Ketika Rasa Sari Roti Tersandung Denda

Jumat 30-11-2018,09:15 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

PT Nippon Indosari Corpindo Tbk tengah tersandung masalah hukum, ia dijatuhi hukuman berupa denda Rp2,8 miliar. Ini karena produsen Sari Roti tersebut terlambat melaporkan aksi korporasi berupa akuisisi saham mayoritas produsen roti PT Prima Top Boga. “Menyatakan bahwa terlapor (Nippon Indosari) terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 29 UU Nomor 5 Tahun 1999 juncto Pasal 6 PP 57 Tahun 2010,” tutur Ukay Karyadi, Ketua Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) saat pembacaan putusan pada Senin (26/11). Nilai transaksi akuisisi saham yang dilakukan Nippon Indosari terhadap Prima Top Boga senilai Rp31,5 miliar atau setara 32,05 ribu unit saham. Kepemilikan tersebut setara dengan 50,99 persen saham di Prima Top Boga. Pasal 29 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat berbunyi, penggabungan atau peleburan badan usaha, atau pengambilalihan saham yang berakibat nilai aset dan atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu, wajib diberitahukan kepada Komisi selambat-lambatnya 30 hari sejak akuisisi terjadi. Baca: Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Dalam penjelasannya, KPPU menyatakan bahwa akuisisi yang dilakukan Nippon Indosari terhadap Prima Boga secara sah terjadi pada 9 Februari 2018. Tanggal jatuh tempo untuk pelaporan akuisisi adalah pada 23 Maret 2018. Namun, Nippon Indosari baru melaporkan akuisisi tersebut pada 29 Maret 2018. Dengan demikian, KPPU menilai terdapat keterlambatan selama empat hari kerja untuk pelaporan aksi korporasi tersebut. “Bahwa pada 7 Maret 2018, Komisi melalui Direktorat Merger telah menyampaikan surat kepada Terlapor (Nippon Indosari) terkait dengan kewajibannya menyampaikan pemberitahuan kepada KPPU terkait akuisisinya terhadap PT Prima Top Boga selambat-lambatnya pada 23 Maret 2018,” tulis keterangan resmi KPPU. Riset analis Mirae Asset Sekuritas menyebutkan diversifikasi selera konsumen berpotensi menjadi faktor peningkatan permintaan roti di Indonesia pada masa depan. Sebabnya, kondisi makroekonomi yang relatif stabil membuat konsumen berpendapatan menengah dan menengah atas di Indonesia bisa mendiversifikasi makanan untuk lebih menyertakan makanan gaya barat alias western style seperti roti dan pasta. Konsumsi roti per kapita di Indonesia juga dalam tren terus naik. Baca: PT NIPPON INDOSARI CORPINDO Tbk. “Salah satu produsen roti yang dapat memperoleh manfaat dari hal tersebut adalah Nippon Indosari Corpindo, produsen Sari Roti yang memiliki kode emiten ROTI,” tulis Mimim Halimin dalam riset yang diterbitkan pada 6 Juni 2018 lalu. Peningkatan permintaan barang berbanding lurus dengan kompetitifnya pasar roti kemasan di Indonesia. Mimim Halimin menyebutkan, industri roti di Indonesia didominasi oleh pemain rumahan atau kecil (usaha mikro, kecil dan menengah/ UMKM dan juga usaha kecil dan menengah/ UKM). 

“Akhir-akhir ini kami memperhatikan bahwa kompetisi semakin ketat dengan bertambahnya pemain yang relatif baru,” tulis Mimim. Dalam amatan radarcirebon.com,  penjualan Sari Roti memang dalam tren menanjak beberapa tahun terakhir. Pada triwulan III-2018, penjualan neto perusahaan yang mencatatkan diri di papan bursa dengan kode emiten ROTI ini mencapai Rp1,98 triliun, tumbuh 8 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Baca: Nippon Indosari Corpindo Tbk_Bilingual Consol 30 September 18 Penjualan ini ditopang dari peluncuran produk baru dan perluasan distribusi penjualan. Di dalam negeri, Sari Roti memperluas distribusi ke Papua, Batam dan wilayah Kalimantan serta Balikpapan. Selain itu Sari ROti juga merambah daerah-daerah baru di kota Lampung dan Manado. Sari Roti juga ekspansi ke Filipina meski dalam jumlah terbatas. Langkah akuisisi juga tak terpisahkan dari upaya Sari Roti melebarkan gurita bisnisnya. Keputusan KPPU terhadap akuisisi Sari Roti terhadap Prima Top Boga memang tak membatalkan akuisisi, tapi jadi pelajaran bahwa Sari Roti patut hati-hati saat berekspansi, bisa jadi di kemudian hari langkah akuisisi lainnya bisa tersandung wasit persaingan usaha. Sementara, dalam keterangan tertulisnya, PT Nippon Indosari Corpindo Tbk menyatakan masih belum menerima salinan putusan denda yang dijatuhkan kepada perusahaan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Sambil menunggu diterimanya putusan tersebut, perusahaan juga tengah mempertimbangkan untuk menyatakan keberatannya atas putusan tersebut. Sekretaris Perusahaan Nippon Indosari Corpindo Sri Mulyana mengatakan KPPU dalam putusannya bahwa perusahaan terlambat memberitahukan akuisisi PT Prima Top Boga (PTB) kepada KPPU dan dikenakan denda Rp 2,8 miliar. Perusahaan diberikan waktu 14 hari untuk mengajukan keberatan setelah putusan diterima, sementara putusan tersebut saat ini belum diterima. \"Perseroan bersama dengan kuasa hukum saat ini sedang mempertimbangkan untuk mengajukan keberatan atas putusan tersebut,\" terang Sri dalam keterangan resminya, (30/11). Dia mengklaim perusahaan sudah melaporkan akusisi tersebut pada KPPU pada 29 Maret 2018 lalu lantaran kedua perusahaan merupakan perusahaan penanaman modal asing (PMA). Pelaporan dilakukan setelah PTB memperoleh restu dari BKPM pada 1 Maret 2018. Akuisisi ini sendiri bernilai sebesar Rp 31,49 miliar yang seluruhnya dibiayai oleh kas internal perusahaan. Sementara akuisisi ini tujuannya untuk melengkapi dan mensinergikan bisnis keduanya, lantaran ROTI belum memiliki bisnis roti dan pastry beku. Langkah akuisisi ini sudah dimulai sejak akhir tahun lalu, tepatnya pada 23 November 2018 keduanya sudah menandatangani perjanjian jual beli bersyarat (conditional shares subscription agreement dan shareholders agreement) dan kemudian prosesnya terus berlanjut hingga 1 Maret 2018 BKPM memberikan persetujuan atas perubahan pemegang saham PTB dan dilaporkan tak sampai sebulan kemudian. (*)
Tags :
Kategori :

Terkait