Galian C Argasunya Tetap Jalan, Benarkah Rehabilitasi?

Selasa 16-04-2019,18:30 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Dedi Haryadi

CIREBON–Lahan eks Galian C di Kelurahan Argasunya Kecamatan Harjamukti  belum benar-benar ditutup atau berhenti ditambang. Wartawan Radar Cirebon ini mendatangi lokasi penambangan, yang pernah diinspeksi Dinas Lingkungan Hidup (DLH), kecamatan, kelurahan dan muspika lainnya. Di lokasi yang rencananya akan direhabilitasi, terlihat ada dua alat berat yang beroperasi. Mengeruk tanah bebatuan kemudian menaruhnya di atas saringan besar. Persis di bawanya sudah ada kendaraan dump truck untuk mengangkut tanah keluar. Ada belasan truk yang mengantre untuk memuat hasil tambang. Belum lagi yang hilir-mudik keluar masuk areal penggalian. Hal ini mengisyaratkan rehabilitasi eks galian c hanya isapan jempol belaka. Ketua RW 10 Kopi Luhur, Harja mengakui, aktivitas galian masih berlangsung. Bahkan di beberapa titik semakin mendekati rumah seorang warganya. Kondisi ini tentunya membahayakan, apalagi sering terjadi hujan, ditakutkannya akan terjadi longsor. \"Ya masih ada itu aktivitas penggalian. Ada empat backhoe,” katanya kepada Radar Cirebon. Di lokasi, rencana rehabilitasi terlihat tidak jelas. Tidak terlihat area mana yang akan dirapihkan. Di area mana yang tidak boleh lagi digali. Harja mengistilahkannya zona merah dan zona hijau. Zona merah artinya sama sekali tidak boleh digali atau diambil materialnya. Sedangkan zona hijau masih boleh digali dengan tujuan merapihkan eks galian. \"Tadi kan lihat sendiri kondisinya acak-acakan. Mana itu terasering yang dibuat? Kami minta ketegasan pemerintah menyikapi kondisi ini,\" tukasnya. Walikota Cirebon Drs H Nashrudin Azis SH saat menemui perwakilan mahasiswa yang menuntut aktivitas galian c ditutup memaparkan, pemkot masih merumuskan solusi untuk menangani persoalan di Kelurahan Argasunya. Mengingat ada aspek sosial dan ekonomi yang harus dipertimbangkan. “Pemkot setuju, aktivitas galian c di Argasunya dilarang. Karena memang sudah ditutup sejak 2004,” katanya di Ruang Adipura. ​Ia mengakui, penutupan tidak benar-benar bisa dilakukan, karena terlanjur banyak warga yang ketergantungan secara ekonomi pada aktivitas galian. Sehingga harus disertai solusi, seperti alih profesi dengan program dari pemerintah atau swasta. “Kita sedang rumuskan solusinya. Tentunya yang terbaik untuk semuanya,\" ungkap Azis. Seperti diketahui, Pemkot Cirebon juga memiliki beberapa rencana untuk penanganan persoalan galian c. Misalnya, menyiapkan konsep penataan wisata alam yang bisa mendongkrak aktivitas perekonomian di selatan kota itu. Namun membahas pemanfaatan wisata alam ini, sepertinya masih jauh dari kenyataan. Tahun 2017 misalnya, Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) menetapkan empat prioritas investasi sektor pariwisata. Di utara, ialah Pantai Kesenden untuk wisata bahari. Di selatan, tentunya Kelurahan Argasunya. Pengembangan pariwisata di selatan ini juga masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Namun sampai sekarang, belum terlihat upaya mengembangkan wilayah itu. Kendati demikian, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Drs H RM Abdullah Syukur MSi mengaku tetap berkomitmen membuat Argasunya menjadi destinasi wisata alam. Karena faktor luas wilayah dan alamnya yang mendukung. Namun, untuk mencapai hal itu diperlukan tahapan yang panjang. Melihat dari kondisi di lapangan, langkah awalnya adalah menggarap Ruang Terbuka Hijau (RTH) dulu. Dengan memperhatikan dan menetapkan batas-batas lahan. \"Lahan yang sudah tersedia dan milik pemkot ada sekitar 1,6 hektar. Nah kita fokuskan untuk dikelola dulu. Kita hijaukan RTH itu,” katanya kepada Radar Cirebon, akhir pekan kemarin. RTH sendiri, menurut undang-undang minimal 30 persen dari luas wilayah. Syukur membeberkan, Kota Cirebon yang hanya mempunyai luas sekitar 3.735 hektare. Potensi menciptakan RTH hanya di wilayah Argasunya. Karena diperkotaan kecil kemungkinannya. DLH memiliki fokus ke RTH karena sebagian besar lahan di sana tidak produktif. Artinya hanya hamparan lahan yang belum diapa-apakan. Setelah RTH terbentuk barulah ketahapan selanjutnya, yakni pengembangan menjadi wisata alam atau argo wisata. “Secara umum lahan di Argasunya bekas galian. Itu lahan kritis. Pelru penguatan struktur tanah supaya tidak longsor dengan pembuatan terasering,” jelasnya. Terkait proyek perencanaan fisik atau detail engineering design (DED) untuk wisata alam di Argasunya, Syukur mengaku belum menyusunnya. Pasalnya, masih perlu kajian dan koordinasi dengan stakeholder terkait lainnya. Telisik punya telisik, rupanya DED untuk wisata wilayah selatan ini jangankan dibuat. Alokasi anggarannya pun belum ada. Tapi Syukur berandai-andai, di APBD-Perubahan nanti dimasukan. (gus)

Tags :
Kategori :

Terkait