Sudah Ada Korban, Dinkes Gerak Cepat Cegah DBD

Selasa 06-03-2018,17:01 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Dedi Haryadi

CIREBON-Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Cirebon langsung turun melakukan berbagai upaya setelah balita korban banjir meninggal karena DBD. Aksi dilakukan dengan bersih-bersih lingkungan, pemberian masker, sarung tangan, pemberian bubuk abate penangkal jentik nyamuk dan foging atau pengasapan. Kepala Dinkes Kabupaten Cirebon Hj Enny Suhaeni SKM MKes menuturkan, pihaknya melakukan foging di wilayah yang terkana banjir. \"Kami juga terus imbau masyarakat berhati-hati. Lakukan perilaku hidup bersih sehat, bersih-bersih lingkungan pascabanjir,” pesan kadinkes. Dinkes juga mewaspadai serangan penyakit yang timbul setelah bencana banjir. “Kita tidak inginkan masyarakat korban banjir diserang oleh penyakit, terutama penyakit DBD,\" tambah Enny. Menurutnya, DBD akibat virus dengue yang disebar melalui gigitan nyamuk aedes aegypti merupakan salah satu penyakit yang dapat mematikan. Sebagai antisipasi, sambung Enny, masyarakat pun diimbau dapat mensterilkan rumah atau lingkungan sekitar rumah agar tetap bersih. \"Selain foging yang sudah kami lakukan, masyarakat juga diharapkan untuk terus membersihkan bak mandi dan menaburkan serbuk abate agar jentik nyamuk mati. Menutup, membalik, atau perlu menyingkirkan tempat-tempat menampung air lain yang ada di rumah yang berpotensi menimbulkan jentik-jentik nyamuk,\" jelasnya. Dia menjelaskan, pencegahan paling efektif adalah dengan menerapkan 3M (menguras, menutup, dan mengubur). Yakni pencegahan dengan menguras dan menutup tempat penyimpanan serta membuang barang bekas. “Termasuk memakai obat nyamuk bisa mencegah terkenan gigitan nyamuk,” kata dia. Dinkes memang tak boleh tinggal diam. Salah satu balita korban banjir, Salsabilah Nurhasani (5), tutup usia setelah beberapa saat sebelumnya berjuang hidup di IGD RSUD Waled. Salsabilah meninggal setelah sebelumnya didiagnosa menderita demam berdarah dengue (DBD). Anak dari Ahsan dan Cartini itu meninggal Minggu (3/4) dini hari. Sebelumnya panas tubuh Salsabilah tinggi dan tak kunjung turun. “Sore harinya saya sempat bawa Salsa periksa ke bidan, cuma katanya tidak apa-apa. Ini panas biasa, terus dikasih obat dari bidan dan panasnya sempat turun,” ujar Ahsan. Panas Salsa mulai menjadi setelah lewat tengah malam. Keluarga mulai kebingungan. Terlebih Salsa hanya tidur beralaskan tikar, karena kasur milik keluarga Ahsan sudah tidak bisa digunakan akibat banjir. “Saya panik, bingung, Salsa mulai ngigau, badannya panas. Katanya ada orang pakai topeng yang datang. Saat itu juga, saya langsung bawa ke puskesmas,” imbuh Ahsan. Menurut warga RT 02 RW 01 Blok Pamosongan Desa Ciledug Lor ini, setelah dari puskesemas, dia kemudian disarankan untuk membawa Salsa ke RSUD Waled, karena panas Salsa yang begitu tinggi dan ada tanda-tanda Salsa diduga kena DBD. “Kalau saat itu sih bintik-bintik merahnya belum banyak. Bintik merah justru kelihatan banyak setelah Salsa meninggal. Di punggung dan dadanya banyak sekali bintik-bintik merah,” jelasnya. Ahsan pun mengaku menyesal tidak membawa Salsa segera ke rumah sakit. Padahal seminggu terakhir, kondisi Salsa memang sering ngedrop dan tiba-tiba sering demam, terlebih saat malam hari. “Kalau malam panas, tapi dikasih obat turun lagi. Sudah banyak obat, seringnya obat warung, tapi siangnya seger lagi. Bisa main, bahkan siang hari sebelum meninggal, Salsa juga masih main sama teman-temannya. Kalau tahu kena DBD, saya pasti awal-awal bawa ke rumah sakit,” kata Ahsan yang sehari-hari bekerja sebagai buruh pabrik tahu tersebut. (via/dri)

Tags :
Kategori :

Terkait