JAKARTA-Usai memeriksa Wakil Gubernur Jawa Barat (Jabar), Deddy Mizwar, perhatian Korupsi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini mengarah pada mantan Gubernur Jabar Ahmad Heryawan. \"Kita mintai keterangan seperti apa terkait proses perizinan Meikarta. Tapi nanti kita lihat bagaimana sebelumnya dia dalam memberikan kebijakan,\" papar Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang kepada Fajar Indonesia Network (FIN), Kamis (20/12). Jumat (21/12), tim penyidik telah menjadwalkan pemeriksaan terhadap pria yang karib disapa Aher itu. Namun, Aher tidak kunjung menampakkan dirinya.Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut diduga mangkir dari panggilan KPK. Kalimat kekecewaan seketika menggema dari mulut awak media yang sedari pagi menunggu kedatangan Aher. Hal itu dibenarkan Juru Bicara KPK, Febri Diansyah. Kata dia, KPK belum mendapat alasan mengenai mangkirnya Aher dari panggilan penyidik. Namun, dirinya memastikan akan melayangkan pemanggilan kedua terhadap pria berusia 52 tahun itu. \"Tadi tidak hadir tanpa pemberitahuan. Jadi kami belum mendapat informasi terkait dengan alasan ketidakhadiran yang bersangkutan (Aher),\" ucap Febri ketika dikonfirmasi. Febri mengungkap, pemeriksaan terhadap Aher rencananya tidak akan jauh berbeda dari apa yang ditanyakan pada Deddy Mizwar. Menurutnya, penyidik masih berfokus pada dugaan suap perizinan proyek Meikarta. Yaitu, mengenai aturan tata ruang Kabupaten Bekasi. \"Kami perlu memeriksa mantan gubernur (Aher) untuk melihat apa yang dilakukan pada saat masih aktif menjabat, termasuk delegasi kewenangan dan juga proses atau aturan terkait dengan salah satunya rekomendasi-rekomendasi tersebut,\" tuturnya. Diungkapkan Febri, saat ini penyidik telah mengendus adanya dugaan aliran dana yang masuk ke pejabat di tingkat provinsi. \"Bahwa ada dugaan aliran dana tidak hanya pada pejabat Pemkab Bekasi, tapi bisa juga pejabat setingkat provinsi. Nanti tentu kami telusuri dan buktikan satu persatu di proses persidangan,\" terang Febri. Maka dari itu, Febri meminta Aher untuk bersikap kooperatif terhadap proses penanganan perkara. Dengan memenuhi panggilan penyidik, diharapkan pengungkapan kasus Meikarta dapat segera diselesaikan. \"Jadi kami harap ketika dipanggil agar datang memenuhi panggilan dan berbicara secara benar, memberikan keterangan pada penyidik,\" terangnya. Sebelumnya, KPK juga telah memanggil pejabat tinggi Pemprov Jabar terkait dugaan suap perizinan Meikarta. Pejabat yang dipanggil itu yakni mantan Wakil Gubernur Jabar Deddy Mizwar. Usai menjalani pemeriksaan, Deddy mengaku telah mengendus ketidakberesan terhadap proyek Meikarta sejak jauh-jauh hari. Bahkan, pada saat menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat, dirinya telah melaporkan aroma busuk itu ke Presiden Joko Widodo. \"Saya lapor ke Pak Jokowi. Pak ini beberapa penjabat publik udah main bola liar sama Meikarta. Ini faktanya begini. Pak Jokowi bilang ya sudah sesuai aturan dan prosedur. Bukan persetujuan, SK Gubernur Tahun 1993, ya 84,6 bukan 500 hektare,\" ungkapnya. Kendati demikian, Deddy mengaku pernah bertemu dengan perwakilan pengembang Meikarta. Kala itu, pertemuan dilakukan saat dirinya menghadiri rapat. Namun, ia membantah pernah dihubungi oleh CEO Lippo Group, James Riady, terkait proyek tersebut. Menurut Deddy, rekomendasi tata ruang seharusnya diterbitkan usai BKPRD melaporkan hasil rapat mereka kepada gubernur. Baru, setelahnya, gubernur menyetujui hasil rapat melalui sejumlah pertimbangan. Akan tetapi, sambungnya, persetujuan tidak hanya cukup datang dari Pemprov Jabar namun juga pemerintah pusat. Sehingga tahapan-tahapan pembangunan tidak melanggar aturan yang berlaku. \"Karena yang namanya tata ruang itu top down. Jadi bukan karena kabupaten merubah lantas bisa dilakukan, tidak. Harus ada persetujuan provinsi dan pusat. Gak bisa suka-suka, karena dampaknya besar andai terjadi bencana soal masalah ruang,\" timpalnya. Hingga saat ini, KPK telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus tersebut. Di antaranya, masing-masing Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin, Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro, dua konsultan Lippo Group Taryadi dan Fitra Djaja Purnama, serta pegawai Lippo Group Henry Jasmen. Kemudian, tersangka lain yang merupakan pejabat Pemkab Bekasi di antaranya Kepala Dinas PUPR Jamaludin, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Sahat M Nahor, Kepala Dinas PMPTSP Dewi Trisnawati, dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Neneng Rahmi. KPK menjelaskan, Neneng Hasanah Yasin diduga menerima dana suap sebesar Rp7 miliar, dari yang dijanjikan Rp13 miliar, dari Billy Sindoro dkk. Dugaan suap tersebut berkaitan dengan izin pembangunan proyek Meikarta seluas 774 hektare. Suap tersebut diduga diberikan dalam sejumlah tahap yang dilakukan pada April hingga Juni 2018. Dana tersebut disalurkan melalui sejumlah pejabat Pemkab Bekasi. (riz/fin/ful)
Terkait Proses Perizinan Meikarta, Aher Mangkir dari Panggilan KPK
Sabtu 22-12-2018,05:00 WIB
Editor : Dedi Haryadi
Kategori :