CIREBON - Rupiah melemah. Angkanya nyaris tembus Rp 15 ribu per dolar AS. Tapi, melemahnya nilai tukar rupiah ini justru bagi pengusaha rotan di Cirebon untung. Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Cirebon mencatat nilai ekspor produk rotan setiap tahun mengalami peningkatan. Data realisasi ekspor tahun 2016 volume kontainer komoditi mebel rotan 11.246 kontainer. Sedangkan di tahun 2017 lalu ada 7.445 kontainer. Menurut Kabid Perdagangan Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Cirebon, Dadang Heriyadi, meskipun volume kontainer itu berbeda dari tahun 2016 ke 2017, tapi harga komoditi rotan setiap tahun mengalami peningkatan. “Nilainya beda. Ekspor itu kan justru menguntungkan pengusaha rotan karena dari nilai rupiah disulap menjadi dolar,” ujar Dadang kepada Radar Cirebon, Rabu (5/9). Dia menyampaikan, realisasi ekspor rotan ke negara Asia, Amerika, Eropa, dan Australia di tahun 2016 adalah 110.876.392,67 dolar AS. Kemudian di tahun 2017 naik menjadi 219.447.432,83 dolar AS. Tahun 2018 belum direkap seluruh nilai dolar. Sebab, rekapitulasi dilakukan setiap setahun sekali. “Kalau tahun 2018, data kita masih per bulan. Itu pun per PT maupun CV. Jadi belum bisa diakumulasikan. Meski demikian, nilai ekspornya dipastikan meningkat pesat, walaupun di akhir tahun 2017 lalu para pengusaha mengeluh kesulitan bahan baku. Tapi, sekarang sudah tidak lagi, dan ekspor pun berjalan lancar,” terang Dadang. Dadang menjelaskan, nilai tersebut hanya satu komoditi. Sedangkan jenis komoditi ekspor dari Kabupaten Cirebon ada 48 jenis, di mana salah satunya adalah mebel rotan atau rattan furniture. Jika diakumulasikan dari 48 jenis komoditi, sambung Dadang, nilai ekspor di tahun 2016 mencapai 375.051.305,00 dolar AS. Dan di tahun 2017 lalu, nilainya mencapai 427.644.574,78 dolar AS. Menurut dia, kesulitan bahan baku kala itu membuat para pelaku usaha berputar otak untuk memenuhi kebutuhan eksport ke Negara-negera luar. Salah satunya, menggunakan bahan baku sintetis. Padahal, bahan baku sintetis itu sendiri impor dari Tiongkok. “Selama ini bahan baku kayu rotan diambil dari Kalimantan dan Sulawesi,” paparnya. Dadang mengungkapkan, bahan baku dari Sulawesi dan Kalimantan per kilo Rp 2 ribu. Tapi, setelah di Cirebon harganya mencapai Rp 20 ribu per kilo. “Dengan harga Rp 2 ribu di Kalimantan dan Sulawesi, sebetulnya membuat kita ketar-ketir, khawatir ketika keran ekspor rotan dibuka, bahan baku akan dilempar ke luar negeri semua. Sebab, harganya tinggi dibadingkan dalam negeri. Ini yang membuat kita risau, khawatir akan ada penyelundupan bahan baku,” tandasnya. Terpisah, Ketua DPD Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Kabupaten Cirebon Dede Supriharto mengakui menguatnya nilai dolar AS terhadap rupiah menjadi keberkahan bagi para pengusaha dan perajin rotan. Tapi, kata Dede, tetap juga bergantung pada bahan baku rotan. \"Kalau barang rotan yang kita hasilkan 100 persen dari bahan lokal, maka keuntungan bisa berlipat-lipat. Tapi furnitur rotan yang kita hasilkan tetap ada saja bahan bakunya dari luar. Seperti tinner, cat, aksesori, dan lain-lain. Kalau bahan bakunya dari luar, otomatis harganya juga mahal,\" tutur Dede kepada Radar Cirebon, Rabu (5/9). Untuk kondisi saat ini, Dede mengakui masih ada untungnya. Karena, bahan baku furnitur mebel dan rotan hampir 80 persen berbahan dasar lokal. \"Lebih banyak untungnya kalau dolar sedang menguat. Ya sekitar 20 persen keuntungannya. Tapi jangan salah, ada beberapa buyer juga yang membelinya dengan nilai rupiah,\" ujar Dede. Dengan pelemahan rupiah ini, menurutnya, pengusaha dapat menata ulang kebijakan harga produksi. Sehingga produk bisa dijual lebih banyak lagi. Meskipun menguntungkan, Dadang juga melihat nilai dolar AS yang juga fluktuatif membuat kondisi pasar menjadi sulit untuk diprediksi. Sehingga, pengusaha juga sulit menghitung besaran biaya produksi dan pendapatan. Sementara itu, Ketua Bidang Mebel dan Rotan DPP HIMKI, Sumarca, menuturkan, selain pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang menguntungkan para pelaku eksportir. Saat musim dingin di luar negeri, justru juga menjadi keuntungan bagi pengusaha rotan di Cirebon. Pasalnya, pasar rotan khas Cirebon lebih banyak dijual ke luar negeri. Saat musim dingin, konsumen luar negeri cenderung memesan barang karena jarang pergi keluar rumah. Dalam sebulan, Sumarca mengaku minimal mengirim 5 kontainer. \"Musim panas biasanya mereka cenderung liburan dan tidak berbelanja,\" katanya. Rotan khas Cirebon banyak dipesan dari luar negeri karena konsumen di sana lebih menyukai furnitur dengan tema back to nature. Desain rotan Cirebon sendiri tidak memiliki kekhasan khusus. Untuk desain, kata Sumarca, biasanya ada tiga. Pertama, desain yang ditawarkan produsen kepada pembeli, desain yang ditawarkan pembeli ke produsen, dan ketiga desain kombinasi dari produsen dan konsumen. (sam)
Rupiah Melemah, Pengusaha Rotan Untung
Jumat 07-09-2018,02:02 WIB
Editor : Husain Ali
Kategori :