Pemerintah Kota Cirebon memiliki ekspektasi besar dengan Cirebon Festival (C-Fest). Helatan itu diharapkan jadi tonggak kebangkitan pariwisata Kota Cirebon. Seiring telah ditetapkannya target 2 juta kunjungan wisatawan. Dalam helatan tersebut, ratusan agen perjalanan akan diundang. Yang diharapkan dapat memberi imbal balik. Juga sebagai promosi potensi seni dan budaya Kota Cirebon. Wakil Wali Kota Cirebon, Dra Hj Eti Herawati mengatakan, sepanjang kegiatan akan diwarnai dengan berbagai pertunjukan meriah dari pegiat seni dan budaya di Kota Cirebon. “Kami menampung aspirasi dari seniman dan budayawan yang akan tampil pada event C-Fest nanti,” kata Eti. Sebagai kota dengan sejarah pariwisata berusia ratusan tahun, Cirebon punya daftar masalah yang panjang. \"Memahami perilaku warga lokal terhadap perkembangan pariwisata itu amat penting untuk kesuksesan dan keberlangsungan berbagai jenis pengembangan pariwisata.\" Kalimat menarik itu bisa dibaca di pembukaan makalah \"Locals’ Attitudes toward Mass and Alternative Tourism: The Case of Sunshine Coast, Australia\". Ia menunjukkan poin sederhana untuk melihat bagaimana pariwisata bekerja. Persepsi warga lokal terhadap pariwisata akan memengaruhi sikap mereka. Dalam teori pariwisata yang diungkapkan oleh Dogan Gursoy dan K.W Kendall, warga lokal akan dengan senang berpartisipasi jika mereka mendapat manfaat tanpa mengorbankan terlalu banyak hal. Jika manfaat lebih besar ketimbang dampak negatif, mereka akan mendukung pengembangan pariwisata di daerah mereka. Sebaliknya, jika kerugian yang terjadi akibat pariwisata dianggap lebih besar --mulai dari kerugian budaya, maupun kerusakan alam-- ketimbang manfaat, mereka akan mulai melawan. World Economic Forum (WEF) merilis laporan yang diberi judul Paving the Way for a More Sustainable and Inclusive Future. Seperti judulnya, laporan ini berkeinginan agar industri pariwisata bisa menjadi lebih berkesinambungan, terutama terkait alam dan komunitas lokal di dalamnya. Apalagi, Cirebon Festival bagian dari industri pariwisata yang sangat menjanjikan sekaligus menantang. Pergerakannya sangat dinamis, begitu pun bila objek industrinya berbeda generasi. Kini, generasi millenial memegang kuncinya. ThinkDigital.Travel, lembaga think thank turisme, mengatakan, generasi milenial merupakan generasi yang menganggap diri mereka memiliki sebuah hak yang hakiki sejak lahir, yaitu hak untuk melakukan perjalanan atau travelling. Tidak heran kemudian generasi M ini kemudian menjadi salah satu pilar dari industri turisme modern. Hasil penelitian lembaga riset industri pariwisata Phocuswright, menegaskan asumsi tersebut. Menurut Phocuswright, Generasi M merupakan generasi yang paling sering melakukan perjalanan di antara kelompok umur yang lainnya. Mereka diperkirakan secara bertahap akan menghabiskan lebih banyak dana untuk layanan wisata dibandingkan dengan kelompok usia lainnya selama 12 bulan ke depan. Pada 2020, generasi ini akan mewakili setengah dari semua perjalanan yang ada. Di sisi lain, menurut hasil penelitian The Boston Consulting Group, seiring dengan semakin menuanya generasi Baby Boomer, pengeluaran mereka terhadap biaya perjalanan akan berkurang hingga menjadi hanya sekitar 16 persen pada tahun 2020, dan menjadi 11 persen pada tahun 2025. Seperti dikutip dari ThinkDigital.Travel, generasi M tidak mencari merek mewah atau mobil mahal. Sebaliknya, mereka mencari pengalaman, sesuatu hal yang dapat memperkaya kehidupan mereka. Statistik menunjukkan bahwa 6 dari 10 dari mereka lebih suka menghabiskan uang mereka pada pengalaman daripada hal-hal material. Menyenangkan Generasi M Dengan tingkat kunjungan internasional yang terus tumbuh positif, industri pariwisata kemudian menjadi salah satu sektor yang sangat menjanjikan bagi negara yang mau menggarapnya dengan serius. Bagaimana menyediakan pengalaman wisata menarik bagi generasi M kemudian menjadi kunci untuk terus mengembangkan industri pariwisata tersebut, mengingat mereka ke depan akan merepresentasikan porsi terbesar dalam kue pelancong yang ada. Roberta Esposito, Digital Marketing Lead Digital Tourism Think Thank, berpendapat, setidaknya terdapat empat karakteristik generasi milenial. Pertama, mereka mencari destinasi wisata yang autentik, sebuah tempat yang mampu memberikan pengalaman orisinil serta bersifat lokal. Mereka tidak mau menjadi turis, tetapi mau ikut merasakan apa yang masyarakat lokal rasakan. Yang kedua, generasi M ketika melakukan perjalanan wisata sangat menghargai tantangan baru, lingkungan baru dan selalu mencari sesuatu yang berbeda sehingga menjadi sebuah pengalaman seumur hidup bagi mereka. Ketiga, lanjut Roberta, mereka menyukai pilihan. Ketika mereka memutuskan untuk ikut dalam sebuah paket wisata, apa yang mereka lihat kemudian adalah adanya opsi yang sangat terbuka untuk melakukan penyesuaian yang sesuai dengan karakter personal mereka. Personalisasi menjadi kata kunci dalam hal ini. Terakhir, ia mengatakan jika generasi M merupakan generasi dengan tingkat keterlibatan online yang sangat tinggi, sehingga penginapan yang indah secara visual dan nyaman – atau tujuan wisata yang memuaskan dahaga mereka akan pengalaman liburan yang menyenangkan – akan mendapat paparan gratis di akun sosial media mereka. Sebuah langkah marketing yang patut dipertimbangkan oleh pengelola pariwisata mana pun di dunia. \"[Generasi] Milenium terkoneksi 24/7 dan mereka mendokumentasikan segala sesuatu di media sosial, terutama perjalanan mereka. Mereka ingin berbagi cerita online secara real-time,\" katanya. Tren inilah yang kemudian ditangkap dengan cepat oleh Airbnb. Pada awal tahun ini, tepatnya pada bulan April, mereka meluncurkan sebuah video kampanye baru yang berjudul \"Don’t Go There. Live There.\" Chief Executive Officer (CEO) Airbnb Brian Chesky mengatakan, peluncuran video tersebut adalah untuk memperkenalkan sejumlah produk baru yang mampu membuat para pelancong merasakan bagaimana menjadi atau pengalaman hidup orang lokal di tempat mereka berpergian. Beberapa fitur baru tersebut di antaranya adalah Guidebooks yang berisikan rekomendasi orang-orang lokal terhadap tempat-tempat yang ditawarkan pada kota yang para pelancong tersebut kunjungi. AirBnb telah menangkap tren industri pariwisata tersebut. Kini saatnya pemerintah untuk lebih serius mengadopsi hal-hal serupa seperti yang telah dilakukan oleh Airbnb, untuk semakin menggenjot industri pariwisata di Tanah Air. Lantas, bagaimana nasib Aplikasi Cirebon Wistakon. \"Aplikasi ini nampaknya kurang dipromosikan, kurang viral,” ujar Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Cirebon Imam Reza Hakiki berharap di tengah helatan Cirebon Festival.
Mendulang Untung dari Cirebon Festival?
Rabu 06-02-2019,21:16 WIB
Editor : Dian Arief Setiawan
Kategori :