4 Jam Operasi Kembar Siam, Rahmah Selamat, Rahimah Tak Tertolong

Jumat 21-06-2019,13:01 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Dedi Haryadi

CIREBON-Operasi kembar siam di RSD Gunung Jati tuntas. Si kembar Rahmah Rizqiyyanah Az-zahra dan Rahimah Rizqiyyah Az-zahra berhasil dipisahkan. Meski pada prosesnya Rahimah tak tertolong. Sementara Rahmah, kini memasuki masa pemulihan dengan pengawasan penuh tim medis. Operasi pemisahan berlangsung sekitar 4 jam. Dimulai sekitar pukul 10.30 dan tuntas pukul 14.00. Prosesnya  sendiri dimulai saat tim bedah dokter RSUD dr Soetomo Surabaya tiba di RSD Gunung Jati pada Kamis pagi (20/6) pukul 04.00. Mereka langsung mengadakan rapat dengan tim dokter RSD Gunung Jati, mengobservasi pasien, menyiapkan segala peralatan, hingga akhirnya memulai operasi sekitar pukul 10.30. Direktur RSD Gunung Jati dr Bunadi, dalam konferensi pers mengatakan pihaknya merawat bayi Rahmah dan Rahimah sejak Jumat (14/6). Dalam perawatan di ruang PICU, kondisi Rahimah menurun. Karena sifatnya sangat riskan, pihaknya langsung berkoordinasi dan menghubungi Tim Penanganan Kembar Siam Terpadu RSUD dr Soetomo Surabaya. Dari Surabaya, para dokter tersebut akhirnya tiba di RSD Gunung Jati pagi kemarin pukul 04.00. Tim dari Surabaya dipimpin oleh dr Agus Hariyanto SpA (K), dengan anggota dr Poerwadi SpBA (K), dr Mahrus A Rahman SpA (K), dr Bambang Pujo Semedi SpAn (K), dan dr Erdyanto Akbar SpBTKV. Sedangkan tim dari RSD Gunung Jati dipimpin dr Taufan Prasetya SpA. Menurut Bunadi, kembar siam Rahmah-Rahimah adalah kasus pertama yang ditangani RSD Gunung Jati dan pertama di Wilayah III Cirebon, serta kedua di Jabar setelah RSHS Bandung. Ia menyatakan tindakan separasi atau pemisahan si kembar dari pasangan Imam Royani (43) dan Iklima (39) warga Blok Sungapan Kidul RT 16/03 Megu Gede, Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon, itu telah berhasil dilakukan tim dokter. Jalannya operasi dinyatakan berhasil, walaupun Rahimah tidak tertolong karena kondisinya kritis, yakni mengalami gangguan pada paru-paru dan kelainan jantung. Operasi pemisahan ini sifatnya darurat. Bila tidak dilakukan pemisahan, maka kedua nyawa bayi itu tidak bisa terselamatkan. Dijelaskannya, dalam kasus kembar siam, apabila satunya mengalami sakit, maka dengan cepat racun dari darah akan ikut masuk dan mencemari bayi yang sebelahnya. Kondisi ini terjadi pada Rahmah-Rahimah. Maka proses pemisahan harus segera dilakukan. “Telat beberapa jam saja, maka diprediksi keduanya tak bisa terselamatkan,” ungkapnya. Kemudian yag terpenting, selain keberhasilan operasi ini, pihaknya dan tim dokter RSD Gunung Jati menimba ilmu dari tim dokter RSUD dr Soetomo. Seperti diketahui, tim dokter RSUD dr Soetomo sudah banyak melakukan operasi sejenis di seluruh Indonesia. Untuk Rahmah dan Rahimah, merupakan yang ke-99. Masih pada kesempatan konferensi pers, dr Poerwadi dari RSUD dr Soetomo mengatakan operasi diawali dengan pembiusan yang dilakukan oleh dr Bambang Pujo Semedi. Berbagai kesulitan dialami, karena kadar oksigen pada bayi yang sakit (Rahimah) sangat rendah, yakni sekitar 35 persen. Hal itu memengaruhi bayi yang sehat (Rahmah). Penempatan infus juga sangat hati-hati karena posisinya kembar siam. “Mengingat juga bayi itu bisa mengalami penurunan suhu yang cepat (hipoterm), pernapasan juga sedikit terganggu akibat paru-paru terdesak oleh jantung yang membengkak. Tapi alhamdulillah, dalam waktu satu jam proses anastesi (pembiusan, red) selesai,\" jelasnya kepada wartawan. Setelah itu, dilakukan pembedahan untuk memisahkan bayi. Perlu diketahui, kedua bayi mempunyai masing-masing jantung, tapi untuk hati menjadi satu. Dan organ dada perut sudah membiru, maka dilakukan secepatnya pemotongan hati. Proses pemotongan hati ini ini dilakukan selama 30 menit. Nah, pada proses ini Rahimah tidak bisa tertolong karena kondisi jantungnya terus memburuk. Konsentrasi pun dialihkan pada bayi yang masih hidup. Dengan memperbaiki kinerja jantung yang sempat terganggu. Begitu pula dengan paru-paru yang sempat kempis karena terdesak jantung. Dilakukan pemompaan paru-paru, dan akhirnya berhasil. “Operasi selesai sekitar pukul 14.00. Semua piranti dan penunjang operasi terus diperhatikan. Bayi yang berhasil selamat dalam beberapa hari ke depan memasuki masa pemulihan dengan pengawasan 24 jam. Karena operasi ini merupakan operasi besar yang membuka sebagian organ vitalnya,” ucapnya. Pada pemberitaan Radar Cirebon sebelumnya, Direktur RSD Gunung Jati dr Bunadi mengatakan bayi kembar siam dengan berat badan 12 Kg itu lahir 8 bulan lalu di RSUD Arjawinangun, lalu dirujuk ke RS Hasan Sadikin (RSHS) Bandung untuk operasi pemisahan. Tapi RSHS Bandung menyatakan bayi belum bisa dioperasi karena usia dan berat badan bayi yang belum cukup. Karena alasan tersebut, bayi dikembalikan kepada pihak keluarga dengan pengawasan dari tim medis RSUD Arjawinangun. “Setelah pulang ke Cirebon, beberapa pekan kemudian salah satu bayi mengalami sakit. Yakni sakit radang paru-paru yang menyebabkan sesak napas pada bayi tersebut. Kemudian bayi kembali dibawa ke RSUD Arjawinangun dan mengontak tim medis RSHS Bandung,\" ungkap Bunadi. Dijelaskan, saat itu RSHS Bandung mengabarkan bahwa ruang NICU dan ruang perawatan anak lainnya sudah penuh terisi. Dan tidak memungkinkan untuk melakukan tindakan medis di Bandung. Demikian pula dengan rumah sakit yang ada di Jakarta. Disarankan untuk dirawat sementara di RSD Gunung Jati sampai ada pemberitahuan selanjutnya. Akhirnya dibawa ke RSD Gunung Jati. Masih kata Bunadi, setelah dirawat selama beberapa hari di RSD Gunung Jati, kondisi bayi sedikit menurun. Maka, diperlukan tindakan medis segera demi keselamatan bayi. Tidak mau pasrah akan keadaan, Bunadi mengambil inisiatif menggelar rapat dengan tim dokter. “Hasil rapat, kita berupaya mencari tim dokter di seluruh Indonesia yang bersedia datang dan mengoperasi bayi ini. Kita kedepankan rasa nilai kemanusiaan untuk menolong bayi kembar ini,” kata Bunadi. Sementara Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon Eni Suhaeni menyebut biaya pengobatan dan perawatan bayi kembar siam di-cover BPJS Kesehatan. Dijelaskan, ada beberapa pertimbangan kenapa operasi akhirnya dilakukan di RSD Gunung Jati. Persoalan paling utama adalah ketersediaan alat. “Kenapa tidak di RS yang ada di kabupaten, itu karena alat-alatnya,” ujar Eni. (gus)

Tags :
Kategori :

Terkait