Rekomendasi 200 Mubalig Lebih Heboh Dari Bom Bunuh Diri

Selasa 22-05-2018,12:00 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Dedi Haryadi

KUNINGAN-Komentar demi komentar terus bermunculan terkait adanya rilis rekomendasi 200 mubalig yang dikeluarkan Kemenag beberapa hari lalu. Hal ini menimbulkan beragam pro kontra di masyarakat, bahkan isunya dipandang lebih heboh dari peristiwa bom bunuh diri di beberapa tempat menjelang Ramadan. Salah satu tokoh muda yang juga akademisi, Dr KH Didin Nurul Rosiyidin MA mengatakan, dalam konteks keIslaman di Indonesia, Ramadan tahun ini dikejutkan oleh dua hal, kendati tidak ada kaitan secara langsung dengan bulan suci sendiri. Dua hal itu yakni peristiwa bom bunuh diri di berbagai tempat beberapa hari sebelum dimulainya puasa dan keluarnya rilis daftar 200 mubalig oleh Kementerian Agama RI. \"Untuk yang pertama (bom bunuh diri, red), mungkin nampaknya masyarakat merasa sudah selesai dengan diserahkan kepada pihak yang berwenang. Yang justru saat ini heboh, atau mungkin lebih heboh adalah hal yang kedua, karena itu secara langsung terkait dengan hajat keagamaan ummat Islam. Terlebih di bulan suci ini yang bisa dikatakan sebagai puncaknya ekspresi dan manifestasi keagamaan umat Islam,\" kata Didin kepada Radar Cirebon. Meskipun dinyatakan sebagai daftar mubalig tahap awal, namun Didin menyebut rilis nama secara rinci mengundang reaksi sekaligus tanda tanya, jika tidak boleh dikatakan syok. Bagaimana tidak, dengan jumlah ratusan juta umat Islam berikut puluhan ribu masjid, musala, majelis taklim dan komunitas keagamaan lainnya, rilis hanya 200 orang menciptakan kegaduhan luar biasa di internal ummat Islam. \"Bagaimana mungkin 200 orang ini mewakili kepentingan umat  yang  luas dan beragam. Selain itu, terkait sosok yang masuk juga memunculkan tanda tanya di kalangan umat,\" sebutnya. Dikatakan, banyak tokoh yang masuk daftar 200 mubalig versi Kemenag tidak termasuk kategori mubalig yang dikenal masyarakat selama ini, seperti Prof Mahfud MD yang lebih dikenal sebagai ahli hukum tata negara, atau Prof Oman Fathurrahman yang lebih dikenal sebagai ahli filologi atau Dr Rumadi dan Dr Muqsith Gozali sebagai pentolan JIL, dan Alai Najib yang dikenal sebagai aktivis gender. \"Betul bahwa dalam membuat daftar ini Kemenag menyusun 3 kriteria yaitu kompetensi keilmuan, reputasi diri dan loyalitas kebangsaan. Masalahnya bagaimana membuktikannya. Adakah tes atau sejenisnya dulu? Atau adakah survei secara masif dulu sebelum penentuan? Kalau ada kapan dan bagaimana formulasi survei sehingga bisa diuji validitas dan reliabilitasnya. Nyatanya itu semua tidak pernah dilakukan. Jadi bagaimana ketiga kriteria itu digunakan guna menghasilkan 200 orang itu,\" ucap Didin penuh tanya. Lebih menarik lagi, lanjut putra pimpinan Ponpes Almutawally Bojong Cilimus Drs KH N Abdullah Dunun ini, Kemenag juga harus membuka jalur komunikasi khusus untuk diusulkan untuk bagaimana mekanisme seleksinya dilakukan. Bisa dibayangkan jika ada sekelompok orang mengusulkan dan kemudian ditolak karena dianggap tidak memenuhi tiga kriteria di atas. \"Di atas semua itu, dalam prosesnya pencantuman nama-nama mereka juga tanpa melalui konfirmasi kepada yang bersangkutan, sehingga banyak di antara mereka yang justru keberatan,\" tuturnya. Lalu apakah ada orang Kuningan dalam daftar 200 mubalig Kemenag itu? Sepengatahuannya memang ada 2 nama mubalig asal Kuningan, yakni Dr H Engkos Kosasih (Dosen UIN Bandung) dan Prof Dr Oman Fathurrahman (Dosen UIN Jakarta sekaligus Staf Ahli Menteri Agama). Namun keduanya tidak tinggal di Kuningan. \"Jadi kalau ditanya ada tidak mubalig yang tinggal di Kuningan. Sekali lagi sepengatahuan saya tidak ada,\" kata Disin. Jika kemudian muncul pertanyaan apakah berarti bahwa para mubalig yang ada di Kuningan tidak memenuhi syarat, ia mengaku tidak tahu dan hanya Kemenag Pusat yang bisa jawab. Tapi jika ingin ada, usulan itu tinggal disampaikan melalui SMS ke nomor yang disediakan oleh Kemenag, siapa tahu bisa masuk dan lumayan bisa sebagai curriculum vitae. \"Intinya seharusnya setiap kebijakan dipertimbangkan secara matang terlebih dahulu. Kalau perlu dikaji dan diteliti secara mendalam sebelum dikeluarkan, karena tugas pemerintah adalah untuk memastikan bahwa tidak ada gejolak di masyarakat dan semua komponen bisa diakomodir dengan baik. Wallahu \'Alam,\" ungkap Didin yang merupakan Dosen IAIN Syekh Nurjati Cirebon itu. Terpisah, Ketua MUI Kuningan KH Abdul Aziz Anbar Nawawi, menyebut rekomendasi Kemenag kepada 200 mubalig sah sah saja. Namun ia mengingatkan jangan sampai kemudian Muballigh yang tidak termasuk 200 mundur dari kegiatan ceramahnya. Begitu juga mubalig yang masuk dalam rekomendasi tidak merasa paling mubalig. D isatu sisi menurutnya ada positifnya dengan direkomnya mubalig-mubalig tersebut, yakni untuk membatasi mubalig yang dalam pengajiannya suka mengobrak abrik tatanan yang sudah ada, mengadu domba dan menyudutkan kelompok muslim lainnya dan seterusnya.\"Dengan catatan tidak hanya 200 orang. Masa se-Indonesia mubalig hanya ada 200 orang,\" sindir Kiai Aziz. Di sisi lain, lanjut dia, ada kekhawatiran mubalig yang direkomendasikan itu dianggap sebagai corong  pemerintah, kemudian akan diantipati oleh umat. Hal itu justru akan menimbulkan kekhawatiran, namun kekhawatiran itu diharapkannya tidak terjadi. \"Saya kira puluhan ribu kiai pimpinan Pontren se-Indonesia itu bukan hanya sekedar mubalig, tetapi juga sebagai mu\'allim, muaddib dan murobbi. Peran mereka lebih besar di masyarakat dari pada (maaf) mubalig panggung,\" sindir Aziz. Ia menjelaskan, hal itu maksudnya tidak perlu terlalu risau dengan adanya rekomendasi Kemenag tersebut selama ada kiai-kiai pesantren. Mereka setiap hari mengajar jutaan santri dengan ilmu agama tanpa direkom, tanpa dihonor, semua hanya untuk Indonesia. \"Kemenag yang ini sering membuat kebijakan yang kontroversi. Tapi nanti juga jep, jempling (sepi, red) sendiri,\" pungkas Aziz. (muh)

Tags :
Kategori :

Terkait