Pemerintah Lambat Tangani Jiwasraya

Senin 09-03-2020,18:30 WIB
Reporter : Agus Rahmat
Editor : Agus Rahmat

JAKARTA-Pemerintah dinilai lambat dalam merealisasikan pembentukan lembaga penjamin polis (LPP) dalam kasus Jiwasraya.

Demikian dikatakan Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri, kemarin. Padahal, kata Faisal Basri, jika memang pemerintah tetap mempertahankan Jiwasraya, dan fokus pada pemulihan, ada baiknya pemerintah segera membentuk LPP untuk menghindari kasus serupa. ”Ya segera, fungsinya kan sudah jelas. Dibikin dari sekarang lembaga penjamin polis itu. Kalau ada kasus sama sudah jelas pembiayaannya dari mana,\" ujar Faisal Basri.

Paling mendasar dari LPP, sambungnya, adalah pengembalian dana nasabah Jiwasraya, namun tidak membebani APBN. ”Itu yang penting. Apalagi sudah ditunggu pengembalian itu. Nasabah nomor satu, jual asetnya langsung dibayarkan ke nasabah, saya nggak tahu aset-asetnya. Sementara aset finansialnya diserahkan ke lembaga yang merawat aset sakit. Nah, kalau dulu Perusahaan Pengelola Aset (PPA) di AS dititipkan ke Morgan Stanley, mereka olah untuk dapat recovery,” paparnya.

Sebelumnya, OJK menjelaskan skema pembentukan LPP kepada para pelaku industri asuransi yang saat ini masih digodok pemerintah. Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2A OJK Ahmad Nasrullah sepakat dengan apa yang disampaikan Faisal Basri. ”Keberadaan LPP ini penting dan kami dukung ini segera terwujud,” katanya.

Ditambahkannya, pendirian lembaga penjamin itu ada dua opsi yakni mengoptimalkan peran Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang menangani perbankan atau mendirikan lembaga sendiri, yakni LPP. Nah, terkait mengapa OJK tetap mempertahankan Jiwasraya, Nasrullah punya pandangan lain. ”SP3 karena Jiwasraya belum menyampaikan laporan keuangan dan pelanggaran lainnya. Namun untuk konteks pemenuhan risk based capital (RBC), kami bicarakan dengan manajemen dan pemegang saham. Serta rencana penyehatan kerja (RPK) jadi tidak lantas ditekan dari sisi penegakan hukum,” terangnya.

Dijelaskan Nasrullah, OJK lebih mengupayakan penyehatan dan pemulihan kerugian dari sisi pemegang polis. Menurutnya, jika Jiwasraya ditutup atau izin usahanya dicabut akan menimbulkan huru-hara apalagi ini menyangkut reputasi badan usaha milik negara (BUMN) dan pemerintah. ”Tentu saja ini bukan hanya ini kebetulan BUMN, kami harus lebih kepada upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisiri kerugian kepada pemegang polis. Jadi itu yang kami fokuskan,” ungkapnya.

Dalam hal ini, OJK mengklaim, bukan menomorduakan penegakkan hukum tapi melihat dari sisi kerugian jauh lebih besar jika menutup Jiwasraya.

2

Terpisah, Tim jaksa penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) terus melacak aset-aset Jiwasraya yang selama ini dimanfaatkan sebagian oknum hingga berdampak pada dugaan kejahatan korupsi. Setelah menyegel enam bidang tanah dan bangunan di Jakarta Selatan, kemungkinan akan ada aset lain yang segera disita. ”Pelacakan aset berupa permohonan pemblokiran tanah dan bangunan, sudah dilakukan. Nanti perkembangan terbaru akan kami sampaikan,” terang Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono.

Untuk diketahui, Kejagung hingga saat ini telah menetapkan status tersangka terhadap enam orang dalam penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya (PT AJS). Keenamnya adalah Komisaris PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro, Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) Heru Hidayat, mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya Harry Prasetyo, mantan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya Hendrisman Rahim dan mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan PT Jiwasraya Syahmirwan serta Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto. (dim/lan/fin/ful)

Tags :
Kategori :

Terkait