Mudik Jadi Tradisi Lebaran Masyarakat Indonesia

Senin 28-05-2018,07:00 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Dedi Haryadi

JAKARTA-Salah satu keunikan Indonesia menjelang lebaran, yakni tradisi mudik. Bagi masyarakat ini merupakan momen paling yang ditunggu-tunggu. Bahkan konon, banyak juga masyarakat non muslim pun ikut pulang kampung untuk melestarikan budaya tersebut. Ini juga dalam rangka memanfaatkan libur panjang. Sosiolog Universitas Indonesia, Musni Umar mengatakan, ada makna tersendiri bagi masyarakat saat melakukan mudik. Ini dianggap ritual sugesti penyambung tali silahturahmi antar keluarga yang terpisah jauh. Sehingga dengan cara berkumpul satuhun sekali dianggap sangat sakral. \"Mudiknya ini merupakan budaya yang tetap harus dilakukan. Pulkam (pulang kampung) ini punya arti tersendiri dan sangat penting. Karena dianggap saat itulah dapat berkumpul semua untuk saling bertatap muka langsung,\" kata Musni Umar, kepada INDOPOS. Menurutnya, tradisi mudik di Indonesia sudah ada sejak masa pemerintahan Majapahit. Dimana saat itu mereka pergi berkelana hingga ke luar pulau Jawa untuk membuka perkebunan. Kemudian akan pulang kampung saat mendekati hari-hari besar keagamaan. \"Tujuan mereka pulang kampung untuk membersihkan makam para leluhur, dan berkumpul dengan sanak saudara. Namun tradisi pulang kampung saat hari besar keagamaan saat itu belum bernama mudik. Inilah cikal bakal budaya mudik sampai sekarang,\" ujar Musni. Musni menilai, sangat sulit megubah budaya mudik tersebut ke masyarakat. Mengingat, tradisi itu sudah melekat sejak ratusan tahun silam. Apalagi, mudik yang dilakukan masyarakat perkotaan dijadikan sebagai sarana memberikan rezeki selama bekerja untuk orangtua dan keluarga di kampung. \"Tidak akan mampu diubah. Karena ini sudah sepaket dengan jiwa masyakat. Artinya, jika tidak mudik, ada rasa menyesal dan tidak merasakan nikmatnya lebaran. Mudik ini akan dilakukan semua lapisan masyarakat,\" paparnya. Kendati seiring kemajuan teknologi untuk menyambung silaturahmi di lebaran, baik lewat messenger, video call maupun fasilitas internet lainnya, Musni menyatakan, hal itu tidak akan sebanding dengan saling menatap langsung bentuk fisik anggota keluarga mereka. Artinya, bentuk fisik itu lebih penting dari pada melihatnya langsung melalui visualisasi yang membutuhkan waktu cepat. Sehingga, dengan kemunculan wujud tersebut akan sangat mengobati rasa rindu yang lama dipendam. \"Ibaratnya orang Indonesia kalau gak makan nasi tidak akan kenyang. Nah, mereka berfikir dengan sambungan teknologi ponsel tidak memuaskan dahaga mereka dalam bercengkrama,\" imbuhnya. Sementara, Pengamat Sosial Budaya Universitas Indonesia, Devie Rahmawati  berpendapat lain. Dia menuturkan, budaya mudik di tanah air dapat diubah. Alasannya, tradisi ini akan berubah dengan masuknya perkembangan budaya asing ke Indonesia. \"Salah satunya gaya hidup dan meningkatnya kebutuhan membuat pulkam akan bergeser. Jadi nanti masyarakat akan berfikir dua kali untuk mengeluarkan ongkos. Nah, pilihannya adalah, akan menggunakan sambungan telepon,\" tuturnya. Ditambahkan Devie juga, kejenuhan masyarakat yang telah lama hidup di kota besar untuk berlebaran bukan lagi berkutat ke kampung halaman. Melainkan pemilihaan berlibur ke sejumlah destinasi wisata di beberapa daerah menjadi menu utama merayakan hari kemenangan itu. Mengingat mudik di erah moderenisasi bukanlah sebagai waktu berkumpul bersama untuk bersilaturahmi. Melainkan untuk berwisata ke spot hiburan ala pedesaan. \"Sekarang ini bukan mudik, malah lebih sibuk mencari wahana permainan alam yang tidak dapat ditemukan di perkotaan. Ini sudah banyak dilakukan oleh remaja dan dewasa agar tidak pulkam,\" jelas Devi. (cok)

Tags :
Kategori :

Terkait