Penyelamatan Aset Century di Swiss tanpa Koordinasi Dubes

Kamis 14-03-2013,08:22 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

JAKARTA - Penyelamatan aset Bank Century merupakan salah satu amanat panitia hak angket dalam kasus yang memunculkan bailout senilai Rp6,7 triliun itu. Namun, proses penyelamatan aset di Swiss ternyata mengalami hambatan. Ini karena, tidak ada koordinasi antara tim terpadu penyelamatan aset Century dengan pihak Kedutaan Besar RI di Swiss. Fakta tidak adanya koordinasi itu terekam dalam rapat tim pengawas (timwas) kasus Bank Century DPR dengan pemerintah kemarin (13/3). Menteri Hukum dan HAM, Jaksa Agung, Menteri Keuangan dan Kapolri hadir dalam rapat tersebut. Dubes RI untuk Swiss Djoko Susilo bersama Pelaksana tugas (Plt) Konsulat Jenderal RI untuk Hongkong Hari Budiarto juga hadir dalam rapat terbuka itu. Dari proses penyelamatan aset di Swiss dan Hongkong, fakta yang disampaikan Djoko menjadi perhatian serius sejumlah anggota timwas Century. Seperti diketahui, aset Bank Century di Swiss awal mulanya berjumlah USD 220 juta, namun laporan pada 2011 menunjukkan bahwa aset di Bank Dresdner itu menyusut menjadi USD 156 juta akibat intervensi pemilik lama Bank Century Raval Ali Rizvi. Djoko menyatakan, peranan Kedubes RI Swiss dalam penyelamatan aset adalah membantu terwujudnya Mutual Legal Assistance (MLA) antara Pemerintah Swiss dengan RI. Proses dukungan Kedubes Swiss itu dimulai sejak 2009 hingga awal tahun 2012. \"Kami seperti tukang pos, namun kami agak nglamak. Kalau ada surat kami antar, kalau tidak kami tanyakan respon surat itu ke Department of Justice Pemerintah Swiss,\" ujarnya. Dukungan itu dilakukan saat tim pemburu aset di Swiss dipimpin oleh Wakil Jaksa Agung Dharmono. Namun, pasca munculnya Perpres nomor 9 tahun 2012, dukungan itu terhenti. Tim terpadu penyelamatan aset itu dipimpin oleh Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin. Dalam praktiknya, Wamenkum HAM Denny Indrayana nampaknya menjadi pimpinan dari tim terpadu itu. Djoko menyatakan, sejak Maret 2012, atau pasca munculnya Perpres itu, Kedubes Swiss tidak lagi melakukan dukungan penyelamatan aset. Tim terpadu penyelamatan aset yang dipimpin Denny bekerja tanpa melakukan koordinasi atau meminta bantuan Kedubes Swiss di Bern. \"Kami berhenti sama sekali, karena tidak mendapat akses. Almost case closed, kegiatan kami vakum selama 10-11 bulan,\" ujarnya. Dalam kondisi vakum itu, Djoko menyatakan MLA belum disepakati antara kedua belah pihak. Dana yang tersisa sebesar USD 156 juta juga belum dibekukan. \"Dana itu masih dalam sengketa. Agak waswas juga setiap saat bisa melayang,\" ujarnya. Djoko memberikan usulan kepada timwas terkait penyelesaian penyelamatan aset Century, baik secara perdata maupun MLA. Secara perdata, dia mengakui sama sekali belum pernah mendapat laporan dari lawyer yang mendapat kuasa untuk menanganinya. \"Nggak ada kulonuwun ke KBRI. Ini kan untuk kepentingan nasional, kok mlaku dewe-dewe. Kalau bisa timwas memerintahkan untuk bisa berkoordinasi dengan kami,\" katanya. Sementara dengan jalur MLA, Djoko mengimbau agar setiap pejabat yang datang ke Swiss atau Hongkong, juga bisa berkoordinasi dengan kantor perwakilan Indonesia di dua negara itu. \"Ini karena membawa misi pemerintah, sebaiknya mengirimkan kawat diplomatik,\" katanya. Selain itu juga bersedia untuk mendapatkan pendampingan dari tim dari KBRI. Dengan begitu, pihak KBRI sebagai perpanjangan pemerintah di luar negeri bisa mengetahui proses yang tengah berjalan. \"Kawat ada jaminan kerahasiannya,\" ujarnya. Pernyataan itu yang memunculkan tanda tanya sejumlah anggota timwas. Anggota timwas Century Fahri Hamzah mempertanyakan keberadaan Denny yang nampaknya menjadi ketua tim terpadu penyelamatan aset. \"Banyak sekali tim yang dibentuk. Dalam surat Dubes ini, nama Wamenkum HAM justru menjadi ketua tim penyelamatan aset,\" ujar Fahri. Menurut Fahri, ada kelemahan mendasar dari banyaknya tim yang dibentuk oleh pemerintah. Pemerintah tidak menyusun sebuah pola, bagaimana target-target penyelamatan aset Century yang ada di luar negeri, termasuk di dalam negeri. Pola penyelamatan aset menjadi tidak jelas arah akibat tim bentukan yang bermacam-macam. \"Ini karena Presiden juga terlalu banyak membuat Perpres, jadi bingung,\" ujar politisi Fraksi Partai Keadilan Sejahtera itu. Hal sama dipertanyakan oleh anggota dari Fraksi Partai Golkar Chairuman Harahap. Chairuman sependapat dengan Fahri, apalagi, jelas-jelas di surat Kejaksaan Agung, disebutkan kalau nama Wamenkumham Denny Indrayana selaku ketua tim. \"Ini sebenarnya perlu kejelasan. Karena di media Wamenkumham menjadi ketua. Dan tindakan seolah-olah menjadi tim pencari aset. Jaksa Agung pun menyebutkan dalam laporannya. Tim terpadu untuk itu disebutkan Wamenkumham,\" ujarnya. Menurut mantan jaksa itu, perlu diklarifikasi apakah Wamenkum HAM betul-betul melaksanakan tugasnya. Hal ini disebabkan, dana aset di Swiss belum bisa dibekukan. Sementara keterangan Dubes Swiss menyatakan bahwa dampak itu menyebabkan dana triliunan itu bisa sewaktu-waktu hilang. \"Perlu diklarifikasi apakah Wamenkum mengada-ada atau menjalankan tugasnya. Yang menangani ini siapa? Terlambat soal ini,\" ujarnya. Menanggapi hal itu, Amir menyatakan bahwa proses hukum yang terjadi di Swiss memang jauh dari harapan. Jika di Hongkong, tim pemburu aset pimpinan Wakil Jaksa Agung telah menyepakati MLA dengan pemerintah Hongkong, proses di Swiss memang masih memunculkan pendapat berbeda. \"Tanpa bermaksud menggantung, tidak jugalah tepat seketika kita menjadi pesimistis terhadap upaya yang kita jalankan selama ini,\" ujar Amir. Amir menjelaskan, terjadi proses gugat menggugat di Swiss yang mengakibatkan adanya kebocoran aset. Menurut dia, pada mulanya aset itu telah berhasil dibekukan. \"Ada pihak yang kemudian merasa berhak dengan aset tersebut,\" ujarnya. Terkait posisi Wamenkum HAM yang terkesan bekerja tanpa berkoordinasi, Amir menyatakan bahwa yang disampaikan Dubes Swiss memang tidak keliru. Amir menegaskan bahwa Wamenkum HAM sama sekali tidak ada dalam struktur yang disebutkan Perpres. Wamenkum HAM dalam hal ini hanya mengantongi SK dari Menkumham untuk perjalanan ke beberapa negara seperti Swiss dan Hongkong. \"Bahwa ada kurang komunikasi secara maksimal, itu ke depan sebaiknya tidak akan terjadi,\" ujarnya. Amir menyatakan, proses hukum di Swiss kemungkinan tidak akan dilakukan melalui MLA. Proses hukum secara perdata akan diandalkan pemerintah untuk bisa memperoleh kembali aset Bank Century tersebut. \"Bank Mutiara melalui lawyer mereka juga sudah melakukan perlawanan,\" ujarnya. Berbeda dengan perkembangan di Swiss, proses penyelamatan aset di Hongkong memang sedikit banyak memiliki titik cerah. MLA antara pemerintah RI dengan Hongkong sudah berjalan. \"Sudah dilakukan pembekuan aset,\" ujar Hari. Nilai aset yang dibekukan di Hongkong sendiri mencapai Rp3 triliun. Menurut Hari, Konjen RI di Hongkong tinggal menjembatani bagaimana dokumen-dokumen di Hongkong bisa diambil melalui fasilitasi. Beberapa kali tim penyelamat aset di Jakarta datang ke Hongkong melakukan negosiasi. \"Wamenkum HAM sudah menunjuk pengacara, menetapkan Price Water Cooper sebagai kurator. Proses selanjutnya masih berjalan,\" ujarnya. Sebagai informasi MLA antara pemerintah Indonesia dengan Hongkong didasarkan kepada keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 16 Desember 2010. PN Jakpus memutus perkara in absentia dengan terpidana mantan pemilik Bank Century Hesham Al Waraq dan Ravat Ali Rizvi. Dalam salah satu amar putusannya, majelis hakim menyatakan merampas aset-aset kedua terpidana guna memenuhi pembayaran uang pengganti. (bay/fal)

Tags :
Kategori :

Terkait