Kejaksaan Mulai Periksa Saksi

Selasa 21-09-2010,07:00 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

KEJAKSAN – Kepala Kejaksaan Negeri Cirebon, HR Arie Arifin Bratakusumah SH MH akhirnya angkat bicara menyikapi simpang siur kabar terhadap proses hukum Direktur Administrasi dan Keuangan, Sofiani. Saat ini, proses hukum terhadap tersangka Sofiani baru dimulai, dengan agenda akan memeriksa saksi-saksi. “Proses hukum sekarang sudah dimulai,” ujarnya, Senin (20/9). Arie menjelaskan, jadwal saksi yang akan diperiksa sudah disusun. Saksi-saksi itu terdiri dari pihak-pihak yang berhubungan dengan tersangka Sofiani, maka akan dipanggil untuk diperiksa. Pada intinya, kejaksaan tidak akan menutup-nutupi proses hukum yang sedang berjalan, dan selalu bersikap transparan. Buktinya, saat ini penetapan majelis hakim mulai dijalankan. “Tidak ada yang kami tutup-tutupi. Semua terungkap sebagaimana mestinya. Silakan pantau jalannya kasus ini dengan baik,” ujarnya singkat saat dihubungi koran ini. Terpisah, Kasubsi Penyidikan, Yuke Sinayangsih SH menjelaskan, saksi-saksi yang dipanggil, termasuk pihak-pihak yang sebelumnya, pernah dipanggil sebagai saksi dalam perkara Ismu Widodo. Dirinya juga mengaku sangat mungkin akan memanggil walikota untuk diperiksa sebagai saksi. “Pihak-pihak yang kemarin belum dijadikan saksi pada pemeriksaan Ismu kemarin, akan kita panggil dalam berkas Sofi. Karena ini berkas baru kan. Tersangka Sofi sendiri akan diperiksa belakangan,” terangnya kepada koran ini ditemui di Pengadilan Negeri Cirebon. Sementara itu, Penasehat Hukum (PH) Sofiani, Yunasril Yuzar SH mempertanyakan alasan lurah, pejabat BPN, dan Jumhana Cholil yang jelas-jelas mengetahui bahwa tanah itu milik Pemkot atau PD Pembangunan, namun dianggap tidak terlibat dalam kasus ini. Justru peranan Sofi yang santer dimunculkan, padahal surat keterangan yang dibuat Sofi tidak menjadi acuan terbitnya sertifikat. Karena tidak termasuk dalam risalah panitia A yang pada nantinya akan mengeluarkan surat keputusan untuk diterbitkan sertifikat oleh Kantor BPN. “Kalau dibilang mengalihkan perhatian ya inilah. Ada apa? Keterlibatan lurah, BPN Cs tidak muncul ke permukaan, termasuk di persidangan,” paparnya. Yunasril juga mengatakan, kini pihaknya tengah menunggu sikap PD Pembangunan, terkait rencana gugatan yang bisa dilakukan. Mengingat tanah sengketa adalah aset Pemda. Oleh karena suatu saat PD Pembangunan akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Walikota Cirebon sebagai pemilik. Kemudian walikota bertanggung jawab kepada DPRD. “Sehingga, apabila ada yang mengatakan keterlibatan Mr X sangat tidak beralasan dan provokatif semata,” terangnya. Adapun soal terbukti dalam keterangan, kata dia, Sofiani menyebut dirinya menerima uang dengan objek kuitansi sebesar Rp275.400.000, bukan untuk pembayaran tanah yang bersengketa. Tetapi untuk tanah di Blok Siwodi seluas sekitar 858 meter persegi, dengan SHM No 2616 atas nama M Sofian. Dan bila perlu SHM dan nama pemilik dihadirkan untuk memperterang persoalan. “Klien kami itu sudah di-BAP Kejaksaan, dan jelas posisi hukumnya dalam perkara IW. Klien kami tidak dapat dikenakan sebagai medeplegen (turut melakukan) maupun doenplegen (menyuruh melakukan),” tandasnya. Masih menurut Yunasril, bahwa kemudian banyaknya komentar-komentar oleh masyarakat sehingga menimbulkan suasana tidak kondusif dan mengarah kepada prasangka-prasangka. Pada akhirnya, menjadi fitnah dan merugikan pihak-pihak tertentu. Berbeda dengan pendapat Yunasril, pengamat sekaligus praktisi hukum Gunadi Rasta SH menilai, dalam kasus apapun yang bersentuhan dengan kepentingan masyarakat, maka di situ ada hak masyarakat untuk mengawalnya. Begitupun terhadap proses hukum PD Pembangunan. Diduga modus seperti ini sudah sejak dulu terjadi, dan baru terungkap saat ini. Untuk itu, para penegak hukum bukan pada tempatnya mengambil sikap lembek saat berhadapan dengan siapa-siapa yang harus diperiksa karena bertanggung jawab. “Kasus hukum apapun harus mendapat pengawalan masyarakat. Karena ini demi keadilan. Karena tujuan hukum adalah menegakkan keadilan,” ungkapnya. Menurut Gunadi, nilai transparansi bukan lagi tuntutan bagi penegak hukum. Melainkan sudah dilindungi oleh undang undang, untuk memenuhi asas keadilan. Jika ini tidak mampu dilakukan, maka lebih baik mundur, karena penegakkan hukum dikawal langsung oleh masyarakat. “Mundur lebih baik. Daripada jadi duri dalam proses penegakkan peradilan masyarakat,” tukasnya. (hen)

Tags :
Kategori :

Terkait