Dana Kerohiman Bisa untuk Ngontrak, Warga Paham Tempat Tinggalnya Gunakan Lahan Negara

Senin 16-03-2020,14:00 WIB
Reporter : Agus Rahmat
Editor : Agus Rahmat

CIREBON - Rencana percepatan penanganan kawasan permukiman kumuh di Kampung Pesisir Kelurahan Panjunan, telah sampai ke telinga Supiah. Perempuan paruh baya yang tinggal di bantaran Sungai Sukalia.

Menurutnya, beberapa hari terakhir, desas-desus terkait rencana tersebut telah semakin kencang. Kendati dia juga hanya bisa pasrah. Tidak mungkin bertahan atau menolak. Mengingat lahan yang ditempati adalah milik pemerintah.

“Tetangga pada nanya; ‘sira arep tinggale ning endi?. Ya saya sih pasrah saja,” kata Supiah, kepada Radar Cirebon, Minggu (15/3).

Supiah mengaku bakal tunduk pada kebijakan yang akan diterapkan oleh pemerintah. Sembari berharap mendapat dana kerohiman yang sesuai. Setidaknya bisa untuk ongkos sewa rumah atau kos setahun ke depan.

Kawasan bantaran sungai itu, memang sudah lama ditempati warga baik untuk rumah maupun usaha. Dari 7 RT yang ada di RW 01 Kelurahan Panjunan, 3 RT di antaranya diprediksi terdampak penataan. Sementara di RW 10, ada 4 RT yang menghuni bantaran sungai. Total keseluruhan warga di bantaran sungai tersebut, ada sekitar 200 orang. Atau sekitar 75 kepala keluarga (KK).

Rata-rata mereka yang tinggal di sana mengaku sudah tinggal lebih dari 10 tahun. Supiah bahkan sudah lupa berapa lama persisnya. Yang pasti, di gubuk berdindingkan karung itu, ia telah merasakan pahit getirnya. “Awalnya saya tinggal di rumah bu haji yang di seberang itu, tapi takut roboh. Jadi saya pilih tinggal di sini,” ungkapnya.

Di gubuk tersebut, ia mengaku banyak warga yang menaruh belas kasih kepadanya dan keluarga. Pernah suatu ketika, saat muka air sungai cukup tinggi, ada ular cobra yang menyelinap ke gubuknya. Atas kejadian tersebut, ada warga yang memberikanya dipan kasur agar dirinya tidak tidur lagi di ubin.

2

Dengan kondisi yang sudah tidak memungkinkan untuk bekerja, dia berharap pemerintah memberikan perhatian. “Kalau digusur, ya nggak apa-apa. Terima saja,” ucap dia.

Hal yang sama juga dikatakan oleh Sapri (50). Keterbatasan biaya membuatnya harus tinggal di bantaran sungai. Ia mengaku warga asli Kampung Pesisir. Namun kesulitan tempat tinggal dan tidak punya biaya untuk membeli tanah maupun membangun rumah. “Kalau mau dibongkar ya silahkan saja. Itu kan kebijakan dari pemerintah,” ucapnya.

Ia berharap setelah direalisasikanya rencana penataan kawasan Pesisir Panjunan, pemerintah tidak lepas tangan terhadap kondisi warga. Pemerintah, harus merangkul warga yang terdampak. \"Kita berharap pemerintah akan memberikan kompensasi yang layak,” tuturnya.

Dijelaskank Kepala Bidang Kawasan Permukiman Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) Kota Cirebon, Khaerul Bachtiar, keputusan penataan kawasan pesisir panjunan disadari atau tidak akan menimbulkan pro dan kontra.

Bagi masyarakat terdampak, pihaknya akan melakukan pendekatan. Pemerintah juga tidak tutup mata dengan kondisi masyarakat. Bahkan mereka akan mendapatkan uang kerohiman dengan mempertimbangkan 4 faktor.

Pertama, adalah uang pembongkaran lapak atau rumah. Kedua, uang pengganti tinggal selama 1 tahun. Dan ketiga, uang pengganti mata pencarian. Serta ke empat, adalah uang pengangkut barang saat pembongkaran.

Penentuan besaran uang kerohiman adalah hak dari tim independent atau appraisal. Setelah besaran telah ditentukan, sebelum dibayarkan terlebih dahulu akan dibuatkan SK Walikota. Kemudian baru kami bayarkan ke masyarakat. (awr)

Tags :
Kategori :

Terkait