DPRD Minta Pj Bupati Gelar Assessment, Kembalikan Pejabat Sesuai Kompetensi

Kamis 22-11-2018,10:30 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Dedi Haryadi

CIREBON-Penempatan aparatur sipil negera (ASN) di lingkup Pemkab Cirebon saat kepemimpinan Sunjaya Purwadisastra dinilai karut-marut. Tak profesional dan tak proporsional. Karena itu, DPRD mendesak Pj Bupati Cirebon Dicky Saromi melakukan perubahan. Perlu gelar assessment ulang atau tes lagi untuk menguji kompetensi pejabat. Setelah itu, pejabat bisa dikembalikan ke tempat sesuai keahliannya. Ketua DPRD Kabupaten Cirebon Mustofa mengatakan hadirnya Dicky Saromi diharapkan bisa memperbaiki sistem pemerintahan di Kabupaten Cirebon. Minimal, kata Mustofa, mengembalikan potensi ASN sesuai kompetensi masing-masing. Tujuannya agar ASN bekerja secara maksimal dan memberikan kontribusi lebih untuk Kabupaten Cirebon. Mustofa bahkan mengharapkan assessment digelar awal tahun. “Kami harap awal tahun bisa dimulai (assessment, red). Kira-kira cukup sebulan, lalu ditindaklanjuti dengan mutasi dan rotasi. Perlu dilakukan karena struktur lama itu gagal. Pada struktur lama, penempatan ASN karena pemberian suap atau gratifikasi, bukan pada kompetensi profesionalisme para ASN,” tandas politisi PDIP itu. Bukti kegagalan penempatan ASN, tambah Mustofa, OTT KPK 24 Oktober lalu. Setidaknya, hingga kemarin, KPK menjerat Sunjaya dengan dugaan suap mutasi dan rotasi ASN. Salah satunya adalah menerima pemberian uang dari Sekretaris Dinas PUPR Gatot Rachmanto yang juga dijadikan tersangka. Dalam rilis KPK, Gatot menyerahkan uang sebagai tanda terima kasih karena mendapat posisi sekretaris Dinas PUPR. Masih kata Mustofa, dari OTT KPK, kini wajar jika banyak pihak mendesak agar ada assessment ulang bagi ASN di Pemkab Cirebon. Pria yang akrab disapa Jimus itu mengatakan ini saatnya Dicky memulihkan kembali semangat birokrasi. Ia meminta penjabat bupati berani mengambil kebijakan. Tak perlu ragu. “Karena banyak aspirasi yang berkembang meminta agar birokrasi semangatnya harus dibangkitkan lagi. Kalau kewenangan penjabat bupati ada batasan. Tapi saya kira asal izin dari Kemendagri, boleh-boleh saja. Yang penting dilakukan secara terbuka dan berkoordinasi dengan DPRD. Yang penting tidak dijadikan ajang transaksi,” tegasnya. Pihaknya juga berencana memanggil Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Cirebon untuk membicarakan rencana mutasi dan rotasi jabatan. Apalagi, sudah dianggarkan di dalam APBD Tahun 2019. “Saya akan panggil BKPSDM. Minta penjelasan soal rencana assesement hingga rotasi dan mutasi. Ada anggarannya di APBD 2019. Prinsipnya, kalau dilakukan secara proporsional dan profesional, tidak ada masalah. Tapi kalau tidak ada jaminan (proporsional dan profesional, red), lebih baik saya coret anggarannya,” tandasnya. Senada disampaikan Wakil Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Cirebon Aan Setiawan. Ia juga sependapat bahwa birokrasi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Cirebon karut-marut. “Sistem pemerintah pun rusak. Sebab penempatan ASN tidak profesional dan tidak proporsional,” ujarnya. Padahal, kata Aan, pihaknya kerap kali mengingatkan bupati maupun pejabat BKPDSM agar penempatan pegawai sesuai keahliannya. “Ternyata tak sesuai. Maka, saya kira perlu assessment. Ini untuk kebaikan Kabupaten Cirebon. Dan tugas itu ada di Pj Bupati Cirebon sekarang. Ambil kebijakan yang prioritas. Salah satunya melakukan assessment, dengan catatan dapat izin Kemendagri,” pungkasnya. Salah satu agenda mutasi yang digelar Sunjaya yang mendapat banyak sorotan yakni pada 3 Oktober lalu. Ratusan ASN bergeser posisi. Belakangan, ada desakan agar SK mutasi 3 Oktober itu dibatalkan. Pada mutasi itu, terjadi transaksi jual beli jabatan hingga akhirnya KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) dan menangkap Sunjaya serta Gatot. Sorotan ini disampaikan massa dari Aliansi Demokrasi Rakyat (Aldera) dan Aliansi Rakyat Anti Korupsi (Arak) saat menggelar aksi di kantor DPRD Kabupaten Cirenon, Kamis lalu (15/11). OTT oleh KPK terhadap Sunjaya dan Gatot dianggap sebagai pintu masuk membongkar praktik jual beli jabatan. “Harus diusut tuntas. Kami duga masih banyak kroni-kroni Sunjaya yang ikut terlibat,” jelas koordinator aksi Warcono. Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Cirebon Junaedi ST mengatakan dari hasil audiensi dengan massa Aldera dan Arak, ada keinginan agar DPRD mendukung pencabutan SK terkait mutasi yang digelar Sunjaya pada 3 Oktober lalu. “Harapannya, ada nota dinas agar pimpinan DPRD menugaskan kepada kami untuk mengkaji persoalan mutasi dengan memanggil Badan Kepegawaian Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) dan sekretaris daerah,” kata Junaedi. Selain itu, persoalan lainnya adalah maraknya honorer yang ada di lingkungan Pemerintah Kabupaten Cirebon. Persoalan ini memang sudah menjadi PR lama. Pihaknya mensinyalir ribuan honorer di Kabupaten Cirebon berstatus ilegal. “Sebab, tidak jelas pola rekrutmennya. Bahkan, sampai saat ini BKPSDM tidak berani menyetorkan berapa jumlah honorer. Dari dulu kita minta jumlahnya tapi tidak diberikan,” ujar politisi PKS itu. (sam)

Tags :
Kategori :

Terkait