Banyak Raperda Kota Cirebon Belum Punya Naskah Akademik

Jumat 17-05-2019,21:00 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Dedi Haryadi

CIREBON–Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yang menjadi proyeksi pembahasan di tahun 2019, terancam banyak yang ditarik. Selain bertentangan dengan aturan di atasnya, ada raperda yang baru diusulkan tanpa naskah akademik. Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Bagian Perundang-undangan Eka Hermilian menjelaskan, mengacu keputusan DPRD 188.342/Kep.DPRD-42/2018 tentang program pembentukan Perda Kota Cirebon tahun 2019, sebanyak 42 raperda diuslkan untuk dibahas di DPRD, 42 raperda ini terdiri dari raperda atas prakarsa DPRD sebanyak 15 dan Raperda yang berasal dari walikota sebanyak 27. Diantara 15 raperda inisiatif DPRD adalah raperda penataan pasar tradisional dan toko modern, yang pembahasannya tidak kunjung selesai selama bertahun-tahun. Ada juga raperda yang ditarik karena isinya tumpang tindih dengan undang-undang, seperti raperda pelestarian cagar budaya dan raperda ketenagakerjaan. “Jadi bukan cuma dari DPRD. Banyak dari usulan pemkot juga belum ada naskah akademiknya,” katanya kepada Radar Cirebon. Dari data bagian perundang-undangan, sebanyak 13 yang diusulkan tanpa naskah akademik, yakni penyelenggaraan pembangunan ketahanan keluarga, penyelenggaraan program keluarga berencana, perumahan dan kawasan permukiman, tata cara penyerahan prasarana, sarana dan unilitas perumahan dan permukiman, pembentukan dan susunan perangkat daerah Kota Cirebon, penyelenggaraan smart city, cadangan pangan daerah, pengelolaan Cirebon satu data, perusahaan umum daerah pembangunan, penyelenggaraan komunikasi dan informasi, Perumda Farmasi Ciremai, dan kerjasama daerah. Sedangkan tiga Raperda yang smapai sekarang masih menunggu termausk rutinitas tahunan yakni Pertanggung Jawaban Pelaksanaan APBD tahun 2018, Perubahan APBD tahun anggaran 2019 dan APBD tahun anggaran 2020. Puluhan raperda yang terancam dianulir juga imbas dari Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) 120/2018 tentang pembentukan produk hukum daerah, yang membatasi jumlah pengajuan raperda. Berdasarkan aturan baru itu, pengajuan raperda dibatasi maksimal sebanyak produk perda yang dihasilkan tahun sebelumnya ditambah 25 persen. Menurut informasi yang dihimpun Radar Cirebon tahun lalu, produk hukum perda yang berhasil ditetapkan DPRD Kota Cirebon sebanyak 12 perda. Dengan adanya regulasi pembatasan itu artinya, tahun ini hanya bisa diajukan sebanyak 15 raperda baik oleh eksekutif maupun inisitaif dewan. Padahal yang masuk Propemda tahun 2019 ini mencapai 42 Raperda. Dengan aturan baru itu, sebanyak 27 Raperda lainnya, harus mengalah untuk dicoret dari daftar. Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah (Setda) Kota Cirebon Chandra Soepangkat mengatakan, pengajuan 42 raperda itu mengacu kepada tahun-tahun sebelumnya, karena memang tidak ada pembatasan. “Raperda bukan soal penting atau tidak pentingnya raperda yang diusulkan ditarik. INi ada regulasi baru yang mengatur batas maksimal pengajuan,” katanya. Dengan adanya pembatasan itu, pemkot dan DPRD harus membuat skala prioritas. Diantara yang tetap diajukan dan dibahas yakni raperda yang diajukan lembaga baru yang memerlukan aturan sebagai payung hukumnya. Chandra juga mengaku kesulitan untuk membuat daftar raperda mana saja yang terpaksa harus dianulir. Hampir semua SKPD yang mengajukan perda mengajukan argumen, raperda yang diajukan sangat penting. Saat rapat Banmus dengan DPRD Kota Cirebon akhir April lalu, Bagian Hukum ditugaskan untuk menyisir perda mana saja yang terpaksa harus dicoret dari daftar. Sulitnya menentukan raperda yang akan dicoret dari daftar, membuat bagian hukum melakukan sejumlah upaya yang sifatnya menyeleksi. (abd)

Tags :
Kategori :

Terkait