibayar Rp200 Ribu/Bulan

Sabtu 25-11-2017,07:35 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

Lies, salah seorang guru TK Ar-Rosyid Palimanan setia menemani muridnya sejak pagi untuk mengikuti lomba mewarnai di Gedung PGRI Kabupaten Cirebon, Jumat (24/11). Wanita dengan dua anak itu masih terlihat awet muda, meski usianya sudah kepala empat. Lies mengaku salah satu resep awet mudanya itu adalah mengajar anak-anak usia dini.  ==================KETIKA ada masalah apapun, saat saya bertemu dengan anak-anak, kemudian mereka memanggil ibu guru dan mencium tangan sambil bercengkerama, masalah sepertinya hilang,” tutur perempuan yang pernah bekerja di perusahaan swasta itu saat ditemui Radar Cirebon kemarin. Itulah alasan baginya masih bertahan menjadi guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) lebih dari tujuh tahun. Dia merasa sudah menjiwai profesi tersebut. Ketika satu hari saja tidak mengajar anak-anak, ada sesuatu yang hilang. Tingkah laku dan canda anak-anak di ruangan memang kerap kali menjadi penghibur. Meskipun sebagai guru yang masih berstatus honor, kesejahterannya masih sangat kurang. ”Diberi honor Rp300 ribu saja sudah bagus. Honor kami itu hanya Rp150 ribu sampai Rp200 ribu. Tapi karena saya sudah senang dan menjiwai pekerjaan, tetap dijalani. Karena kalau gak ketemu anak-anak sehari saja seperti ada yang kurang,” ucap Lies yang saat itu ditemani Guru PAUD lainnya, Nurazizah. Lies bukan tanpa sebab menjadi guru PAUD. Latar belakang pendidikannya bukanlah pendidik. Dia lulusan ekonomi dan pernah bekerja di perusahaan swasta dengan gaji yang lebih besar. Tapi setelah menikah, dia kemudian mencari pekerjaan yang lebih ringan. Saat itu, karena semua keluarga banyak yang menjadi guru, Lies mengambil akta 4, lalu sempat mengajar di salah satu SMK. “Karena saudara saya penilik PAUD, saat itu saya diajak untuk mendirikan PAUD Kober di desa saya. Saya menikmati pekerjaan ini, ikhlas menjalaninya,” ucap wanita yang kini bekerja juga menjadi Guru di TK Ar-Rosyid. Rendahnya kesejahteraan guru honor tak hanya dirasakan oleh para guru PAUD, tapi juga dari lembaga pendidikan di jenjang sekolah negeri lainnya. Padahal pendidikan anak usia dini merupakan salah satu fase terbaik usia emas dalam mendidik anak. Selain kendala kesejahteraan guru yang masih rendah, juga permasalahan mengenai kapasitas Guru PAUD yang masih belum banyak sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Bahkan di daerah terpencil, banyak guru PAUD yang hanya lulusan SMA. Hal ini pun diakui oleh Kepala Bidang Pendidikan Anak Usia Dini Disdik Kabupaten Cirebon, Sudiharjo SAP. Menurutnya, untuk wilayah Kabupaten Cirebon sendiri yang memiliki wilayah yang sangat luas, jumlah TK dan PAUD Kober mayoritas dikelola oleh swadaya masyarakat. Dari 519 TK, hanya ada 16 yang berstatus negeri. Sisanya dikelola swadaya masyarakat. Sementara untuk PAUD Kelompok Belajar (Kober) jumlahnya mencapai 282. “TK itu pendidikan formalnya untuk anak usia 4-5 tahun, sedangkan PAUD Kober itu anak usia 1-5 tahun dan sifatnya non formal,” ujarnya kepada Radar. Menurutnya, Pemkab Cirebon terus membuka layanan pendidikan anak usia dini yang dikelola oleh masyarakat. Selain membuka lembaga PAUD, pihaknya juga terus melakukan pembinaan terhadap lembaga paud yang sudah ada. “Karena jumlah anak itu tambah ke sini tambah banyak. Sehingga perkembangan PAUD juga tambah menjamur. Kebetulan juga ada dukungan dari pemerintah terkait dengan dana bantuan operasional PAUD,” jelasnya. Keberadaan PAUD sendiri, kata dia, yang masuk dalam kategori TK dan Kober kini sudah tak dianggap sebelah mata. Apalagi pemerintah pusat juga memberikan perhatian dengan menyokong alokasi anggaran bantuan operasional PAUD sejak dua tahun lalu. Di Kabupaten Cirebon sendiri, Bantuan Operasional PAUD (BOP) tahun 2017 mendapatkan alokasi sebesar Rp15 miliar. Dana inilah yang menjadi bantuan stimulan bagi PAUD agar bisa terus bertahan dan berkembang. Bahkan pada tahun 2018 mendatang, dananya bertambah menjadi Rp18 miliar. Angka untuk BOP sendiri masing-masing PAUD bervariasi seusai dengan jumlah siswa. Satu siswa mendapatkan sebesar Rp600 ribu per tahun. Ketentuaannya, bagi PAUD yang memiliki jumlah siswa minimal 12 orang dan maksimal 60 orang. “Jadi kalau jumlah siswanya hanya 10 orang, maka kita tidak akan akomodir BOP-nya. Begitu juga apabila siswanya 100 orang misalnya, yang kita akomodir hanya 60 siswa. Karena ini juga keterbatasan anggaran,” jelasnya. Selama ini, diakui Harjo, honor guru PAUD sangat rendah sekali. Mereka ada yang diberi honor Rp250 ribu, ada juga yang Rp200 ribu. Padahal dari sisi pendidikan mereka ada yang sudah sarjana. Tentu saja hal ini membuat miris apabila diukur dengan perbandingan UMK  yang sangat jauh sekali. “Jadi dengan adanya BOP ini sangat menguntungkan sekali untuk memberikan semangat bagi guru PAUD dan TK. Sehingga kegiatan bersumber dari ortu siswa dibantu atau stimulan dari Dana BOP tersebut,” jelasnya. Kepala Seksi Kurikulum Dra Hj Ida Laila Rupaida MPd mengatakan dari sisi kurikulum sebenarnya guru PAUD tidak memiliki tuntutan agar anak-anak bisa menguasai kemampuan membaca dan menulis. Tapi pemahaman di masyarakat banyak yang menganggap tujuan untuk di sekolahkan ke PAUD agar mereka bisa membaca dan menulis. “PAUD itu hanya untuk mengenalkan. Makanya metodenya itu belajar dan bermain, bukan untuk mengajari anak membaca dan menulis. Karena tingkat perkembangan anak belum sampai ke sana,” jelas Ida. Ketika anak masuk PAUD, kata Ida, ada nilai tambah bagi anak sebelum mereka masuk ke sekolah dasar. Seperti dari sisi sikap mental yang lebih mandiri, tidak kaget bersosialisasi dengan teman-temannya, dan juga dari sisi motorik dan kemampuan pengetahuan anak terhadap angka dan huruf. “Ya memang kendalanya guru pendidikan non formal belum sarjana semua, kebanyakan SMA sederjat. Kompetensinya belum sesuai yang diharapkan. Maka dari itu mereka juga mengiktui Diklat berjenjang yang diadakan oleh dinas pendidikan,” jelasnya. (jml)

Tags :
Kategori :

Terkait