Dalam sebuah Jumpa Pers, di Kantor Ombudsman, Jakarta, Jumat (12/1/2018), Ombudsman Republik Indonesia melaporkan adanya potensi maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan paspor biasa yang ditangani Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM. Hal itu terjadi mulai dari tahap pengambilan nomor antrian sampai pengambilan paspor.
Anggota Ombudsman Adrianus Meliala menyampaikan salah satu tindak maladministrasi yang ditemukan di kantor Ditjen Imigrasi adalah keberadaan calo.
“Calo membolehkan orang yang sudah membayar dapat nomor antrian yang lebih cepat atau mendapat perlakuan berbeda dari petugas. Ketika pengambilan nomor secara online pun ternyata bisa dikalahkan melalui pendekatan calo tersebut,” kata Adrianus.
Berdasarkan keterangan yang diberikan Adrianus, hasil penelusuran Ombudsman juga menyebutkan adanya pengaju paspor yang dokumen kelengkapannya diloloskan karena sudah membayar terlebih dulu ke calo. Situasi ini juga terjadi pada tahap pengambilan foto dan sidik jari.
“Ada yang tidak patuh dengan antrian pada tahap pengambilan foto dan sidik jari karena orang yang sudah membayar kepada calo didahulukan dibanding yang tidak. Lalu saat pengambilan paspor, ada petugas imigrasi yang minta uang rokok. Tarif calo mulai Rp950 ribu sampai Rp1,5 juta,” ujar Adrianus.
Kajian maladministrasi dibuat setelah tim Ombudsman menelusuri Kantor Imigrasi Kelas I Manado, Mataram, Pekanbaru, Pelembang, dan Jakarta Timur serta Kantor Imigrasi Klas I Khusus Jakarta Selatan dan Batam. Penelusuran tim Ombudsman dilakukan dengan berpura-pura sebagai pengguna layanan.
“Temuan ini adalah riak-riak yang muncul di suatu permukaan tetapi kalau dibiarkan bisa menjadi gelombang,” ujar Adrianus.
Di Provinsi Jawa Tengah, Ombudsman RI Jawa Tengah menerima pengaduan atau laporan secara resmi berjumlah 149 laporan terkait maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik di Jawa Tengah.
\"Kami terus melakukan evaluasi terkait pelayanan publik di Jawa Tengah serta menyosialisasikan kepada masyarakat dan penyelenggara mengenai pentingnya pelibatan semua pihak dalam mewujudkan pelayanan publik,\" kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jawa Tengah, Acim Dartasim pada Refleksi Akhir Tahun 2018 di Semarang, Kamis.
Acim mengatakan, masyarakat telah mengakses pelayanan di Ombudsman Jawa Tengah berkisar 1500 orang baik datang langsung maupun melalui surat/telpon dan media sosial Ombudsman.
Tiga tahun terakhir ini, Ombudsman RI Jateng menerima laporan masyarakat, tahun 2016 (184 laporan), 2017 (257 laporan), dan tahun 2018 (149 laporan). Instansi penyelenggara paling banyak dilaporkan yakni pelayanan pemerintah daerah, kemudian pelayanan penegak hukum, dan pelayanan kantor pertanahan.
\"Bentuk maladministrasi yang dominan dilaporkan yakni penundaan berlarut (50%), penyimpangan prosedur (26%), dan tidak memberikan pelayanan (10%),\" ujarnya.
Ditambahkan Acim, pada Tahun ini, Ombudsman RI juga melakukan penilain kepatuhan pemerintah pusat dan daerah terhadap standar pelayanan publik. Untuk Jawa Tengah, terdapat 17 Kabupaten/Kota yang survey antara lain Kabupaten Kudus, Demak, Kendal, Batang, Pemalang, Kab. Tegal, Kab. Semarang, Boyolali, Klaten, Karanganyar, Sragen, Temanggung, Wonosobo, Banyumas, Kebumen, Kota Salatiga dan kota Surakarta. Serta kementerian/lembaga yakni Kepolisian dan Pertanahan/Agraria.
\"Hasil penilaian survey ini, akan diumumkan dan dilaksanakan penganugerahan predikat kepatuhan standar pelayanan publik awal bulan Desember 2018 di Jakarta,\" ujarnya.
Refleksi akhir tahun 2018, Ombudsman RI Perwakilan Jawa Tengah mendorong supaya penyelenggara pelayanan publik melibatkan masyarakat sebagai pengadu/pelapor dalam mencari solusi penyelesaian keluhan masyarakat.
\"Pelayanan publik yang progresif dan partisipatif, diharapkan dapat memberikan dampak dalam mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas dan mencegah Maladministrasi,\" pungkasnya.
Baca: Laporan Tahunan 2017 FINAL
Ombudsman RI Perwakilan Provinsi NTT memperkenalkan beberapa tipe maladministrasi (pelayanan buruk) di masyarakat.
Kepala Keasistenan Bidang Pencegahan Ombudsman RI Perwakilan NTT, Yosua P Karbeka ,S.H pada acara Training of Trainer (TOT) tahap II yang berlangsung di Hotel Aston, Selasa (13/11/2018). Karbeka mengatakan, maladministrasi sering dialami masyarakat.
Dia merincikan beberapa tipe maladministrasi yakni, penundaan berlarut, tidak memberikan pelayanan, tidak kompeten. \"Selain itu soal penyalahgunaan wewenang, permintaan imbalan uang, barang atau jasa,\" kata Yosua.
Dikatakan, tipe maladministrasi lain, adalah penyimpanan prosedur, bertindak tidak layak atau tidak patut. Tipe pelayanan buruk lain,yakni berpihak, konflik kepentingan dan diskriminasi. (*)