CIREBON–Kasus kekerasan seksual terhadap anak, menjadi keprihatinan banyak pihak. Jumlah korbannya, tidak bisa dibilang sedikit. Pusat Pelayanan Terpadu (PTT) Rumah Sakit Daerah (RSD) Gunung Jati, sudah menangani sedikitnya 124 kasus. Yang paling kecil, usianya 2,5 tahun. “Usia rentan itu 0-18 tahun. Korban kekerasan didominasi usia sekolah SD dan SMP,” ujar Psikolog Klinis RSD Gunung Jati Srini Piyanti Psi kepada Radar Cirebon. Sri yang juga menjabat Koordinator Advokasi dan Pendampingan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) menjelaskan, melihat tingginya jumlah kekerasan anak, klinik khusus didirikan. Sekaligus melengkapi pusat kegiatan terpadu yang didirikan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Fasilitas ini menyediakan pelayanan bagi masyarakat terutama perempuan dan anak korban tindak kekerasan. \"Sejauh ini pasien bisa leluasa konsultasi. Mereka aman, karena tidak bersinggungan langsung dengan masyarakat umum,” katanya. Pelayanan P2TP2A sendiri diberikan pada masyarakat secara gratis. Alur pelayananya korban datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD), kemudian kasus akan dipilah dalam skala kritis atau nonkritis. Bila dinyatakan kritis, korban atau pasien akan dirawat inap. Adapun kasus nonkritis dilanjutkan dengan pemeriksaan psikologi secara terjadwal. \"Kalau pasien atau korban sudah membawa surat visum biasanya akan langsung ditangani,\" tuturnya. Dalam pemeriksaan psikologi ini, P2TP2A tidak memberikan akses pada pengunjung atau pada pasien lain, sehingga pasien merasa aman. Dari mulai medikoleghal visum, psiko sosial, dan bantuan hukum semua dilakukan dalam penanganan pasien tanpa biaya sepeser pun. Usai penanganan tersebut, pendampingan pun terus dilakukan dalam ketentuannya pendampingan dilakukan selama 6 bulan. Namun pasien masih harus didampingi, pihaknya akan terus memberikan pendampingan sampai keadaan membaik. Dalam menangani kasus kekerasan, peran keluarga dan masyarakat sangat penting. Sebab, saat ini sebagian besar kasus kekerasan yang masuk merupakan kasus lama. Rata-rata belum ditangani. Dalam menghalau kekerasan ini terjadi lebih banyak lagi, pihaknya pun tak hanya menangani korban saja. namun pihaknya turut menangani permasalahan dari hulu ke hilir. Sebagai penanganan di hulu sosialisasi ke sekolah dan musyawarah terbuka bersama guru BK terus dilakukan. Secara terjadwal dalam seminggu sekali pihaknya turut memberikan live skill ketahanan jiwa remaja pada guru BK di SMP se kota Cirebon. \"Lewat modul yang diberikan Kemenkes langsung kami memberikan pembelajaran dan pembekalan pada guru BK,\" terangnya. Di samping itu, ia juga berpesan agar peran orangtua dalam mengasuh anak perlu diperhatikan. Salah satu faktor dalam terjadinya kekerasan yakni terlalu memberikan kepercayaan pada lingkungan. Dia menekankan pada orangtua pentingnya mengasuh dan mendampingi anak secara intens setiap hari. Membangun komunikasi yang baik dengan anak. Sehingga anak mau berkomunikasi dan bercerita kepada orangtua. \"Jangan sepelekan cerita anak sekecil apapun,\" pintanya. Sejak dini pula orang tua harus memberikan sex education atau yang lebih dikenal dengan kesehatan reproduksi remaja pada anak sejak dini. Tahap awal adalah mengenalkan jensi kelamin laki-laki dan perempuan. Dengan menyesuaikan usia dan anak orang tua juga harus bisa mengajarkan empat bagian tubuh yang tidak boleh dipegang orang lain. \"Anak harus tahu bagian tubuh mana yang boleh dan tidak boleh dipegang orang lain, sejak dini,\" pesannya. (apr)
RSDGJ Tangani Korban Kasus Kekerasan Seksual Anak
Jumat 05-10-2018,14:30 WIB
Editor : Dedi Haryadi
Kategori :