Kepadatan lalu lintas di Jalan Cipto Mangunkusumo terjadi setiap akhir pekan. Namun, upaya pelebaran dua ruas di kawasan bisnis tersebut terus tertunda. Semakin lama, justru semakin sulit. Lantaran harga tanahnya terus naik.
JALAN Cipto Mangunkusumo menjadi representasi Kota Cirebon. Akses utama menuju pusat kota ini, telah lama direncanakan untuk dilebarkan baik pada sisi kiri maupun kanan.
Pada perencanaan awal, seharusnya tahun ini pelebaran tuntas. Sayangnya, pemerintah tidak menetapkan kesinambungan rencana. Sehingga realisasinya bak menguap begitu saja.
Keterbatasan dana, memang menjadi faktor yang cukup menghambat. Dari appraisal yang dilakukan tahun 2017, harga tanah sudah Rp5,5 juta/meter.
Acuan itu, tentu sudah tidak berlaku di tahun 2020. Pemkot mesti melakukan appraisal untuk update harga. Yang hampir dipastikan bakal jauh berbeda dengan dua tahun lalu. Termasuk bila mengacu pada nilau jual objek pajak.
Menilik perjalanannya, hingga tahun lalu Pemerintah Kota Cirebon telah membebaskan sedikitnya 2 kilometer dari 5 kilometer ruas jalan tersebut. Atau bila dikonversi dalam luas lahan, sekitar 1.643 meter persegi.
Anggaran yang dikucurkan juga mencapai miliaran rupiah. Termasuk di tahun 2018 sebesar Rp11 miliar yang kabarnya tidak terealisasi.
Dalam catatan Radar Cirebon, pelebaran Jl Cipto Mangunkusumo dibagi ke dalam tiga tahap. Dimulai dengan anggaran sekitar Rp800 juta untuk pekerjaan konstruksi pelebaran. Diikuti pelebaran ruas kanan 4-5 meter dari Gunungsari sampai ke Persimpangan Jl Pemuda.
Kemudian tahap kedua, pelebaran ruas kanan dari simpang Jl Pemuda sampai simpang Sunyaragi. Perbaikan trotoar dan saluran air di sisi kanan Jl Cipto Mangumkusumo. Sedangkan tahap ketiga adalah penataan median jalan dari Gunungsari sampai Sunyaragi untuk menyesuaikan dengan lebar jalan yang baru.
Di tahap ketiga, juga direncanakan pembangunan aksesori kawasan dengan pembuatan taman, air mancur dan aspek estetik lainnya.
Informasi yang diterima, di tahun anggaran 2020 sebenarnya sempat akan dialokasikan anggaran untuk pelebaran dari depan Richeese Factory sampai lampau merah Pusdiklatpri. Namun rencana tinggal rencana. Setelah dihitung-hitung, rupanya anggaran tersebut tidak cukup.
“Rencananya mau dianggarkan tapi batal karena anggarannya tudak cukup,” kata sumber Radar Cirebon di lingkungan pemerintah kota.
Kalau ditarik ke belakang, perencanaan pembebasan tanah sebetulnya sudah sejak lama. Tercatat sekitar tahun 2012/2013. Saat itu, harga tanahnya masih sekitar Rp5 juta/meter. Tapi lantaran anggaran yang terus-terusan tidak mencukupi, akhirnya selalu gagal.
Untuk saat ini, tentu tidak mungkin menganggarkan kembali dengan hitungan Rp5 juta/meter. Mengingat kawasan tersebut kian berkembang.
Dikonfirmasi terkait batalnya penganggaran untuk pembebasan lahan Jl Cipto Mangunkusumo, Kepala Bidang Barang Milik Daerah (BMD) Badan Keuangan Daerah (BKD), Lolok Tiviyanto MSi mengungkapkan, pemerintah kota tidak memiliki dana cukup untuk kebutuhan itu.