Atur Fee Kuota saat Safari Dakwah

Sabtu 18-05-2013,20:19 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

JAKARTA - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) makin tersudut dengan munculnya sejumlah kesaksian dalam lanjutan sidang kasus suap pengaturan kuota impor daging sapi kemarin. Pasalnya muncul fakta bahwa pertemuan di Medan yang disebut membahas pengaturan kuota impor daging sapi ternyata berkaitan dengan kegiatan safari dakwah yang diselenggarakan partai berlogo padi diapit dua bulat sabit itu. Ternyata dari hasil pengintaian KPK terungkap jika sejumlah petinggi PKS berangkat bersama dengan Ahmad Fathanah, pengusaha Elda Devianne Adiningrat, dan Dirut PT Indoguna Utama Maria Elizabeth Liman. Para pejabat PKS yang berangkat dengan pesawat yang sama itu antara lain Lutfhi Hasan Ishaaq (LHI) yang saat itu menjabat Presiden PKS, Ketua Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid, dan Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Tifatul Sembiring, serta sejumlah kader lain. Pernyataan itu keluar dari kesaksian penyidik KPK yang mendapatkan tugas mengintai gerak-gerik Maria Elizabeth Liman, Amir Arif. Dalam kesaksiannya, pada 10 Januari 2013 atau sekitar dua minggu sebelum penangkapan, Amir dan timnya mengikuti Elizabeth yang menuju Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang. Dalam pantauan KPK, Fathanah terlihat saling mengenal dengan para petinggi PKS. Ketika sampai di Bandara Polonia, Medan, para petinggi PKS sempat berada di ruang tunggu eksekutif bandara. Sehari setelahnya KPK juga mengetahui pertemuan di Hotel Arya Medan yang dihadiri Fathanah, LHI, Menteri Pertanian (Mentan) Suswono, dan Elizabeth. Mentan Suswono saat diperiksa sebagai saksi pada hari yang sama tak menyangkal pertemuan itu. Menurut dia, pertemuan itu difasilitasi LHI. Dalam pertemuan di kamar hotel LHI itu, Elizabeth memaparkan data-data soal krisis daging. Dalam surat dakwaan Arya dan Juard, pertemuan itu salah satu upaya PT Indoguna Utama untuk meminta penambahan kuota impor daging sapi. Fathanah dalam kesaksiannya di persidangan juga mengakui pertemuan di Medan itu. Menurut dia, kala itu pejabat PKS dan sejumlah kader memang sedang memiliki kegiatan safari dakwah. Fathanah memang juga memberikan kesaksian untuk tersangka Direktur PT Indoguna Utama Juard Effendi dan Arya Abdi Effendi, Fathanah dalam persidangan kemarin (17/5) tidak berkutik ketika dicecar sejumlah pertanyaan yang mengarah para petinggi-petinggi PKS. Entah kenapa, Fathanah terkesan ragu-ragu dalam memberikan keterangan dan hanya menjawab singkat. Seperti saat ditanya apa maksud pertemuan antara dirinya dengan Dirut PT Indoguna Utama Maria Elisabeth Liman dan Elda Deviane. Fathanah hanya berulang kali menjawab: \'Ya itu pertemuannya yang mulia,\'. Kesal, Hakim Purwono langsung menegur. \"Maksud pertemuan agar perusahaan Elisabeth mendapat tambahan kuota?,\" tanya hakim. Atas pertanyaan itu, Fathanah mengiyakan ucapan hakim. Namun, Hakim Purwono yang sudah terlanjur kesal meminta Fathanah untuk menjawab dengan tegas. Namun, teguran itu hanya masuk telinga kiri dan keluar telinga kanan begitu saja. Sebab, saat ditanya apakah benar ada permintaan komitmen fee impor daging sebesar Rp5 ribu per kg, dia kembali berbelit. Dia tidak yakin kalau permintaan LHI melalui sambungan telepon itu serius atau guyon. Jaksa M Rum lantas memutar percakapan yang berdurasi cukup lama itu. Inti dari pembicaraan, LHI meminta agar hitungan fee dijadikan Rp10 ribu per kg. \"Tidak usah di depan forum, arahkan ke-10 ribu (ton),\" ucap LHI. Otak Fathanah langsung menghitung dan membalas permintaan itu dengan menyebut angka total Rp50 miliar. Angka itu muncul dari hitungan Rp5 ribu fee per kg daging yang berhasil dimasukkan ke Indonesia. Jika sebelumnya PT Indoguna meminta kenaikan jadi 8 ribu ton dan total fee yang bisa dikantongi Rp40 miliar, LHI meminta agar kenaikan kuota diubah menjadi 10 ribu ton. \"Saya bertukar informasi dengan Ibu Elda. Saya dengan Ibu Elda sudah sepakat ada Rp5 ribu perak per kilogram dikalikan 8 ribu ton menjadi Rp40 miliar,\" kata Fathanah. Dari rekaman juga diketahui LHI memberi dua tips (saran) agar permintaan Maria Elisabeth disetujui Mentan. Pertama, data Badan Pusat Statistik (BPS) tidak benar (mengenai kondisi daging di Indonesia). Kedua, swasembada justu bisa mengancam ketahanan daging dalam negeri. Semua itu harus bisa disampaikan dengan benar saat LHI hendak bertolak ke Jakarta dari Riau.   **Sumbangan ke PKS   Tidak hanya soal otak-atik fee impor daging, Fathanah juga mengakui kalau dirinya pernah memberi uang kepada PKS. Itu semua dilakukan karena ada kedekatan dengan LHI. Entah benar atau tidak, dia menyebut salah satu sumbangan itu diberikan pada 2012. Uangnya, berasal dari perusahaannya yang bernama Prima Karsa Sejahtera (PKS). Dia mengaku pernah mendapat keuntungan antara Rp1 hingga 3 miliar. Nah, fulus itu diberikan ke beberapa pihak termasuk salah satunya PKS. Namun, saat ditanya hakim ke mana saja selain PKS, Fathanah mengaku lupa. \"Kepada yang bisa saya sumbangkan. Salah satunya PKS di 2012,\" akunya. Namun, dia menegaskan bukan sebagai kader PKS. Dia mengakui kalau profesinya seperti calo dan berhubungan dekat dengan LHI. Terkait uang Rp1 miliar yang ikut diamankan saat operasi tangkap tangan, Fathanah mengaku itu untuk dirinya sendiri. Keterangan itu berbeda dengan kesaksian Maria Elisabeth yang menyebut untuk bantuan kemanusiaan di Papua. Pengadilan sempat membuka transkrip SMS antara Fathanah dan LHI setelah uang Rp1 miliar itu di tangan. Dalam percakapan yang ditayangkan dalam proyektor itu terlihat kalau Fathanah menyebut ada yang menguntungkan dan harus ketemu. \"Entar malam (makan dengan Maria Elisabeth, red) ada penting banget juga akh (akhi: sebutan saudara laki-laki), uhh sangat menguntungkan,\" kata Fathanah. Terpisah, di gedung KPK, Jubir Johan Budi SP mengatakan kalau apa yang terungkap di persidangan bisa jadi menjadi bahan untuk mengembangkan kasus. Namun, pihaknya akan mencari bukti untuk menilai berbagai ungkapan di pengadilan benar atau tidak. \"Sama seperti tudingan selama ini yang menyebut KPK tidak punya bukti. Biar hakim yang menilai apakah bukti dari KPK benar atau tidak,\" tandasnya.   **LHI Membantah   Bagaimana tanggapan Lutfi Hasan Ishaaq (LHI) atas kesaksian Ahmad Fathanah? Dalam persidangan kemarin, LHI banyak membantah pernyataan Fathanah. Salah satu bantahan itu adalah pernyataan mengenai bantuan dana untuk partainya. \"Tidak pernah, kalau sekadar menjanjikan memang iya,\" ujarnya. LHI juga membantah terkait uang USD40 ribu yang ada dalam rekaman pembicaraannya dengan Fathanah. Meski rekaman itu diputar oleh jaksa penuntut umum (JPU), namun LHI punya berbagai alasan. Dia menyebut uang itu pembayaran utang Fathanah. LHI menyebutkan Fathanah pernah punya utang sebesar USD 20 ribu. Dia mengaku punya bukti utang-piutang yang berlangsung 2010 itu. LHI mengatakan Fathanah baru membayar utangnya sebesar USD 15 ribu. Menariknya, dalam rekaman pembicaran itu sendiri tidak ada kata-kata terkait pembayaran utang. Yang ada hanyalah Fathanah yang hendak mengantarkan uang USD 40 ribu. Bahkan di sana LHI sempat mengatakan agar Fathanah tidak memotong uang tersebut. Bahasa yang digunakan Fathanah ialah pajak preman. \"Nggak..nggak, yang dulu kan potong pajak dua puluh lima persen. Kalo yang sekarang ..haha..\". Pernyataan itu dibalas oleh Fathanah sebagai berikut, \"Ya Allah, ini pajak kali ini, pajak preman, ya akhi (saudara, red). Ini pajak preman ini,\". Dalam kesaksiannya di depan majelis hakim tadi malam, LHI juga sempat menyebutkan jika Fathanah memang sering meminta rekomendasinya untuk keperluan bisnis. Fathanah tampaknya sempat mengincar beberapa proyek di Kementerian yang digawangi kader PKS. Seperti salah satunya Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) yang dipimpin Tifatul Sembiring. \"Iya dia pernah minta rekomendasi untuk proyek internet,\" jawabnya pada hakim. Selain itu, Fathanah juga pernah campur tangan di Komisi I DPR RI terkait proyek di tubuh TNI. (gun/kim)

Tags :
Kategori :

Terkait