Vonis Hakim Dianggap Tidak Beri Efek Jera
JAKARTA - Vonis yang diterima Angelina Patricia Pingkan Sondakh terus mengundang kontroversi. Sebagian kalangan menilai hukuman penjara 4,5 tahun dan denda Rp250 juta yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (tipikor) terlalu ringan. Dengan asumsi mendapatkan grasi, Angie \"sapaan Angelina Sondakh\" yang telah ditahan sejak April 2012 itu punya peluang bebas tahun depan!
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Laode Ida mendorong vonis terhadap Angie dijalankan secara optimal. Karena hakim sudah telanjur menjatuhkan vonis yang ringan, Laode meminta hak remisi bagi para koruptor ditiadakan. \"Sehingga putusan yang ringan itu bisa dilakukan secara maksimal,\" kata Laode di Jakarta, kemarin (13/1).
Dia berharap, ada pemberian sanksi sosial dengan cara mengumumkan nama-nama mereka secara terus-menerus sebagai koruptor. \"Ringannya hukuman yang dijatuhkan pada koruptor, seperti kasus vonis Angie itu, bisa berdampak tak akan ada efek jera dalam pemberantasan korupsi,\" ujarnya.
Menurut Laode, kalau merampok uang negara dalam jumlah banyak hanya mendapatkan hukuman ringan, akan semakin banyak pejabat yang berani mengambil resiko untuk korupsi. Apalagi, harta kekayaannya tak disita oleh Negara, sekalipun kemungkinan besar timbunan uang itu hasil korupsi. \"Toh harta rampokan itu juga tak akan berkurang secara signifikan, kendati sudah pula digunakan untuk menyogok sebagian oknum penegak hukum,\" sindirnya.
Menurut Laode, kecenderungan seperti itu hanya semakin membuat janji politik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk memberantas korupsi tak akan pernah berjalan seperti diharapkan. Terlebih, sebagian oknum pelakunya adalah aktor-aktor yang berada pada lingkar dalam SBY atau dari orang parpol yang berada di bawah kendalinya. \"Kondisi ini semakin mempermalukan Presiden SBY,\" tegas senator dari Sulawesi Tenggara, itu.
Komentar senada datang dari Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD. Dia mengatakan, secara hukum vonis tersebut sudah sah. Hanya, hukuman tersebut belum memenuhi rasa keadilan. Mahfud menegaskan bahwa keadilan dan hukum tidak selalu sama.
Bukti bahwa vonis untuk Angie tidak memenuhi rasa keadilan terlihat dari banyaknya suara kekecewaan yang muncul. \"Saya membaca pernyataan-pernyataan masyarakat ini, ternyata (vonis, red) keluar dari rasa keadilan ya,\" ucapnya. Meski begitu, Mahfud tetap menghormati vonis tersebut.
PETUGAS RUTAN GELEDAH SEL ANGIE
Sementara itu, petugas Rumah Tahanan (Rutan) Pondok Bambu menggeledah sel terpidana kasus suap terkait penganggaran di Kemenpora dan Kemendikbud Angelina Patricia Pingkan Sondakh alias Angie. Pemicunya adalah tweet yang terkirim sehari setelah vonis dari akun milik mantan Wasekjen Partai Demokrat tersebut. \"Kamarnya digeledah karena ada kabar dia (Angie, red) main Twitter,\" kata kuasa hukum Angie, Teuku Nasrullah, kemarin.
Menurut Nasrullah, Angie sempat protes kepada petugas rutan karena selnya diacak-acak. Angie memastikan dirinya tidak menggunakan ponsel saat di tahanan. Menurut Nasrullah, petugas memang hanya menjalankan prosedur standar operasi.
Sehari setelah Angie dijatuhi vonis atau pada 11 Januari lalu, ada kicauan dari akun @SondakhAngelina dengan bunyi: \"Ini semua hanya permainan politik dan yang berperan penting semua adalah pejabat tinggi partai, Saya tetap sabar dan terus bedoa\". Sebelum twit tersebut, twit terakhir @SondakhAngelina adalah pada 8 April 2012. Menurut Nasrullah, twit tersebut bukan ditulis oleh Angelina. Menurut dia, Twitter Angie telah dibajak. Twit pada 11 Januari itu kini sudah dihapus.
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Angie dengan hukuman 4 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp250 juta subsider enam bulan kurungan. Vonis tersebut lebih ringan daripada tuntutan jaksa, yakni 12 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan. Jaksa KPK akan mengajukan banding atas vonis tersebut.
Hakim menganggap Angie tidak memenuhi unsur dakwaan dalam pasal 12a UU Tipikor tentang penerimaan suap aktif oleh penyelenggara negara. Angie hanya divonis berdasar dakwaan alternatif ketiga, yakni pasal 11 yang mengatur penerimaan suap pasif oleh penyelenggara negara dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun.
Hakim juga menganggap penerapan pasal 18 UU Tipikor yang menjadi dasar perampasan aset hasil korupsi tidak tepat diterapkan kepada Angie. Menurut hakim, penerimaan suap oleh Angie berasal dari Grup Permai yang bukan termasuk harta negara. Hakim juga berpandangan, tidak ada bukti yang menunjukkan apakah semua uang suap dinikmati sendiri oleh Angie.
Jumlah uang suap untuk Angie yang dihitung hakim juga berbeda dengan tuntutan jaksa. Jaksa mendakwa Angie menerima uang Rp12,5 miliar dan USD 2,35 juta atau lebih dari Rp32 miliar. Sedangkan menurut hakim, uang yang diterima Angie melalui kurir adalah Rp2,5 miliar dan USD 1,2 juta atau total sekitar Rp15 miliar. Perbedaan tersebut juga disebabkan dakwaan untuk penerimaan suap di Kemenpora dalam kasus wisma atlet tidak terbukti. (pri/wan/sof/ca)