Umat Muslim di Provinsi Xinjiang Dilarang Berpuasa

Kamis 09-05-2019,09:30 WIB
Reporter : Husain Ali
Editor : Husain Ali

XINJIANG- Otoritas Tiongkok kembali melakukan tindakan keras terhadap minoritas Muslim yang sedang berpuasa dan menjalankan praktik keagamaan di bulan suci Ramadan. Pembatasan itu diberlakukan di Provinsi Xinjiang, yang mayoritas penduduknya Muslim. \"Pembatasan itu terutama diberlakukan di Provinsi Xinjiang yang mayoritas penduduknya Muslim. Otoritas Tiongkok seringkali tinggal di rumah keluarga muslim untuk menekan kegiatan keagamaan mereka,\" kata organisasi Human Rights Watch dan para aktivis. Sedangkan Amnesty International mengatakan, dalam sebuah laporan yang dirilis akhir pekan lalu, otoritas Tiongkok memandang puasa Ramadan dan aktivitas lain yang berafiliasi keagamaan, termasuk jenggot, jilbab, salat lima waktu, dan larangan konsumsi alkohol sebagai tanda ekstremisme. \"Semua ini bisa membuat Anda berada di salah satu kamp penataran Xinjiang, yang oleh pemerintah disebut pusat transformasi-melalui-pendidikan,\" kata laporan itu. Otoritas Tiongkok telah lama memandang agama terorganisir sebagai ancaman terhadap kesetiaan partai dan menjaga kontrol ketat pada semua kelompok agama. Minoritas Muslim di wilayah Xinjiang telah menanggung beban tindakan keras yang jauh lebih agresif. Alip Erkin, seorang aktivis media dari Buletin Uyghur, mengatakan, meski pembatasan puasa Ramadan di sekolah dan kantor pemerintah ada selama beberapa dekade, pengawasan dan penahanan masal telah meningkat selama tiga tahun terakhir. \"Pembatasan itu menjadi upaya menghentikan keluarga di sana mengikuti tradisi Muslim, bahkan di rumah mereka sendiri,\" kata Erkin. Erkin mengatakan, orang-orang sekarang khawatir mereka akan dikirim ke kamp-kamp penataran jika mereka terlibat dalam kegiatan keagamaan atau mengungkapkan identitas agama atau budaya tradisional mereka. Berdasarkan laporan ABC, Erkin sudah mencoba menghubungi kantor Administrasi Urusan Agama Nasional Tiongkok untuk meminta komentar, tetapi belum ada tanggapan. Pihak berwenang Tiongkok sebelumnya mengatakan, mereka tidak membatasi praktik Ramadan. Pada 2016, Dewan Negara Tiongkok menerbitkan sebuah dokumen berjudul Kebebasan Beragama Beragama di Xinjiang, yang mengatakan perasaan dan kebutuhan agama warga negara dihormati sepenuhnya. Erkin, yang sekarang tinggal di Australia, mengatakan, selama masa sekolahnya, puasa dan berdoa selama Ramadan tidak dianjurkan. \"Pada 2014, larangan itu semakin intensif. Mereka mulai mengumpulkan orang-orang di tempat kerja dan sekolah dan memberi mereka makan siang untuk memastikan mereka tidak berpuasa,\" katanya. ABC telah menemukan postingan dan pemberitahuan di berbagai situs pemerintah yang berasal dari 2014 dan 2015 yang melarang tradisi puasa dan Ramadan. Pemerintah memperingatkan, setiap restoran yang tutup selama Ramadan berisiko kehilangan lisensi. Situs-situs pemerintah itu tampaknya tidak memiliki postingan terbaru yang melarang puasa dan salat, tetapi para aktivis mengatakan, larangan tak resmi bagi pelajar dan pejabat pemerintah tetap diberlakukan di seluruh Tiongkok. Tindakan keras terhadap kebebasan beragama di rumah juga telah meningkat selama beberapa tahun terakhir. Meski ada pembatasan ketat di lembaga pemerintah di seluruh Cina selama 2014 dan 2015, Erkin mengatakan, keluarganya masih diberi kebebasan beragama di rumah. \"Ayah saya, yang adalah seorang pengusaha dan tidak memiliki koneksi ke pemerintah, dulu bisa berpuasa di rumah tanpa batasan,\" ujarnya. Tetapi pada Mei 2017 semua itu berubah. Ayahnya yang adalah seorang muslim yang taat ditahan. Pada tahun yang sama, laporan-laporan tentang penawanan massal mulai muncul dan pengawasan ditingkatkan. PBB memperkirakan hingga satu juta warga Uighur dan kelompok muslim lainnya telah ditahan di kamp-kamp penataran di Provinsi Xinjiang sejak 2017. Kamera dan perekam audio kini ditemui di setiap jalan dan memantau pintu banyak rumah. (der/abc/fin)

Tags :
Kategori :

Terkait