Antara Gemeente Cheribon 1 April 1906 dan HUT Kota Cirebon

Selasa 11-09-2018,09:33 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

Semboyan Per Aspera Ad Astra memberikan  petunjuk  arah  kebijakan  pembangunan  kota  Cirebon, dari kota pedalaman (inlandsche stad) dan kota yang dilecehkan (het geminachte strandnest), menjadi  semangat  untuk  membangun  kota dalam  mencapai  kemakmuran. Lembaran Negara Hindia-Belanda Nomor 211 dan Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia-Belanda tanggal 14 Agustus 1897 Nomor 37 menjelaskan batas-batas Gemeente Cheribon.  Batas Utara adalah selokan yang menjadi batas Desa Tangkil dan Kejaksan sampai sudut Barat Laut pekarangan rumah Residen. Batas Barat adalah jalan dari Tangkil ke Sunyaragi sampai Sungai Sigarampak, kemudian aliran kiri sungai itu sampai titik dimana garis itu bertemu dengan batas antara Desa Sunyaragi dan Kanggraksan. Batas Selatan adalah batas antara kedua desa dari titik temu tersebut sampai Sungai Kesunean (Sungai Kriyan, Sungai Gerit, dan Sungai Suba) sampai muaranya di Laut Jawa, dan batas Timur adalah Laut Jawa. Pemerintah Kota Cirebon mulai dibentuk tanggal 1 April 1906. Dikutip radarcirebon.com dari Cirebon dari Gelap Menuju Terang dalam Peringatan 50 Tahun Kota Besar Tjirebon, 1956. Pada waktu itu daerah-daerah yang didiami penduduk, ialah desa-desa Lemahwungkuk, Panjunan dan Pekiringan dalam lingkungan antara Laut Jawa, Kali Sukalila, Kali Sipadu dan Kali Kesunean, luasnya mencapai sekira 225 hektar. Di lingkungan Desa Kejaksan, kecuali rumah residen dan kabupaten dengan beberapa gelintir rumah-rumah bamboo, masih merupakan tanah kosong yang dipenuhi alang-alang. Sistem pemerintahan dari pemerintahan jajahan Hindia Belanda mempunyai corak “otokratis” suatu pemerintahan yang sentralistis yang resminya dilaksanakan sejak tahun 1854 menurut garis-garis yang diletakkan dalam “Regerings Reglement” Staatsblad 1854. Pemerintahan yang sentralistis itu kemudian berubah menjadi gedecentraliseerd dengan hak otonomi. Meskipun desentralisasi yang sempit sekali, namun tidak salah kiranya, kalau tahun 1900 itu kita ambil sebagai garis permulaan tumbuhnya otonomi, bila kita memperhatikan peraturan-peraturan yang tersimpul dalam : 1. Desentralisasi bersulit (Stbl. 1905 no. 137). 2. Indische Staatsregeling (Stbl. No. 447) sebagai metamorofosa dari Regerings – Reglement 1854). 3. Provincie – Ordonansi (Stbl. 1924 no. 78). 4. Stadsgemente – ordonantie (Stbl. 1926 no. 365). 5. Regentschapsordonantie (Stbl. 1924 no. 79) dan berbagai-bagai Instelingsordonantie dari daerah-daerah provinsi, geemente dan regentschap. Meski, Gemeente Cheribon dibentuk pada 1 April 1906 berdasarkan Staadsblad van Nederlandsche Indie No. 150/1906. Dengan disahkannya Cheribon menjadi Gemeente maka dimulailah sistem kepemerintahan berbentuk Kota di sebagian wilayah bekas Kasultanan Cirebon tersebut. Status Gemeente memberikan otonomi lebih luas untuk membangun dan menata kota lebih mandiri. Kota yang awal pembentukannya seluas kurang lebih 1.100 ha ini kemudian ditingkatkan statusnya menjadi Stadgemeente pada 1926. Gemeente Cheribon baru memiliki Walikota (Burgermeester) pada 1920. Burgermeester pertamanya adalah JH Johan yang menjabat dari tahun 1920 sampai mengundurkan diri dan digantikan oleh Roelof Adriaan Schotman pada 1926. Berikut daftar nama-nama Burgermeester  Gemeente/Stadgemeente Cheribon (Cirebon) dari tahun 1920 sampai tahun 1942, 1. J.H. Johan (1920-1925) 2. Roelof Adriaan Schotman (1925-1928) 3. Jan Marie van Oostrom Soede (1928-1933) 4. Mr. H.E. Boissevain (1935) 5. Mr. Carl Erich Eberhard Kuntze (1936-1938) 6. H. Scheffer (1939-1942) Sistem kepemerintahan berbentuk Kota ini masih terus berlanjut hingga saat ini. Perbedaan nama atau penyebutan dari Gemeente/Stadgemeente pada masa Kolonial menjadi Kotapraja pada awal Republik lebih merupakan faktor Bahasa. Kemudian menjadi Kotamadya pada Orde Baru, hingga sekarang disebut Kota – setingkat dengan Kabupaten. Seberapa jauh isi otonomi yang telah dapat dimiliki, sedari pemerintahan jajahan Hindia Belanda, melalui masa pendudukan Tentara Jepang, masa Republik Indonesia, kemudian masa Prae-Federal, Negara Pasundan, R.I.S hingga Negara Kesatuan R.I. (NKRI) sampai sekarang. Tak dimungkiri pemerintahan Hindia Belanda cukup besar dalam memberikan andil terhadap pemerintahan modern di Indonesia. Gubernur Jenderal H.W. Daendels adalah orang pertama yang memperkenalkan system pemerintahan Barat yang modern kepada masyarakat Indonesia. Dalam menjalankan tugas di Indonesia, ia sangat memperhatikan urusan pemerintahan dan administrasi Negara. Dalam hal ini Daendels menjalankan pemerintahan yang bersifat sentralistis. Sebagaimana diungkap dalam buku Sejarah Pemerintahan Karesidenan Cirebon, segala kekuasaan dan keputusan berada di tangan Gubernur Jenderal. Semua urusan pemerintahan, baik pemerintahan pusat maupun daerah diatur dari pusat (Batavia). Pejabat-pejabat di daerah hanya menerima dan menjalankan instruksi dari Gubenur Jenderal. Gubernur Jenderal H.W. Daendels pada tahun 1808 membentuk institusi pemerintahan dengan pejabatnya disebut Prefect (istilah dalam bahasa Prancis). Kebanyakan orang Belanda tidak menyukai istilah tersebut digunakan, maka sebutan prefect diganti dengan sebutan Landdrost (bahasa Belanda), yang kemudian jabatan tersebut diganti lagi dengan sebutan Resident. Hari ini, seperti laman resmi Pemerintah Kota Cirebon, rangkaian acara Hari Jadi Cirebon Ke-649 yang jatuh pada 1 Muharram 1440 H, bertepatan dengan tanggal 11 September 2018 diawali dengan sholat ashar berjamaah di Masjid Agung Sang Cipta Rasa hari ini. Sholat ashar berjamaah dihadiri oleh Penjabat Wali Kota Cirebon, Dr. H. Dedi Taufik M. Si, Sekretaris Daerah Kota Cirebon, Kepala Kejari Kota Cirebon, Dandenpom III Cirebon, dan sejumlah perwakilan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kota Cirebon. Bahkan, spanduk dan baliho HUT Kota Cirebon ke-649 telah dipersiapkan. (*)  

Tags :
Kategori :

Terkait