CIREBON boleh berbangga dengan memiliki Gua Sunyaragi. Gua Sunyaragi menjadi aset dan memiliki nilai sejarah yang dapat menjadi tempat destinasi wisata dunia. Struktur bangunannya memiliki desain tak biasa. Gua ini juga menyimpan banyak cerita sejarah Cirebon di masa lalu.
Pasca dilakukan konservasi melalui program revitalisasi cagar budaya oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2014, pengunjung Gua Sunyaragi semakin bertambah banyak. Apalagi, ada banyak spot-spot untuk berswafoto yang digemari para wisatawan dan traveler.
Dalam suatu kesempatan, Sultan Kasepuhan XIV, PRA Arief Natadiningrat SE menyampaikan keinginnnya membuat Gua Sunyaragi menjadi ikon pariwisata Kota Cirebon. Menurutnya, selama ini keberadaan Gua Sunyaragi kerap dilupakan oleh masyarkat. Salah satunya menggelar kegiatan berkala sehingga ikut memperkenalkan keindahan dan kemegahannya. \"Jika Jogjakarta punya Candi Borobudur dan Candi Prambanan, maka Cirebon punya Gua Sunyaragi,\" tukas sultan.
Dia mengatakan, selain menjadi tempat wisata cagar budaya, Gua Sunyaragi juga menjadi tempat wisata pendidikan. Sebab, Gua Sunyaragi erat kaitannya dengan perjuangan zaman kolonial. Gua Sunyaragi menjadi tempat yang digunakan oleh tentara pelajar untuk menyimpan amunisi senjata dan tempat berlindung. Ke depan, pihaknya membuka bagi masyarakat yang akan menggelar kegiatan di Gua Sunyaragi. Diharapkannya, dengan beragam kegiatan, bisa memperkenalkan cagar budaya di Cirebon. Dalam waktu dekat, pihak keraton juga akan menggelar kegiatan pergantian tahun di Gua Sunyaragi.
Selain itu, tak kalah unik, arsitek Gua Sunyaragi punya kaitan erat dengan kalangan Tionghoa muslim. Gua Sunyaragi pertama kali dibangun pada tahun 1703. Namun menurut versi sejarah keraton, Gua Sunyaragi disebutkan dibangun dalam tiga periode. Yakni tahun 1536, kemudian dilanjutkan pada tahun 1703 dan terakhir tahun 1800. \"Pembangunannya dilakukan secara bertahap,\" ucap Raden Budi Slamet.
Menuju Water Castle
APABILA menilik sejarah, Gua Sunyaragi dibangun oleh Pangeran Arya Carbon Kararangen. Dia merupakan cicit dari Sunan Gunung Jati. Dalam membangun gua tersebut, dia dibantu oleh tiga arsitek asal Tiongkok, yakni Sam Po Kong (dikenal dengan Laksamana Cheng Ho), Sam Cay Kong (jasadnya dimakamkan di daerah Sukalila, red) dan Liem Toa Jin (dimakamkan di Beijing).
Selain itu, ada banyak cerita mitos yang dituturkan dari mulut ke mulut. Salah satunya keberadaan dua buah pintu yang berada di dalam Gua Argajumut. Dua buah pintu itu yang digunakan oleh Sultan Cirebon untuk menuju Makkah dan Tiongkok. Pintu yang sebelah kanan untuk ke Makkah, sedangkan pintu sebelah kiri ke Tiongkok. Dua negara itu punya pertalian khusus dengan Cirebon. Sebab, Sunan Gunung Jati atau Sultan Cirebon Pertama, merupakan keturunan Sultan Hud di Makkah.
Sedangkan Tiongkok sendiri, pernah menjadi wilayah dakwah Sunan Gunung Jati untuk menyebarkan agama Islam. Raden Budi Slamet menyebut, para Tionghoa muslim ini juga sangat berperan dalam menyebarkan Islam di Cirebon. Begitu pun semasa penjajahan Belanda. \"Mereka Tionghoa muslim, sudah datang ke Cirebon sebelum bangsa Arab,\" ujarnya.
Gua yang dibuat dari batu-batu karang tersebut direkatkan dengan bahan-bahan pasir, putih telur dan kapur. Pada tahun 1977, gua ini pernah dipugar. Kemudian pada tahun 2014, gua ini juga menjadi salah satu tempat yang menjadi target revitalisasi keraton dari pemerintah pusat. Salah satu keinginan Sultan Sepuh, menurut Budi, adalah ingin mengembalikan fungsi gua sebagai Istana Air (Water Castle) atau Taman Sari Gua Sunyaragi.
Area Gua Sunyaragi sendiri memiliki luas sekitar 1,5 hektare. Dalam kompleks gua, memiliki 10 gua-gua yang punya nama dan fungsinya masing-masing. Yakni, Gua Pengawal, Gua Simanyang, Gua Langse, Gua Peteng, Gua Padang Ati, Gua Argajumut, Gua Pandai Kemasan, Gua Kelanggengan, Gua Lawa, dan Gua Pawon.
Di lain sisi, Anggota Komis C DPRD Kota Cirebon, Jafarudin mengatakan, Gua Sunyaragi merupakan tempat yang eksotis untuk meenggelar event-event besar. Beberapa kegiatan yang diselenggarakan dengan baik menghasilkan kekaguman yang luar biasa bagi penonton yang menyaksikannya. \"Terkesan unik dan megah dengan pencahayaan yang dirancang baik, saya rasa ini patut dipromosikan secara maksimal,\" tandasnya.
Namun demikian, dia mengajak semua kalangan untuk bekerjasama, baik antara pihak keraton, pemkot, dinas terkait, pelaku usaha dan elemen masyarakat. \"Event yang digelar tidak selalu dengan ticketing. Ini demi promosi dan memperkenalkan kembali kepada masyarakat lokal tentang sejarah kebudayaan,\" ujarnya.
Dia berharap, ke depan, panitia kegiatan atau pelaku seni dan budaya terus menggelar kegiatan di Gua Sunyaragi. Namun, dia meminta agar eksektuif dan legislative, selain pihak keraton sebagai pemilik cagar budaya, agar dilibatkan. Hal ini agar pemkot juga bisa ikut peduli untuk menganggarkan pemeliharaan secara fisik.
\"Kita semua harus bertangung jawab untuk melestarikan cagar budaya yang ada. Sehingga ke depan, kita bisa menarik wisawatan datang dan menginap berhari-hari untuk menikmati kesenian dan kebudayaan Cirebon. Jangan hanya sekadar kota transit saja,\" tuntasnya.(jml)