CIREBON - Bila ingin menyaksikan peninggalan seni arsitektur Tiongkok klasik di Kota Cirebon, dua bangunan yang menjadi ikon Tionghoa yakni Wihara Dewi Welas Asih dan Kelenteng Talang layak untuk dikunjungi. Sampai saat ini, dua bangunan yang sudah berusia ratusan tahun itu masih berfungsi sebagai tempat peribatan warga Tionghoa di Kota Cirebon. Ketua Majelis Agama Konghucu Indonesia Kota Cirebon, Teddy Setiawan mengatakan, di masa lalu, kelenteng merupakan pusat aktivitas warga Tionghoa yang ada di perantauan. “Yang menarik dari mengunjungi tempat peribatan kuno peninggalan warga Tionghoa bukan hanya sejarahnya. Keindahan arsitektur pun menarik untuk diamati,” katanya. Meski Kelenteng Talang dan Wihara Dewi Welas Asih menjadi tempat peribatan dua umat yang berbeda, tapi keduanya memiliki corak arsitektur yang hampir serupa. Pembina Agama Budha di Wihara Dewi Welas Asih, Romo Junawi, mengakui jika diamati secara detail memang berbeda. “Tapi secara umum, kurang lebih konsepnya sama,” ujarnya. Dijelaskannya, dalam buku Chinese Architecture in The Straits Settlements and Western Malaya yang ditulis oleh David G Khol pada tahun 1984 dipaparkan ciri-ciri arsitektur orang Tionghoa perantauan yang ada di wilayah Asia Tenggara. (Baca: Membaca Seni Arsitektur Tiongkok Klasik dari Cirebon) “Corak arsitektur yang dijelaskan oleh David G Khol di dalam bukunya memiliki kesamaan dengan keindahan arsitektur yang ada di Wihara Dewi Welas Asih dan Kelenteng Talang,” ujarnya. Dia mencontohkan, penekanan Khol pada bentuk atap yang khas. Yaitu atap jenis Ngang Shan. Atap pelana dengan bagian ujungnya yang melengkung. Wihara Dewi Welas Asih dan Klenteng Talang pun menggunakan bentuk atap jenis Ngang Shan. “Tempat peribatan warga Tionghoa memang memiliki kekhasan. Baik dari bentuk dan warnanya. Itu karena kami sangat memenjaga warisan budaya leluhur,” pungkasnya. (sam)
Arsitektur Klasik Tiongkok di Kota Cirebon Jaga Warisan Leluhur
Minggu 31-03-2019,19:01 WIB
Editor : Husain Ali
Kategori :