Bendera, Begini Kisah Kelahirannya

Minggu 16-12-2018,07:19 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

Ribuan atribut Partai Demokrat, dari mulai bendera, poster, dan baliho, dirusak orang tak dikenal di depan DPRD Riau, Sabtu (15/12/2018) dini hari. Aksi vandalis ini bertepatan dengan kedatangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jokowi Widodo pada hari yang sama. SBY, Presiden ke-6 Indonesia sekaligus Ketua Umum Demokrat, datang dalam rangka pelantikan pengurus DPC Partai Demokrat se-Provinsi Riau. Sementara Jokowi, Presiden ke-7 Indonesia sekaligus kader PDIP, datang untuk menghadiri beberapa acara. Bagaimana awal mula bendera dan digunakan untuk apa? Sejarawan asal Universitas Negeri Malang, Dwi Cahyono menjelaskan, awalnya bendera dipakai dalam kemiliteran untuk membantu koordinasi di medan perang. Bendera kemudian berevolusi menjadi alat umum untuk sinyal dasar dan identifikasi, terutama di area di mana komunikasi menantang. Penggunaan bendera dalam militer diketahui dari relief candi yang menggambarkan pergerakan pasukan dalam perang. Misalnya, pada relief cerita Kresnayana di candi induk Panataran, seorang prajurit membawa tongkat berbendera. Bendera itu berbentuk persegi memanjang ke bawah dengan hiasan rumbai-rumbai pada bagian bawahnya. Di tengahnya motif sulur membelah bidang kain menjadi dua.

Bendera dalam Naskah Kuno

Selain muncul dalam relief, naskah-naskah kuno juga menyebut soal pemakaian bendera. Dalam berbagai bahasa lokal ada beragam penyebutan untuk bendera. Dalam bahasa Jawa antara lain panjipatakadwajatunggulumbul-umbulsang saka. Khusus tunggul digunakan untuk melukiskan sesuatu yang tinggi dan besar. Ini, kata Dwi, mengingatkan pada atunggul yang berkata dasar tunggul, artinya berdiri tegak, menjulang tinggi. “Julangan tinggi tunggul tergambar dalam perkataan tunggul kemelap asemu megha dalam Kakawin Hawiwangsa,” jelas Dwi. Tunggul seringkali dibawa untuk mengiringi arak-arakan. Petugas yang membawanya disebut patunggul. Sementara panji, menurut Dwi, dalam bahasa Jawa Kuna dan Tengahan, tidak secara tegas menunjuk pada bendera. Panji lebih berkenaan dengan nama dan gelar yang diikuti nama diri. Dalam Cerita Panji, Panji dikaitkan dengan unsur nama hewan seperti, kuda, kbo, gajah, kidang.Panji dalam posisinya pimpinan, masing-masing satuan ketentaraan punya tunggul (bendera, red.) sendiri, yang di antaranya bergambar binatang, sesuai unsur nama binatang yang disandang,” jelas Dwi. Misalnya, Panji Kuda Nagarawangsa, merujuk pada satuan ketentaraan yang memiliki lambang kuda dalam benderanya. Nama bendera dalam Jawa Kuno dan Tengahan lainnya adalah pataka. Istilah ini dijumpai dalam kitab Wirataparwa, Kakawin Brahmanda PuranaKakawin RamayanaSmaradahana dan Hariwijaya.

Bendera dalam Prasasti

Penggunaan bendera juga pernah disebut dalam Prasasti Kudadu yang bertarikh 1216 saka (1294 M). Prasasti yang dikeluarkan oleh Wijaya, pendiri Majapahit, itu berkisah antara lain soal pertempuran antara pasukannya melawan pasukan Kadiri di Palagan Rabut Carat pada tahun 1292. Disebut jelas adanya sederetan (tata) bendera (tunggul) yang dibawa sambil berlari (layu-layu) oleh pasukan musuh (satru) yang tampak di sebelah timur Desa Hanyiru. Pada kutipan teks ini tergambar bahwa jumlah berdera yang dibawa tak hanya satu. Menariknya, prasasti itu mewartakan bendera yang dibawa warnanya merah dan putih (bang lawan putih). Kata sambung “dan” (lawan) membuka dua tafsiran. Pertama, sejumlah bendera berwarna merah dan sejumlah bendera lainnya berwarna putih. Masing-masing bendera beda warna itu dibawa sambil berlari oleh dua kelompok pasukan yang sama-sama bergerak dari timur Desa Hanyiru. Kedua, sederetan bendera dengan kombinasi warna “merah-putih” yang dibawa oleh pasukan tersebut. “Besar kemungkinan, tafsir pertamalah yang lebih kuat, mengingat terdapat kata sambung lawan. Jika yang dimaksudkan adalah kombinasi dua warna (merah-putih), mestinya tanpa kata sambung, dan cukup ditulis bang putih,” jelas Dwi. Pada perkembangannya, kata Dwi, bendera nasional menjadi simbol-simbol patriotik yang kuat. “Seringkali pula asosiasi militer berlangsung kuat dan berkelanjutan pada konteks kenegaraan, termasuk dalam hal penggunaan bendera sebagai lambang dan simbol identitas nasional,” jelas Dwi.
Tags :
Kategori :

Terkait